InfoMalangRaya – Kasus pemerasan terhadap pondok pesantren oleh oknum wartawan dan aktivis LSM menyita perhatian publik. Pasalnya, selain dianggap mencederai profesi, tindak pidana tersebut dilakukan oleh petugas dari lembaga perlindungan perempuan dan anak. Psikolog Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Batu Sayekti Pribadiningtyas menyesalkan peristiwa tersebut. Di mana pelaku di antaranya adalah satu dari empat aktivis atau volunteer P2TP2A yang cukup aktif mendampingi berbagai kasus terkait anak dan perempuan.
Baca Juga :
Jelang Pelantikan Kepala Daerah, Pakar Ingatkan Pentingnya Penagih Janji Politik
Yakni Fuad Dwiyono, pria yang juga Ketua Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (RPPAI) diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) Polres Batu belum lama ini. Ia ditangkap bersama Yohanes Lukman Adiwinoto yang mengaku sebagai wartawan. Pemerasan dilakukan terhadap salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di Bumiaji Kota Batu dengan mengaitkan kasus pelecehan seksual oleh pengasuh ponpes yang tengah ditangani Polres Batu. “Berkaitan dengan kasus ini (pemerasan) kami prihatin, selama ini kami berjalan sebagai tim terutama yang perempuan betul-betul menegakkan marwah dan kami punya integritas. Kami bekerja sesuai prosedur, sesuai SOP dan berdasarkan undang-undang. Tapi ketika terjadi perbuatan salah satu oknum sudah diluar wewenang kami dalam tim,” tegas Sayekti, Selasa (18/2/2025). Kasus terkait adalah laporan dugaan pencabulan yang dilakukan seorang pengasuh ponpes berinisial MF terhadap dua anak di bawah umur di Kecamatan Bumiaji. Kasus tersebut telah dilaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Batu dan tengah dalam tahap penyelidikan. Sayekti menceritakan, sejauh proses berjalan pihak P2TP2A juga sempat memediasi kasus pencabulan itu. Upaya damai kedua pihak baik pelaku pelecehan maupun korban dan keluarganya berakhir buntu. Sehingga harus dilanjutkan melalui proses hukum. “Pernah ada mediasi, terduga pelaku dan korban di lembaga kita demi penyelesaian sebaik mungkin dan ternyata deadlock. Terakhir 27 Desember 2024 dan kami rasa harus dilanjutkan ke proses hukum yang berjalan,” tambahnya.
Baca Juga :
BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Simbolis Klaim JKM kepada Pengurus Desa Pelem: Perlindungan Sosial untuk Pekerja Desa
Namun, alih-alih melakukan pendampingan sesuai prosedur, Fuad yang bekerja di bawah P2TP2A diduga melakukan praktik pemerasan kepada pengurus pondok pesantren. Hingga akhirnya diamankan dalam OTT. Sayekti mengaku pihaknya semakin hati-hati agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang serupa sehingga merugikan dan mencoreng kredibilitas lembaga. Terlebih, hanya tersisa tiga orang gabungan aktivis dalam P2TP2A Kota Batu. Ia memastikan, dalam kasus pemerasan adalah perbuatan Fuad di luar lembaga. Sebab, selama ini pendampingan kasus dilakukan dengan tim. Pihaknya juga meminta diberikan sanksi tegas terhadap para pelaku yang mencederai profesi dengan melakukan pemerasan. “Kami lebih berhati-hati lagi dalam tim. Harapan bagi kami, karena tersisa tiga orang sekarang. Kami tetap sesuai marwah dan lurus terutama pendampingan kasus perlindungan perempuan dan anak. Yang Insyaallah kami tangani dengan baik,” imbuhnya.