Jakarta (IMR) – Kementerian Agama (Kemenag) RI resmi meluncurkan Gerakan Sadar (GAS) Pencatatan Nikah dalam rangka memperingati bulan Muharam 1447 H.
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menegaskan bahwa pencatatan pernikahan bukan sekadar soal administrasi, tapi menyangkut hak-hak sipil keluarga, khususnya perempuan dan anak-anak.
“Banyak anak kehilangan hak dasarnya hanya karena pernikahan orang tuanya tidak tercatat. Tanpa akta nikah, sulit bagi mereka mendapatkan akta kelahiran, layanan kesehatan, pendidikan, bahkan jaminan sosial,” ujar Nasaruddin kemarin melansir portal resmi Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Ia menyayangkan adanya tren penurunan angka pernikahan resmi di Indonesia dan mengingatkan potensi bahaya dari budaya hidup bersama tanpa menikah yang mulai menjamur di beberapa negara barat seperti Prancis, Kanada, dan Amerika Serikat.
“Dulu tiap tahun ada sekitar 2,2 juta pernikahan di Indonesia, sekarang jumlahnya menurun. Ini bukan sekadar statistik, tapi sinyal melemahnya nilai keluarga yang jadi fondasi bangsa,” katanya.
Nasaruddin juga mencontohkan kebijakan negara seperti Prancis yang memberi insentif besar kepada warga yang menikah dan memiliki anak, mulai dari tunjangan hingga pembebasan pajak.
Menurutnya, institusi pernikahan perlu terus dijaga agar nilai-nilai moral dan budaya bangsa tetap kokoh. Ia pun meminta seluruh jajaran Kemenag untuk aktif menyosialisasikan pentingnya pencatatan nikah hingga ke daerah.
“Modernisasi bukan berarti menanggalkan moral. Pernikahan yang sah dan tercatat adalah bagian dari ketahanan nasional,” tegasnya.
Ia menekankan, program GAS Nikah bukan acara seremonial semata, tetapi bagian dari gerakan edukatif dan moral yang akan terus diperluas melalui kolaborasi lintas lembaga.
Sementara itu, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Abu Rokhmad, menjelaskan bahwa GAS Nikah merupakan bentuk kampanye inklusif yang menyasar langsung masyarakat luas, khususnya di ruang publik.
“GAS Nikah adalah bentuk jihad sosial kita. Kita ingin melindungi anak-anak Indonesia agar tak kehilangan hak mereka hanya karena pernikahan orang tua yang tak tercatat,” tuturnya.
Abu juga mengajak generasi muda yang sudah memenuhi usia minimal menikah, yakni 19 tahun, untuk tak ragu mencatatkan pernikahan secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA).
Ia menambahkan, Kemenag juga menyediakan layanan nikah massal gratis bagi masyarakat kurang mampu.
“Negara hadir bukan untuk mempersulit, tetapi untuk memudahkan masyarakat menikah secara sah dan terhormat,” pungkas Abu. [aje]