Kebingungan Pengusaha Bus Akibat Aturan Royalti Musik
Penerapan aturan royalti musik yang baru-baru ini menjadi perdebatan mengakibatkan kebingungan bagi para pengusaha bus. Aturan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 dinilai tidak jelas dan kurang sosialisasi. Hal ini disampaikan oleh Kurnia Lesani Adnan, Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (Ipomi). Menurutnya, lembaga terkait seperti Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) belum melakukan sosialisasi yang memadai terhadap aturan tersebut.
Ia menyatakan bahwa pihaknya merasa jauh dari pemahaman terhadap aturan ini. “Tidak pernah ada diskusi dalam penyusunan, uji materi, uji publik, dan sosialisasi yang baik terhadap aturan ini,” ujarnya saat dihubungi. Dampak dari ketidakjelasan ini adalah banyak angkutan bus antar kota dalam provinsi (AKDP), antar kota antar provinsi, hingga bus pariwisata yang mematikan musik selama armadanya beroperasi. Langkah ini dilakukan sebagai tindakan pencegahan karena khawatir akan dipermasalahkan.
“Bisa dilihat di media sosial dan di seluruh angkutan umum orang, kami mematikan audio bus saat beroperasi,” tambahnya. Menurut Sani, PP No. 56 Tahun 2021 lebih ditujukan untuk aktivitas musik komersial. Sementara itu, pemutaran musik di bus hanya dianggap sebagai fasilitas tambahan.
“Benchmark-nya bukan terhadap tempat umum seperti kafe atau restoran, tapi lebih pada aktivitas komersial. Sementara kami hanya menggunakan musik sebagai fasilitas tambahan,” ujar pemilik PO SAN tersebut. Meskipun hingga kini belum ada anggota Ipomi yang diminta membayar royalti, rasa khawatir sudah muncul. Ia takut jika tidak menerapkan aturan ini, maka bisa saja terjadi tagihan royalti seperti yang dialami kedai mie kekinian di Bali.
“Pastinya kejadian di kedai mie menjadi contoh konkret, cepat atau lambat akan terjadi dengan kami,” katanya. Sani menyarankan agar pemerintah dan lembaga terkait segera duduk bersama dengan pelaku usaha untuk mencari solusi yang adil. “Mereka bicara dan sepakati yang baik dengan rasional yang jelas saja. Pemerintah harus segera mengkaji ulang aturan yang sudah bikin gaduh ini,” pungkasnya.