Sebagaimana diketahui dan terbukti, Al-Qur’an adalah firman Allah yang terakhir untuk umat manusia, Allah pun berjanji untuk menjaganya. Semenjak Al-Qur’an diturunkan yakni pada masa Nabi Saw, Al-Quran telah menghadapi berbagai tuduhan.
Orang-orang kafir Quraisy mengklaim bahwa Al-Qur’an bukan berasal dari Allah, tetapi dari setan yang membisikkan wahyu tersebut, atau bahwa Nabi menerima wahyu dari ahli kitab. Tuduhan-tuduhan ini dijawab oleh Al-Qur’an sendiri pada saat itu juga dengan sangat telak.
Dan jawaban Al-Quran tetap abadi, siap untuk melawan klaim-klaim orientalis yang mengulanginya dengan memberikan selubung metodologis dan akademis.
Pengertian Orientalisme
Secara bahasa, orient berarti Asia, dan Timur Jauh (Far East). Orientalis: “seorang ahli dalam bidang bahasa, peradaban dan lain sebagainya di negara-negara Timur” (a specialist in the languages, civilizations, etc of the countries of the orient).
Menurut Edward W. Said: “Siapa saja yang mengajar, menulis atau meneliti tentang ketimuran bisa disebut orientalis, dan semua ini mencakup apakah orang itu seorang antropolog, sosiolog, sejarawan, atau ahli bahasa; atau apakah yang dikaji merupakan aspek-aspek spesifik atau umum. Semua itu digolongkan sebagai orientalis, dan apa yang ia lakukan disebut dengan orientalisme” (anyone who teaches, writes, or research the Orient and this applies whether the person is an anthropologist, sociologist, historian, or philologist either in its specific or general aspects is an orientalist, and what he or she does is orientalism).
Lebih jauh Said menyatakan: “Orientalisme merupakan upaya Barat untuk mendominasi, menstruktur kembali, dan menguasai Timur” (Orientalism is a western style for dominating, restructuring, and having authority over the Orient). Seringkali juga disebutkan bahwa orientalisme merupakan sikap tidak simpati pihak Barat terhadap orang-orang Timur (Muslim dan Arab). Ungkapan Said ini sejalan dengan ungkapan-ungkapan sejumlah peneliti lainnya tentang relasi Barat dan Timur. (Kontroversi Orientalisme dalam Studi Islam, hal. 78)
Titik Persamaan Orientalis dengan Kafir Quraisy
Perlu diketahui, bahwa keraguan para orientalis, baik yang dulu maupun yang sekarang, tidak berbeda dari keraguan yang dibangkitkan oleh orang-orang kafir Quraisy, yang telah ditanggapi dan dibantah oleh Al-Qur’an sejak diturunkan. Salah satu keraguan pertama yang dibantah oleh Al-Qur’an adalah tuduhan bahwa Nabi mengambil dari ahli kitab atau dari kaum Hanif, atau dengan menggambarkan Nabi sebagai seorang jenius dan reformis sosial, sehingga Al-Qur’an dianggap sebagai kata-kata Muhammad, bukan wahyu ilahi.
Oleh karena itu, banyak orientalis mengklaim bahwa Al-Qur’an adalah buatan dan karangan Muhammad, serta menuduh bahwa isinya diambil dari kitab-kitab agama Yahudi dan Nasrani, atau bahwa Nabi mengambil ajaran tersebut dari pendeta Bahira yang ditemuinya dalam perjalanan perdagangan sebelum kenabian.
Pun beberapa orientalis ini menggunakan cerita-cerita khayalan hasil dari pikiran mereka sendiri untuk mendukung kebenaran klamnya. Klaim lain, bahwa Nabi mengambil Al-Qur’an dari Waraqah bin Naufal. Beberapa menganggap wahyu sebagai gangguan psikologis. Namun, bagaimana mungkin gangguan psikologis menghasilkan teks yang begitu sempurna dan menakjubkan?!
Allah Ta’ala berfirman:
وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْۤا اِنْ هٰذَاۤ اِلَّاۤ اِفْكُ ٱِفْتَـرٰٮهُ وَاَعَانَهٗ عَلَيْهِ قَوْمٌ اٰخَرُوْنَ ۚ فَقَدْ جَآءُوْ ظُلْمًا وَّزُوْرًا
“Dan orang-orang kafir berkata, “( Alquran) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh dia (Nabi Muhammad) dengan dibantu oleh orang-orang lain,” Sungguh, mereka telah berbuat zalim dan dusta yang besar. (QS Al Furqan: 04)
Bahkan dalam ayat lain Allah menantang seluruh manusia termasuk orang-orang arab tentunya, beserta penolongnya baik dari kalangan jin dan manusia untuk membuat satu surat saja yang sama fasahah maupun balaghahnya yang semisal dengan Al-Qur’an.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَاِنْ کُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِّنْ مِّثْلِهٖ ۖ وَا دْعُوْا شُهَدَآءَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
“Dan jika kamu meragukan (Alquran) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (al-Baqarah ayat 23)
Mengenai kemungkinan datangnya Al-Quran, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam nidzam Al-Islam telah mengurai secara apik bahwa hanya ada 3 kemungkinan:
Pertama; Al-Quran buatan orang Arab. Karena Al-Quran berbahasa arab yang sangat fasih. Kemungkinan pertama ini batil karena semua manusia ditantang membuat satu surat saja tidak mampu apalagi membuat lebih dari satu surat, lebih-lebih tidak mampu lagi jika membuat semisal seluruh Al-Quran.
Kedua: Al-Quran buatan Nabi Saw. Kemungkinan ini juga batil karena nabi Muhammad Saw juga bagian dari orang Arab. Juga gaya bahasa Al-Quran dengan Hadits sangat berbeda sekali.
Ketiga: Kalamullah. Inilah satu-satunya kemungkinan yang tersisa dan tentunya tidak ada kemungkinan lain sehingga menjadi kepastian bahwa Al-Quran adalah kalamullah.
Tuduhan lain yakni Al-Quran diklaim oleh orang-orang kafir adalah buatan salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw. Al-Quran pun telah membantahnya dengan jelas:
“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya Al Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam, sedang Al Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang” (QS. An-Nahl: 103)
Dalam tafsir Ibnu katsir disebutkan bahwa seorang lelaki sahabat Nabi Saw itu adalah seorang pedagang yang menjual barang-barangnya di Safa. Terkadang Rasulullah saw duduk dengannya dan berbincang dengannya tentang sesuatu. Lelaki itu tersebut berbahasa non Arab, tidak mengetahui bahasa Arab, atau hanya mengetahui sedikit, sekedar untuk menjawab sesuatu yang harus dia jawab. Oleh karena itu Allah membantah apa yang mereka buat-buat itu padahal bahasa orang itu adalah bahasa ‘Ajam (non arab).
Isu Utama Orientalis
Masalah wahyu adalah salah satu isu paling penting yang dibahas dalam buku-buku para orientalis, dan hal tersebut menjadi salah satu isu utama mereka. Padahal, keimanan kepada wahyu adalah pintu masuk untuk beriman kepada Kitab dan kepada Rasul, sehingga wahyu menarik perhatian para orientalis untuk meragukannya, yang pada gilirannya dapat meragukan seluruh massages (pesan-pesan) yang dibawa oleh Islam.
Sejumlah ensiklopedia orientalis tentang Al-Qur’an diantaranya membahas isu perbedaan teks Al-Qur’an di antara berbagai mushaf, penelitian naskah-naskah Al-Quran yang ditulis tangan, dst.
Dalam kitab “Madkholun Ilal Qur’an, Syaikh Dr. Muhammad Abdullah Diraj membahas semua asumsi orientalis mengenai kemungkinan adanya sumber manusia untuk Al-Qur’an dan meninjaunya secara mendalam, menunjukkan kesalahan dan kebatilan mereka. Dalam kitab ini dijelaskan metodologi penulisan dan penumpulan Al-Quran di masa Nabi Saw dan sahabat, termasuk bagimana ketentuan konsepsi keabsahan Al-Quran.
Dalam khotimah bukunya, Dr. Muhammad Abdullah menulis:
ينحصر في خط أساسي ،و هو أنه كان على درجة ممتازة من الأخلاق .فلقد عرف في شبابه بين مواطنيه باسم الأمين ،كما يحدثنا مؤرخوه. وفي مشاغله اليومية لم يرتكب عملاً يشينه، ولم يشترك في عبادة الأوثان، وطبقاً لما يقول أعداوه، فإنه لم يكذب أبداً
“Nabi Muhammad Saw terikat pada satu asas pokok, yaitu bahwa Beliau Saw memiliki derajat akhlak yang sangat tinggi, Nabi saw dikenal sebagai pemuda “Al-Amin” di kalangan sesama kaumnya, sebagaimana juga seperti yang diceritakan oleh para sejahrawan. Dalam kegiatan sehari-harinya, dia Saw, tidak pernah melakukan tindakan yang tidak pantas baginya, tidak bersekutu dalam penyembahan berhala, dan menurut lawan-lawannya, dia tidak pernah berbohong sama sekali”. (Muhammad Abdullah, Madkholul Ilal Qur’an, hal 167)
Orientasi Para Orientalis
Pertanyaannya apa yang menjadi tujuan para orientalis dalam melakukan aktivitas mereka dengan melakukan penelitian yang bersifat subjektif terhadap Al-Quran? Mengingat proyek yang digarap mereka bukan sebatas aktivitas individual melainkan kelembagaan, oliver Lehnan misalnya
Tercatat, Penelitiannya tentang Al-Qur’an oleh orientalis dimulai sejak abad 16 digawangi tokoh dari Yahudi dan Kristen dengan spirit anti Islam yang sejak awal memang Al-Quran membeberkan kerancuan kedua agama tersebut, disamping reaksi atas kekalahan mereka di perang Salib.
Orientasi para orientalis dalam penelitiannya terhadap Al-Qur’an terindikasi didorong oleh tujuan-tujuan agama maupun kolonial. Al-Qur’an menjadi penghalang bagi kekuatan kolonial dalam memperluas dominasi mereka atas umat Islam, serta penghalang bagi proyek-proyek westernisasi. Al-Qur’an juga mampu membangkitkan perasaan keislaman melawan kekuatan kolonial.
Dari sisi agama, para orientalis melihat Al-Qur’an sebagai ancaman bagi agama mereka dan kitab-kitab suci mereka, terutama karena Al-Qur’an mengkritik keras kitab-kitab tersebut setelah mengalami penyimpangan. Selain itu, Al-Qur’an membahas banyak isu yang juga dibahas dalam kitab-kitab tersebut, dengan menyajikan kebenaran sejarah yang jauh dari kepalsuan penyimpangan yang merusak kitab-kitab itu. Oleh karena itu, mereka melihat Al-Qur’an sebagai ancaman yang harus dihadapi.
Beberapa dampak orientalisme yang dapat diindera bagi dunia Islam diantaranya:
Stereotip: Orientalisme sering kali menghasilkan stereotip negatif tentang dunia Islam, menggambarkan Muslim sebagai terbelakang dan irasional.
Penyebaran Ide-ide Barat: Melalui kolonialisme dan pengaruh budaya, orientalisme membantu menyebarkan ide-ide Barat, termasuk konsep sekularisme. Ini sering kali mempengaruhi elite terdidik di negara-negara Muslim, yang kadang-kadang mengadopsi model-model sekular dari Barat dalam upaya modernisasi.
Westernisasi dan Reformasi: Orientalisme mendorong negara-negara Muslim untuk mengadopsi reformasi sosial, politik, dan ekonomi yang sering kali dikaitkan dengan sekularisme. Ini terlihat dalam berbagai gerakan reformasi di Timur Tengah dan Asia Selatan yang mencoba meniru model pemerintahan dan pendidikan Barat.
Kolonialisme: Orientalisme sering digunakan untuk membenarkan penjajahan dan eksploitasi negara-negara Muslim oleh kekuatan-kekuatan Barat, dengan klaim bahwa Barat memiliki misi untuk “memperadabkan” Timur.
Distorsi Sejarah: Pendekatan orientalis kadang-kadang mengabaikan atau mendistorsi sejarah dan kontribusi peradaban Islam, sehingga mengaburkan pemahaman yang benar tentang peran penting dunia Islam dalam perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan budaya global.
Dominasi Budaya: Pendekatan orientalis cenderung menempatkan budaya Barat sebagai superior dan budaya Timur sebagai inferior. Ini dapat melemahkan identitas budaya Islam.
Maka sudah selayaknya kaum muslim berhati-hati dengan berbagai isu dari para orientalis sekaligus derivatnya. Istiqomah dengan keyakinan Islam dan terus gelorakan kebangkitan Islam melawan segala bentuk kolonialisme dengan upaya penerapan syariah Islam secara kaffah. Wallahu A’lam
Daftar Pustaka:
Nidzam Al-Islam, Al-‘Allamah Taqiyuddin An-Nabhani
Ar-Rahiqul Makhtum, Syaifurrahman Al-Maburakfuri
Madkholun Ilal Qur’an, Dr. Muhammad Abdullah4. “Orientalism”, Edward Said
Mustofa ‘Asyur, Al-Quran Wal Mustaqriqun
Kontroversi Orientalis dalam Studi Islam