Permintaan Asosiasi E-Commerce untuk Penyesuaian Sistem Pajak Digital
Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mengajukan permintaan kepada pemerintah agar memberikan waktu bagi platform e-commerce atau lokapasar digital untuk melakukan penyesuaian sistem sebelum menerapkan skema pajak baru. Hal ini dilakukan guna memastikan kesiapan teknis dari masing-masing platform dalam menjalankan aturan yang telah ditetapkan.
Ketua Umum idEA, Hilmi Adrianto, menyampaikan bahwa seluruh marketplace akan patuh terhadap kebijakan pemerintah, termasuk pajak e-commerce yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 37/2025. Namun, ia menekankan bahwa proses penyesuaian tersebut membutuhkan persiapan teknis dan dukungan dari pihak terkait.
“Kami berharap hal ini bisa diakomodasi, karena tidak hanya tentang kesadaran hukum, tetapi juga kesiapan infrastruktur dan sistem,” ujar Hilmi saat berbicara di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, pada Senin (8/9/2025).
Hilmi juga menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak sudah melakukan diskusi dengan idEA terkait aturan pajak e-commerce tersebut. Ia menegaskan bahwa idEA siap bekerja sama dengan pihak pajak untuk memastikan implementasi yang efektif dan sesuai regulasi.
Aturan Pajak E-Commerce dalam PMK 37/2025
Pasal 7 ayat (3) dari PMK 37/2025 menyatakan bahwa marketplace atau lokapasar daring yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak memiliki kewajiban untuk memungut pajak penghasilan Pasal 22 (PPh 22) dari para pedagangnya pada bulan setelahnya.
Sebagai contoh, jika sebuah marketplace A ditetapkan sebagai pemungut pajak melalui Keputusan Dirjen Pajak pada 15 Agustus 2025, maka mulai 1 September 2025, marketplace tersebut wajib memungut PPh 22 dari pedagangnya.
Aturan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak dari pelaku usaha digital. Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kemenkeu, Yon Arsal, menjelaskan bahwa penerapan pajak e-commerce bertujuan untuk menciptakan kerangka kepatuhan yang lebih baik dan memudahkan administrasi.
“Dampak utamanya adalah meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan kemudahan administrasi. Dampak finansialnya mungkin tidak terlalu besar, tetapi dampak sosial dan ekonominya sangat signifikan,” ujar Yon dalam media briefing di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan, pada Senin (14/7/2025).
PPh 22 untuk Pedagang Lokapasar
Menurut Yon, pedagang di platform seperti Shopee dan Tokopedia hanya akan dikenakan PPh 22 sebesar 0,5%. Artinya, penerimaan negara tidak akan langsung meningkat secara drastis. Namun, aturan ini memberikan kemudahan bagi wajib pajak, karena sebelumnya mereka harus melaporkan dan membayar pajak sendiri.
“Sekarang, platform akan langsung memungut pajak dari pedagang yang memenuhi syarat. Ini diharapkan membuat proses pembayaran pajak menjadi lebih mudah dan efisien,” tambah Yon.
Selain itu, PPh 22 bukanlah pajak baru, tetapi hanya mekanisme pungutan yang kini diatur lebih jelas. Sebelumnya, wajib pajak harus mengajukan laporan dan membayar pajak secara mandiri, namun kini tugas tersebut dilakukan oleh platform sebagai pihak ketiga.
Tantangan dan Harapan Bersama
Meski aturan ini dinilai sebagai langkah positif, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah kesiapan teknis dari masing-masing platform dalam mengimplementasikan mekanisme baru. idEA berharap pemerintah dapat memberikan waktu yang cukup agar semua pihak dapat menyesuaikan diri.
Selain itu, penting untuk memastikan bahwa aturan ini tidak memberatkan para pelaku usaha kecil dan menengah yang bergantung pada platform digital. Dengan demikian, kebijakan pajak e-commerce dapat berjalan secara adil dan berkelanjutan.