Konflik Tambang Ilegal di Halmahera Timur: Kriminalisasi Warga Adat dan Pelanggaran Hukum
Gelombang protes terhadap kriminalisasi 11 warga adat Maba Sangaji, Halmahera Timur, Maluku Utara, kembali memicu perhatian publik. Di balik jeritan masyarakat adat tersebut, muncul isu yang lebih mendalam: konflik panjang antara warga setempat dengan perusahaan tambang nikel PT Position. Perusahaan ini sejak akhir 2024 beroperasi tanpa persetujuan dari masyarakat setempat, menimbulkan ketegangan yang semakin memuncak.
Sejak awal, masyarakat adat Maba Sangaji menolak ekspansi tambang PT Position karena dianggap mengancam sumber kehidupan mereka, seperti tanah, hutan, dan laut. Ketegangan meningkat setelah dugaan bahwa perusahaan melakukan penggalian ilegal di lahan milik PT Wana Kencana Mineral (WKM) tanpa izin resmi. Kerugian negara akibat aktivitas tambang ilegal ini ditaksir mencapai Rp374,9 miliar. Kuasa hukum PT WKM, OC Kaligis, menegaskan bahwa pelanggaran ini sangat serius.
“PT Position masuk ke area IUP milik WKM tanpa izin. Itu jelas tambang ilegal. Kami sudah melaporkannya ke Polda Maluku Utara. Jangan sampai perusahaan besar kebal hukum sementara rakyat adat dikriminalisasi,” ujar OC Kaligis kepada awak media pada Rabu 20 Agustus 2025.
Selain dugaan tambang ilegal, PT Position juga dituding melakukan aktivitas di kawasan Hutan Produksi Terbatas tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Pelanggaran ini berpotensi merusak ekosistem secara permanen. Organisasi sipil seperti SPARTA (Sentral Pergerakan Aktivis Jakarta) menilai operasi tambang tersebut bukan hanya melawan hukum, tetapi juga mencemari lingkungan.
“Air sungai keruh, laut tidak lagi menjadi sumber ikan. Warga yang membela tanah adat justru dikriminalisasi,” ungkap salah satu aktivis. Protes yang digelar di Jakarta pada Rabu (20/8/2025) di KPK RI, massa membawa tuntutan tegas kepada pemerintah. Massa mendesak Kementerian ESDM dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan audit menyeluruh atas izin tambang PT Position.
Selain itu, mereka menuntut agar Sekretaris Daerah Halmahera Timur diperiksa terkait dugaan keterlibatan dalam pemberian izin tambang yang sarat konflik kepentingan. “Negara tidak boleh diam. Ini bukan hanya soal hak masyarakat adat, tapi soal tata kelola pertambangan nasional yang bermasalah sejak awal,” ujar seorang koordinator aksi.
Respons Presiden Prabowo Soal Tambang Ilegal
Sorotan terhadap tambang bermasalah ini makin kuat setelah Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan komitmennya menindak tegas tambang ilegal. Sekretaris Kabinet (Seskab) Letkol TNI Teddy Indra Wijaya mengungkapkan alasan Presiden Prabowo memanggil mendadak sejumlah menteri Kabinet Merah Putih ke Hambalang, Selasa (19/8/2025) malam. “Dalam pertemuan tertutup yang berlangsung lebih dari empat jam tersebut, Presiden Prabowo meminta update dari beberapa persoalan penertiban kawasan hutan dan tambang ilegal,” kata Teddy dalam akun resmi Sekretariat Kabinet, Rabu (20/8/2025).
Sebelumnya, dalam pidato sidang tahunan MPR/DPR RI pada Jumat kemarin (15/8/2025), Prabowo mengungkapkan adanya 1.063 tambang ilegal di berbagai wilayah Indonesia. Potensi kerugian negara dari aktivitas tersebut ditaksir minimal mencapai Rp300 triliun.
Dengan sederet dugaan pelanggaran mulai dari operasi ilegal, pencemaran lingkungan, hingga kriminalisasi warga adat, konflik PT Position di Halmahera Timur kini berada dalam radar isu nasional. Publik menanti apakah aparat penegak hukum dan pemerintah akan bertindak konsisten sesuai arahan Presiden Prabowo, atau membiarkan praktik tambang bermasalah terus berlangsung.
“Jika hukum benar-benar ditegakkan, perusahaan yang melanggar aturan harus dihentikan operasinya. Negara tidak boleh kalah dengan tambang ilegal,” tegas OC Kaligis.





