





- Charukesi Ramadurai
- BBC Travel

Sumber gambar, Dethan Punalur/Getty Images
Tak seorangpun menumpang Nilgiri Mountain Railway untuk bepergian dari daerah A ke daerah B, tapi mereka menaikinya demi bersenang-senang di atas gerbong kereta api yang melintasi 16 terowongan, 250 jembatan dan 208 kelokan yang mengular.
Film Bollywood Dil Se mendapat sambutan hangat di bioskop-bioskop India, dan salah satu rangkaian lagu dari film tersebut tetap menjadi melodi favorit selama 25 tahun.
Chaiyya Chaiyya tidak hanya diingat karena nada-nadanya yang mudah diingat, tetapi juga lantaran gambarnya diambil seluruhnya di atas kereta yang tengah melaju.
Aktor idola India, Shah Rukh Khan, berjingkrak-jingkrak dengan sekelompok penari cadangan saat kereta bergerak perlahan melintasi daerah perbukitan nan subur, melewati perkebunan teh dan jembatan yang tinggi, serta uap mengepul dari mesin kereta uap kuno.
Saya juga pernah bepergian dengan kereta yang sama ini, meskipun perjalanannya jauh lebih nyaman dan tak serumit perjalanan Khan.
Nilgiri Mountain Railway (Nilgiri diterjemahkan menjadi “gunung biru” yang berasal dari rona kebiruan yang dipancarkan matahari di perbukitan), yang oleh penduduk setempat dianggap sebagai NMR atau lebih dikenal sebagai “kereta mainan”, adalah contoh bagus dari suatu klise bahwa ‘perjalanan itu sendiri adalah tujuannya’.
Melaju melalui Negara Bagian Tamil Nadu, kereta ini merupakan kereta paling lambat di India karena jalurnya melalui rute dengan kemiringan yang amat curam.
Dibutuhkan sekitar lima jam untuk menempuh jarak 46 kilometer, mendaki dari kota Mettupalayam di kaki bukit Nilgiris ke kota perbukitan Udhagamandalam, yang diubah dalam bahasa Inggris menjadi Ootacamund dan disingkat oleh orang India menjadi Ooty.
Perjalanan pulang yang menurun, lebih singkat satu jam, tetapi perjalanan melalui kendaraan roda empat hanya menghabiskan waktu lebih singkat.
Sumber gambar, Raimond/Getty Images
‘Nilgiri Mountain Railway’ menghubungkan Metupalayam dan Ooty di negara bagian Tamil Nadu Selatan, India.
Sudah pasti tak seorang pun yang naik NMR untuk bepergian dari daerah A ke ke daerah B, tetapi sekedar bersenang-senang naik kereta yang melewati 16 terowongan, 250 jembatan dan 208 tikungan-tikungan curam di pegunungan Western Ghats yang kaya akan keanekaragaman hayati, salah-satu situs Warisan Dunia UNESCO.
Dengan tiket kelas utama seharga 600 Rupee (sekitar Rp110 ribu), saya naik kereta biru itu di Ooty pada pagi nan sejuk, amat bergairah untuk merasakan sensasi menumpang Nilgiris yang klasik ini. (Harga tiket kelas dua kurang dari setengahnya, tetapi tanpa bantalan ringan di kursinya).
D Om Prakash Narayan, kepala humas Southern Railway, yang bertanggungjawab atas kereta itu, mengatakan kepada saya, “Ketika Anda naik kereta itu, rasanya seperti ada di dimensi lain.”
Saya dapat memahami apa maksudnya ketika saya naik gerbong kecil ini.
Sejumlah keluarga dengan anak-anak ramai berkerumun di sekitar jendela, menunggu panorama menjanjikan ala Nilgiris.
Ada perasaan nyata di antara para penumpang, yang semuanya dalam suasana liburan, bersorak dan bertepuk tangan ketika kereta melewati terowongan yang gelap.
Sumber gambar, Sreekanth G/Getty Images
Terletak di ketinggian 2.240 meter, Ooty didirikan sebagai resort musim panas bagi petinggi imperium Inggris.
Ooty adalah salah satu stasiun tertua di kawasan dataran tinggi India.
Kota-kota yang terletak di kawasan yang lebih tinggi ini merupakan tempat peristirahatan musim panas para elit penguasa imperium Inggris, saat itu.
Mereka merasa perlu melepaskan diri dari kepenatan dari teriknya dataran rendah.
Kini, Ooty tetap populer bagi wisatawan lokal yang mencari liburan atau berulan madu di kawasan yang berhawa sejuk itu.
Tempat itu merupakan kota kecil yang ramai dengan sisa-sisa imperium yang tersembunyi di antara kekacauan perkotaan India.
Tetapi begitu kita meninggalkan Ooty, ingatan pada imperium Inggris mulai muncul, dengan nama-nama stasiun seperti Loverdale, Wellington, Adderly dan Runnymede.
“Rasanya tidak ada yang berubah dari zaman kolonial Inggris, waktu seperti berhenti di sini,” kata Sharanya Sitaraman, yang baru-baru ini melakukan perjalanan dengan kereta ini dengan keluarganya.
“Kita nyaris dapat membayangkan para perempuan Eropa dengan topi-topi lucu turun dari kereta di stasiun-stasiun kecil.”
Sisa-sisa Imperium – atau Raj, demikian sebutannya di India – terutama terlihat dalam desain kolonial beberapa bangunan tua di seberang Nilgiris: kantor, bungalo (beberapa di antaranya sekarang menjadi hotel butik) dan gereja.
Nuansa kolonial begitu menggugah sehingga stasiun Coonoor, hanya satu jam perjalanan dari Ooty, menjadi bagian dari kota fiksi Chandrapore dalam film adaptasi David Lean (1984) dari novel EM Forster, A Passage to India.
“Orang-orang di kereta ini masih melihat hal yang sama seperti yang dilihat orang lebih dari 100 tahun lalu,” kata pensiunan jurnalis D Radhakrishnan, yang melaporkan selama beberapa dekade dari wilayah Nilgiris.
Sumber gambar, Dethan Punalur/Getty Images
Stasiun Coonoor menjadi latar bagi film karya David Lean, A Passage to India, yang merupakan adaptasi dari novel EM Foster.
Narayan, veteran jalur kereta ini lebih dari 30 tahun, bersepakat:
“Ooty dan Coonoor telah dieksploitasi sumber daya alamnya, demi pembangunan, dan Anda dapat menemukan ini kalau Anda melakukan perjalanan darat.
“Tetapi kalau Anda melakukan perjalanan dengan kereta api, rasanya tidak ada yang berubah.”
Kami melewati perkebunan teh, melihat para pekerja membungkuk di atas dedaunan, dan air terjun yang bermunculan setelah musim hujan.
Saya terus mencondongkan tubuh ke luar jendela untuk melihat rangkaian kereta yang berkelok-kelok, berusaha agar mata saya tetap terbuka untuk melihat bison India atau gajah di semak belukar.
Ada aktivitas yang tidak berhenti, orang-orang turun dari kereta untuk melemaskan kaki dan berfoto-foto di stasiun-stasiun yang dilewati.
Memang terkadang kereta itu berhenti demi untuk kebutuhan penumpang, tetapi ada pula berhenti di stasiun tertentu untuk mengisi air guna kebutuhan lokomotif uap.
Kereta berhenti di Coonoor relatof lebih lama.
Di stasiun ini, kereta berubah dari lokomotif diesel, yang digunakan untuk perjalanan pada rute datar, menjadi lokomotif uap, yang bertenaga lebih besar ketika perjalanan menanjak ke lereng yang serba berbukit.
Pemandangan yang serba melenakan serta ayunan lembut kereta membuat saya nyaris mengantuk.
Di salah satu perhentian air, saya menikmati chai panas dan masala vada (gorengan pedas) yang dijual oleh warga lokal, elemen klasik dari setiap perjalanan kereta api di India.
Seorang jurnalis yang berbasis di Mangalore, Subha J Rao, tumbuh besar di kawasan di dekat Mettupalayam. Dia memiliki kenangan menyenangkan tentang perjalanan kereta api dari masa kecilnya.
“Kami sebenarnya bisa turun dan berjalan bersama kereta,” ujarnya.
“Sebagai orang dewasa, saat ini kami berbicara tentang romansa perjalanan kereta api, tetapi sebagai anak-anak kami hanya menikmati pengalaman itu, bahkan dengan semua jelaga dan asap dari mesin uap.”
Sumber gambar, Charukesi Ramadurai
Pemandangan dari kereta didominasi oleh perkebunan teh.
Keberadaan semuanya berkat pemerintah Inggris, yang membangunnya sebagai sarana perjalanan yang nyaman menuju tempat yang beriklim lebih dingin selama musim panas nan terik.
Tetapi Radhakrishnan segera menambahkan, “Mereka membangun jalur kereta api itu sepenuhnya untuk kenyamanan mereka sendiri, bukan untuk kepentingan masyarakat India. Jika mereka bisa membawa rel-rel itu pulang, pasti mereka sudah melakukannya.”
Apapun niatnya, membuat rute di medan perbukitan yang berbahaya ini sangat menantang.
Menurut UNESCO, “Dengan ketinggian 326 meter sampai 2.203 meter, jalur kereta api ini menunjukkan teknologi terbaru saat itu.”
Narayan menjelaskan bahwa kemiringan di beberapa bagian, seperti bentangan antara Kallar dan Coonoor, sangat curam sehingga harus menggunakan sistem rak dan pinion yang tidak biasa.
Artinya, rel tambahan dengan gigi tajam di tengah rel (rak) mencengkeram roda bergigi (pinion) pada gerbong untuk mencegahnya terpeleset dan tergelincir.
Hal itu dirancang oleh tim teknis ahli dari Swiss yang disewa oleh Inggris untuk merancang dan mengawasi konstruksi.
Saat ini rancangan seperti ini hanya ditemukan di beberapa jalur kereta Swiss lainnya, selain NMR, dan masih berfungsi hingga hari ini.
Pekerjaan di jalan kereta api ini mulai pada 1891 dan menghabiskan waktu 17 tahun untuk menyelesaikannya, dan menjadikannya tahun ke 115 sejak kereta ini dioperasikan.
Ooty sendiri bersiap untuk merayakan ulang tahun sebuah tonggak sejarah pada 2023, karena tepat 200 tahun sejak pejabat Inggris John Sullivan menemukan pedesaan di perbukitan yang menenangkan ini, dan menambahkannya ke daftar retrit musim panas para pejabat yang semakin meningkat.
Hal itu berarti NMR telah menjadi bagian dari warisan Ooty selama lebih dari separuh keberadaannya.
Sumber gambar, Undefined/Getty Images
Selain dari NMR, sistem ‘rack’ and ‘pinion’ hanya ditemukan di beberapa jalur kereta lain di Swiss.
Menurut Radhakrishnan, ada beberapa rencana untuk menutup layanan kereta api ini lantaran tidak menguntungkan.
Tetapi jalur ini semacam bagian integral dari sektor pariwisata di Ooty, sehingga rencana itu langsung ditolak begitu disampaikan.
“Banyak orang yang datang ke sini untuk naik kereta ini, dan mustahil membayangkan Ooty tanpa NMR,”katanya.
Ketika akhirnya kami berhenti di Mettupalayam, setelah meninggalkan Ooty selama empat jam yang tenang dan santai, saya teringat sesuatu yang pernah dikatakan Rao kepada saya: “Perjalanan dengan kereta ini adalah kembali ke zaman yang lebih tenang.”
Saya melihat hal ini sebagai penangkal stres dan tekanan dalam kehidupan sehari-hari.
Dan tatkala saya merasa bahwa pikiran saya melambat untuk menyamai kecepatan kereta, itu adalah semacam kembali ke zaman lebih lambat yang saya butuhkan.