Kasus Keterlambatan Pemberian Salinan Perjanjian Kredit di BRI Cabang Maumere
Beberapa waktu lalu, muncul dugaan adanya praktik tidak transparan yang dilakukan oleh Bank BRI Cabang Maumere. Hal ini terjadi setelah seorang kuasa hukum menduga ada pelanggaran serius terhadap hak debitur dalam proses pembiayaan kredit. Doni Ngari, SH, selaku kuasa hukum dari tiga debitur, menyatakan bahwa kliennya tidak pernah menerima salinan perjanjian kredit sejak kontrak kredit ditandatangani pada Agustus 2021.
Ketiga debitur tersebut yaitu EL, RW, dan ET. EL merupakan pemilik salah satu perusahaan di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT); RW adalah pemilik Sertifikat Hak Milik Nomor 519/Kota Uneng dan Nomor 1420/Waioti; sedangkan ET merupakan pemilik Sertifikat Hak Milik Nomor 270/Wairkoja. Ketiganya menyerahkan sertifikat tanah sebagai agunan atas pinjaman senilai Rp2,05 miliar yang diajukan atas nama perusahaan tersebut.
Doni Ngari mengungkapkan bahwa masalah bermula ketika pihak BRI mulai mengumumkan proses lelang atas agunan milik ketiga debitur tersebut. Namun menurut Doni, para debitur tidak pernah diberikan salinan surat perjanjian kredit yang seharusnya menjadi dokumen penting untuk mengetahui hak dan kewajiban dalam hubungan antara kreditur dan debitur.
“Hari ini saya baru menerima perjanjian kredit sesuai dengan surat yang diberikan oleh pihak BRI. Mereka menyerahkan salinan perjanjian pembiayaan kredit dan APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan) di tanggal 5 Agustus 2025. Berarti sudah empat tahun baru diberikan kepada debitur,” ujar Doni Ngari.
Ia menilai, keterlambatan ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 5 Tahun 2018 Pasal 35, yang menyebutkan bahwa salinan perjanjian kredit wajib diserahkan paling lambat tiga bulan setelah perjanjian ditandatangani.
“Ini sangat bertentangan dengan prinsip perlindungan konsumen, tidak ada keterbukaan, tidak ada edukasi. Sebagai kreditur, tugas kita harus memberikan edukasi, segala macam keterangan, apa yang disampaikan hak dan kewajiban seperti apa, terus konsekuensi seperti apa itu harus disampaikan, tidak boleh disembunyikan,” tegasnya.
Doni bahkan menyebut tindakan ini sebagai bentuk penipuan oleh oknum bank terhadap para debitur. “Hari ini saya nyatakan bahwa pihak oknum BRI telah menyembunyikan sesuatu, dengan tidak mengirimkan perjanjian pembiayaan kepada debitur. Jadi saya anggap bahwa ini penipu. Oknum BRI menipu klien saya,” ujar Doni.
Menurutnya, perjanjian kredit adalah dasar hukum utama dalam hubungan antara debitur dan kreditur, sehingga tidak bisa diabaikan atau disembunyikan. Ia juga menyampaikan kekecewaannya terhadap kurangnya edukasi dan transparansi dari pihak bank kepada debitur.
“Ikuti proses hukum yang sedang berlangsung, Doni menjelaskan, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kupang telah menerbitkan surat pemberitahuan lelang tahap pertama. Surat tersebut tertuang dalam Nomor: JL-349/2/KNL.1405/2025 tanggal 24 Juli 2025, yang menyebutkan pelaksanaan eksekusi lelang akan dimulai dengan proses pengosongan rumah sebagai agunan.”
Doni juga meminta masyarakat yang memiliki pinjaman dengan BRI untuk memastikan mereka menerima salinan surat perjanjian kredit. Ia menegaskan bahwa dalam perkara perdata, dokumen surat seperti perjanjian kredit menjadi alat bukti utama yang harus ada sejak awal.