Kritik terhadap Tindakan Anggota DPR yang Berjoget di Sidang Parlemen
Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Virdika Rizky Utama, memberikan kritik tajam terhadap perbuatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berjoget dalam sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Ia menilai bahwa alasan yang diberikan oleh Surya Utama atau Uya Kuya untuk bertindak demikian tidak dapat dibenarkan.
Virdika menekankan bahwa seorang wakil rakyat seharusnya mampu merespons kritik dengan kesadaran penuh atas tanggung jawab dan mandat yang diemban. Menurutnya, keberadaan seseorang sebagai anggota DPR bukanlah sekadar profesi tambahan, melainkan jabatan publik yang membutuhkan etika dan keseriusan.
Sebelumnya, Uya Kuya menyatakan bahwa dirinya adalah seorang artis sekaligus anggota legislatif. Ia juga mengatakan bahwa semua anggota DPR seharusnya seperti konten kreator yang aktif membagikan aktivitas mereka melalui media sosial. Namun, Virdika menilai argumen ini tidak relevan. Jabatan anggota DPR merupakan posisi yang memiliki tanggung jawab besar, terutama dalam menjalankan fungsi deliberasi yang berdampak langsung pada kehidupan rakyat.
Menurut Virdika, ketika para anggota DPR menggunakan ruang sidang untuk berjoget, maka hal ini bisa dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap institusi. Ia menyoroti perbedaan penting antara panggung hiburan yang berorientasi pada popularitas dan forum legislatif yang berorientasi pada integritas serta kehormatan.
Selain itu, Virdika juga mengkritik pembelaan Uya Kuya yang menyebut bahwa media sosial seharusnya digunakan untuk memperkuat representasi politik. Menurutnya, media sosial justru sering kali digunakan untuk mencari likes dan views, bukan untuk memperkuat peran wakil rakyat.
Beberapa Pengingat dari Virdika kepada Anggota DPR
Virdika memberikan beberapa pengingat penting kepada Uya Kuya dan seluruh anggota DPR. Pertama, ia menyerukan agar para anggota legislatif kembali ke hakikat mandat rakyat. Ia mengingatkan bahwa kursi yang diduduki oleh anggota DPR bukan berasal dari audisi, melainkan dari kepercayaan konstituen. Mandat tersebut adalah amanah suci yang dibiayai oleh uang pajak rakyat. Maka, mengabaikan mandat ini demi pencitraan pribadi bisa disebut sebagai pengkhianatan etis.
Kedua, Virdika mendesak DPR untuk menjaga marwah institusi. Sebagai salah satu pilar utama demokrasi, sikap yang menunjukkan pelemahan fungsi parlemen menjadi arena hiburan bisa merusak kredibilitas dan kehormatan DPR di mata masyarakat. Di tengah rendahnya tingkat kepercayaan publik, tindakan semacam ini hanya akan mempercepat erosi keyakinan terhadap sistem demokrasi itu sendiri.
Ketiga, Virdika menekankan pentingnya memperbarui sensitivitas sosial anggota DPR. Seorang wakil rakyat seharusnya mampu mencerminkan suasana hati dan realitas sosial-ekonomi masyarakat yang diwakilinya. Ketika rakyat tengah menghadapi tantangan berat, sikap riang di ruang sidang dapat dianggap sebagai bentuk arogansi dan ketidakpedulian. Hal ini menunjukkan adanya diskonektivitas mental antara para elite politik dan realitas yang dihadapi oleh rakyat yang mereka wakili.