Ketersediaan Beras Medium di Kota Malang Masih Tidak Stabil
Ketersediaan beras medium di berbagai pasar di Kota Malang, Jawa Timur, masih mengalami ketidakstabilan. Hal ini menyebabkan harga eceran meningkat hingga mencapai Rp 16.500 per kilogram. Selain itu, pembelian dalam jumlah besar juga dibatasi, yang memengaruhi ketersediaan stok bagi para pedagang dan konsumen.
Dari pengamatan lapangan, banyak pedagang masih bergantung pada stok sisa dari beras medium kemasan 5 kilogram seperti merek Lahap dan Bintang Biru. Sementara itu, untuk beras kemasan 25 kilogram, terjadi pembatasan pembelian yang ketat, baik bagi pedagang maupun pembeli. Hal ini turut memicu kenaikan harga yang signifikan.
Keluhan Pedagang dan Pembeli
Afi Riskia, seorang penjual sembako di Pasar Besar, mengonfirmasi bahwa situasi pasokan beras saat ini masih sulit dan belum kembali normal. Menurutnya, pengiriman dari distributor masih tersendat, sehingga berdampak pada stok di tingkat pengecer.
“Sekarang juga masih susah, enggak kayak dulu. Jadi ada toko-toko tertentu yang masih kosong,” ujar Afi.
Pencarian Stok yang Melelahkan
Afi menceritakan pengalamannya yang harus berkeliling ke beberapa tempat untuk mencari stok beras demi memenuhi permintaan pelanggan. Dalam pencariannya, ia menemukan sebuah toko yang memiliki banyak stok, baik kemasan 5 kilogram maupun 25 kilogram. Namun, saat hendak membeli, penjual menolak dengan alasan stok tersebut sudah menjadi milik orang lain.
“Pas waktu mau saya beli, katanya itu punya orang, sudah dibayar. Saya kembali lagi 3 hari kemudian, barang itu masih ada, tapi jawabannya tetap sama. Berarti kan ada sesuatu, kenapa enggak dikeluarkan,” ungkap Afi dengan nada kesal.
Menurut Afi, saat ini stok beras medium yang tersedia mayoritas adalah kemasan besar 25 kilogram, sedangkan kemasan 5 kilogram yang lebih praktis untuk kebutuhan rumah tangga masih kosong. Ia juga menjelaskan bahwa dalam kondisi normal dirinya bisa membeli hingga 3-5 sak beras kemasan 25 kilogram sekali order untuk dijual kembali dengan bentuk eceran. Namun, kini ia hanya dibatasi maksimal 2 sak.
Kenaikan Harga yang Mengkhawatirkan
Ketersediaan beras medium yang belum stabil ini secara langsung mendorong kenaikan harga. Afi membenarkan adanya kenaikan harga sekitar Rp 5.000 untuk setiap sak beras kemasan 25 kilogram. Akibatnya, harga eceran di tingkat warung dan toko kini mencapai Rp 16.500 per kilogram.
Meskipun ada kenaikan, Afi menyebut para pembeli cenderung bisa memaklumi. “Ada yang komplain, ‘kok naik?’, tapi ada juga yang bilang, ‘daripada enggak ada barang, enggak apa-apa’,” tuturnya.
Ia menganggap kenaikan harga ini wajar mengingat barang yang sulit didapat. “Mungkin kalau seumpamanya barangnya sudah normal, bisa turun lagi,” katanya.
Pengalaman Pembeli yang Terbatas
Pembatasan ini juga dirasakan langsung oleh Lulu, seorang pembeli sekaligus pemilik warung kecil di kawasan Kiduldalem. Ia menuturkan, pengalamannya saat pasokan sedang langka, di mana ia tidak diizinkan membeli lebih dari satu sak beras.
“Kemarin beli dua (sak), yang 25 kiloan, jadi enggak boleh. Harus beli satu saja, dibatasi cuma satu,” ungkap Lulu.
Kelangkaan paling terasa pada merek-merek yang sudah lama menjadi favorit konsumen, seperti Lahap dan Bintang Biru. Akibatnya, sejumlah merek baru seperti Jingga dan Melon mulai bermunculan di pasar. Namun, menurut Lulu, konsumen cenderung ragu untuk beralih.
“Orang masih cenderung (memilih) merek-merek yang sudah ada. Merk baru itu belum dikenal banyak orang, jadi daripada pelanggan kabur, kita enggak berani (menyediakan),” jelasnya.







