InfoMalangRaya – Puluhan penambang pasir di aliran lahar Gunung Kelud berbondong-bondong mendatangi Mapolres Blitar Kota, Senin, 3 Maret 2025. Mereka menuntut tambang yang ditutup sejak tujuh bulan terakhir dibuka kembali. Sekitar pukul 10.00 WIB, massa yang berjumlah sekitar 60 orang itu berkumpul di depan markas kepolisian. Mereka membawa berbagai spanduk berisi tuntutan agar pemerintah dan aparat kepolisian memberikan solusi atas penutupan tambang yang menjadi sumber penghidupan mereka.
Baca Juga :
Jejak Perjuangan Ratu Kalinyamat: Episode Serangan ke Malaka 1550 dan 1574
Endang, salah satu perwakilan penambang, menyatakan bahwa penutupan tambang ilegal membuat warga kehilangan mata pencaharian. Ia mengklaim, mayoritas penambang di kawasan lahar Gunung Kelud bergantung pada aktivitas pertambangan pasir untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Sudah hampir tujuh bulan tambang ditutup. Kami tidak punya penghasilan. Kalau memang harus ada izin, tolong dipermudah pengurusannya,” ujar Endang. Menurutnya, proses legalisasi tambang pasir di wilayah Blitar tidak mudah. Ia menyebut prosedur yang panjang dan biaya yang tidak sedikit membuat banyak penambang kesulitan memperoleh izin operasional. Menanggapi tuntutan tersebut, Kapolres Blitar Kota AKBP Titus Yudho Uly menegaskan bahwa pihaknya tidak akan membuka kembali tambang yang beroperasi secara ilegal. Ia menyatakan, penertiban tambang tanpa izin adalah bagian dari upaya menjaga kelestarian lingkungan dan menegakkan aturan hukum. “Kami tidak bisa membiarkan aktivitas tambang ilegal beroperasi. Jika ingin tetap beroperasi, harus memenuhi syarat perizinan yang sesuai dengan aturan Kementerian ESDM,” kata Yudho. Dari 21 tambang pasir yang berada di aliran lahar Gunung Kelud dan masuk dalam wilayah hukum Polres Blitar Kota, Yudho menyebut hanya lima tambang yang memiliki izin resmi. Lima tambang tersebut berada di Kecamatan Nglegok dan Ponggok. Pihak kepolisian, kata Yudho, telah memberikan imbauan kepada para pengusaha tambang untuk segera mengurus izin agar dapat beroperasi secara legal. Namun, hingga saat ini masih banyak yang belum memenuhi ketentuan tersebut.
Baca Juga :
Pesan Rijanto-Beky di Apel Perdana: Birokrasi Kuat, Anggaran Efisien
Meski tetap pada keputusan menutup tambang ilegal, Polres Blitar Kota memahami bahwa banyak warga menggantungkan hidupnya pada sektor pertambangan. Oleh karena itu, Yudho mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk mencari solusi terbaik. “Ini bukan sekadar masalah hukum, tapi juga menyangkut mata pencaharian masyarakat. Kami akan membahas lebih lanjut dengan Forkopimda agar ada solusi yang tidak merugikan siapa pun,” ujarnya. Saat ini, aktivitas tambang pasir di Kabupaten Blitar memang menjadi isu yang kompleks. Di satu sisi, eksploitasi pasir tanpa izin bisa merusak lingkungan dan menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat luas. Namun di sisi lain, tambang pasir juga menjadi sumber penghidupan bagi banyak orang. Para penambang berharap ada kebijakan yang lebih berpihak kepada mereka. Namun, tanpa kepastian hukum dan izin yang jelas, harapan itu tampaknya sulit terwujud.