Blitar (IMR) – Peraturan Daerah (Perda) tentang pembatasan jumlah minimarket berjejaring di Kota Blitar akan direvisi. Perda tersebut akan direvisi dan disesuaikan dengan kondisi lapangan saat ini. Langkah ini memicu pertanyaan, siapa yang akan diuntungkan dari perubahan aturan yang selama ini bertujuan melindungi toko kelontong lokal tersebut?
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Blitar, Heru Eko Pramono pun berharap revisi perda, nantinya dapat menata keberadaan toko modern agar tidak menimbulkan persaingan signifikan bagi pasar tradisional dan usaha sejenis.
“Diharapkan keberadaan toko modern agar tidak menimbulkan persaingan signifikan bagi pasar tradisional dan usaha sejenis,” ucap Heru, Rabu (13/8/2025).
Heru menegaskan bahwa kebijakan pengembangan toko modern menjadi kewenangan Disperindag, sehingga perizinan pengembangan toko modern berjejaring masih menunggu kajian lebih lanjut dari OPD terkait. Sementara, DPMPTSP menangani perizinan pendirian bangunannya. Meski demikian, pihaknya terus melakukan koordinasi intens terkait hal tersebut.
“Untuk pengembangan toko modern berjejaring kedepan kami akan menunggu informasi dan koordinasi bersama Disperindag Kota Blitar, kita tidak bisa berjalan sendiri karena perlu adanya sinergi yang kuat,” tegas Heru.
Selama ini, Perda Nomor 1 Tahun 2018 membatasi jumlah minimarket hanya 22 unit. Namun, faktanya di lapangan, saat ini sudah ada 42 minimarket yang beroperasi, dengan 20 di antaranya tanpa izin resmi. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Blitar, yang menganggap perda tersebut sudah tidak efektif.
Ketua Komisi 2 DPRD Kota Blitar Yohan Tri Waluyo menyebut jika sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) No. 1 tahun 2018, maka jumlah minimarket modern yang diperbolehkan berdiri hanya 22 unit saja.
“Namun hingga awal tahun 2025 ini justru ada sekitar 42 pasar market berjejaring. Bahkan ada juga beberapa yang sudah mengajukan izin lagi,” ucapnya, Selasa (14/1/2025) lalu.
Tentu saja, hal ini sangat bertentangan dan melanggar perda yang sudah ada. Sebenarnya peraturan daerah tersebut dibuat salah satu tujuannya adalah untuk melindungi keberadaan toko kelontong yang selama ini dikelola oleh masyarakat kecil.
“Kita masih berpatokan pada Perda sebelumnya dan sampai saat ini masih belum ada perubahan. Jadi kita tidak akan memberikan izin apapun itu,” tandasnya.
DPRD Kota Blitar pun sebenarnya sudah memberikan deadline terkait hal itu. Namun hingga deadline tersebut habis, belum ada keputusan apapun soal perizinan.
“Kita beri waktu hingga 1 Maret 2025 mendatang untuk mengambil tindakan bagi pasar modern berjejaring ini. Selama peraturan masih belum ganti, ya akan kita tindak tegas,” tegasnya.
Tentu patut dinanti seperti apa akhir dari drama penertiban minimarket ilegal di Kota Blitar ini. Akankah keluar Perda yang baru sehingga minimarket-minimarket tersebut bisa beroperasi secara legal atau tetap menggantung seperti saat ini. [owi/beq]