Pengusaha Malang Menggugat Proses Lelang Aset yang Dinilai Tidak Adil
Seorang pengusaha asal Malang, Eka Pragawinata, tengah menghadapi permasalahan hukum terkait lelang aset pabrik yang dianggap tidak adil. Gugatan ini melibatkan PT Bank PDS Tbk dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Malang. Dalam kasus ini, Eka menilai bahwa proses lelang yang dilakukan justru merugikan pihaknya secara signifikan.
Aset yang menjadi objek lelang adalah pabrik dengan nilai taksiran sebesar Rp 40 miliar. Namun, dalam proses lelang, aset tersebut justru terjual dengan harga yang jauh lebih rendah, yaitu hanya Rp 20,5 miliar. Hal ini menimbulkan dugaan adanya ketidakwajaran dalam proses lelang yang dilakukan.
Menurut Eka, lelang tersebut memiliki kondisi yang mencurigakan karena pemenang lelang ternyata adalah pihak bank itu sendiri. Ini menunjukkan adanya kecurigaan bahwa proses lelang tidak dilakukan secara transparan dan sesuai aturan hukum. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diajukan oleh Eka telah resmi terdaftar di Pengadilan Negeri (PN) Malang pada 18 Juli 2025 dengan nomor register perkara 224/Pdt.G/2025/PN Mlg.
Dr Yayan Riyanto, kuasa hukum Eka, menyatakan bahwa lelang ini jelas melanggar aturan hukum dan sangat merugikan klien mereka. Ia menuntut keadilan dan pembatalan lelang yang cacat hukum. “Kami menuntut agar proses lelang yang dilakukan tidak sah dan harus dibatalkan,” ujarnya.
Masalah ini bermula pada 27 Mei 2025 ketika KPKNL Malang melaksanakan lelang eksekusi hak tanggungan atas sembilan bidang tanah dan bangunan milik Eka. Aset yang terletak di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, dilelang atas permohonan Bank PDS melalui Pengadilan Agama (PA) Malang terkait sisa pinjaman sebesar Rp 19,5 miliar.
Ironisnya, lelang tersebut tetap dilaksanakan meskipun pihak Eka telah mendaftarkan gugatan perlawanan di Pengadilan Agama Malang pada 19 Mei 2025. Pihak Bank PDS dan KPKNL bahkan telah menerima pemberitahuan resmi pada 21 Mei 2025 dengan jadwal sidang pertama ditetapkan pada 28 Mei 2025. Namun, aset klien kami sudah dieksekusi sehari sebelumnya, dengan pemenang lelang adalah Bank PDS sendiri.
Yayan menjelaskan bahwa kerugian terbesar yang dialami Eka adalah nilai jual aset yang sangat tidak wajar. Total sembilan sertifikat hak milik (SHM) dengan luas keseluruhan 9.828 meter persegi, yang menurut taksiran independen bernilai sekitar Rp 40 miliar, justru laku dengan harga Rp 20,5 miliar. Bahkan, harga tersebut jauh di bawah total nilai hak tanggungan yang terikat pada aset, yaitu sebesar Rp 54,3 miliar.
Dalam gugatannya di PN Malang, Eka menuntut agar majelis hakim menyatakan seluruh proses lelang batal demi hukum. Poin-poin utama tuntutan yang diajukan mencakup pernyataan bahwa tindakan Bank PDS yang membeli sendiri objek lelang dengan harga di bawah pasar adalah perbuatan melawan hukum. Selain itu, mereka juga menuntut agar perbuatan KPKNL Malang yang melaksanakan lelang saat objek masih dalam sengketa dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum.
Eka juga meminta agar lelang eksekusi yang dilaksanakan pada 27 Mei 2025 dibatalkan dan menyatakan pemenangnya tidak sah. Selain itu, dia menuntut agar Bank PDS dan KPKNL secara tanggung renteng membayar kerugian materiil sebesar Rp 20,5 miliar dan imateriil Rp 10 miliar. Tuntutan lainnya termasuk pengembalian seluruh sertifikat jaminan milik Eka setelah pelunasan sisa utang Rp 19,5 miliar dan pengajuan sita jaminan terhadap kantor Bank PDS Cabang Malang.
Gugatan ini juga melibatkan Notaris berinisial DAW dan Kepala Kantor ATR/BPN Kota Malang sebagai Turut Tergugat. Hingga berita ini diturunkan, pihak Bank PDS Cabang Malang belum memberikan keterangan perinci. Sementara itu, sumber dari KPKNL Malang yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa surat terkait permasalahan tersebut telah dijawab kepada pihak yang bersangkutan.