Pemindahan Pedagang Pasar Hewan Barito Tidak Diterima oleh Komunitas
Pemerintah Provinsi Jakarta telah mengeluarkan instruksi kepada para pedagang di Pasar Hewan Barito untuk segera mengosongkan tempat usaha mereka pada awal Agustus 2025. Gubernur Jakarta, Pramono Anung, menyatakan bahwa relokasi tersebut diperlukan sebagai bagian dari rencana pembangunan konektivitas tiga taman yang berada di area tersebut, yaitu Taman Ayodya, Taman Langsat, dan Taman Leuser.
Namun, para pedagang tetap mempertahankan kios mereka hingga hari Senin, 4 Agustus 2025. Di kawasan Barito, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, puluhan kios masih terbuka meskipun ada imbauan resmi dari pihak berwenang. Sikap ini menunjukkan solidaritas kuat dari komunitas pedagang yang menolak kebijakan tersebut.
Salah satu pedagang yang tetap berjualan adalah Dimas. Ia merupakan warga asli Barito yang sudah menjual kucing di pasar tersebut sejak tahun 2013. Ada dua alasan utama yang membuatnya menolak tawaran relokasi dari pemerintah.
Pertama, lokasi baru yang disiapkan di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, dinilai belum siap. Dimas mengatakan bahwa lokasi tersebut masih kosong tanpa adanya bangunan apa pun. “Tempat berjualan tidak ada. Masih kosong lahannya, masih mengambang,” ujarnya saat ditemui di depan kiosnya.
Selain itu, lokasi baru tersebut dinilai kurang strategis. Wilayah Lenteng Agung diketahui lebih panas dan minim penghijauan. Dimas khawatir kondisi cuaca ini akan berdampak buruk terhadap kesehatan hewan yang dijual. “Kasihan hewan-hewan yang kami jual, harus adaptasi di lingkungan baru,” tambahnya.
Selain masalah lokasi, para pedagang juga merasa kesulitan karena tinggal di sekitar Barito. Mereka khawatir relokasi akan meningkatkan biaya transportasi dan energi untuk bolak-balik antara rumah dan tempat kerja. “Ongkos perjalanan, bensin, energi untuk bolak-balik. Jelas ini merugikan kami,” ujar Dimas.
Alasan lain yang disampaikan adalah nilai historis Pasar Hewan Barito. Pasar yang dibangun pada tahun 1987 ini menjadi ikon tersendiri di wilayah Barito. “Seharusnya kan ikon ini dijaga, bukannya dibubarkan dikosongkan,” kata Dimas.
Sikap serupa juga disampaikan oleh Danang, seorang pedagang hewan peliharaan. Ia menilai pemerintah tidak benar-benar ingin merelokasi pedagang, melainkan ingin mengosongkan area tersebut agar pembangunan taman bisa berjalan. “Ini lebih kepada penggusuran, bukan relokasi. Tempatnya saja belum ada,” ujarnya.
Danang juga tidak setuju dengan opsi sementara yang ditawarkan pemerintah, yaitu Pasar Jaya Mampang. Menurut dia, lokasi tersebut tidak ideal untuk menjual hewan dan pakannya. “Tempat sementara itu tidak memadai. Masak kami harus gotong-gotong hewan dan pakannya ke lantai atas. Apalagi banyak pedagang yang berusia lanjut, kasihan,” tambahnya.
Ratusan pedagang di Pasar Hewan Barito menolak relokasi. Mereka menilai rencana ini belum matang, sosialisasi minim, serta dilakukan secara tergesa-gesa. Danang menyarankan agar pemerintah menunda rencana tersebut hingga tahun depan. Menurutnya, Pramono Anung sebaiknya menyelesaikan terlebih dahulu pembangunan gedung untuk pedagang di Lenteng Agung.
Ia juga menyatakan bahwa rencana pemerintah yang tergesa-gesa ini telah memberi dampak negatif bagi para pedagang. Beberapa di antaranya tidak fokus berjualan karena khawatir lapak mereka dipindahkan tanpa kejelasan dan perencanaan matang. “Ini bukan cuma sekadar relokasi, tapi juga soal nasib kami. Tolonglah dipikirkan matang-matang. Cari solusi terbaik,” ujar Wakil Ketua Paguyuban Pasar Hewan Barito ini.