Isu Pemerataan Mutu Pendidikan dan Penanganan Anak Tidak Sekolah di Yogyakarta dan Sleman
Dalam rangkaian pelatihan kepemimpinan nasional (PKN) Tingkat II Angkatan V Tahun 2025, peserta menghasilkan beberapa policy brief yang menyoroti dua isu penting dalam dunia pendidikan. Kedua isu tersebut adalah pemerataan mutu pendidikan di Yogyakarta dan penanganan anak tidak sekolah (ATS) di Kabupaten Sleman. Hasil kajian ini mencerminkan upaya untuk merumuskan solusi konkret terhadap tantangan yang dihadapi sektor pendidikan.
Masalah Utama dalam Pendidikan di Yogyakarta
Kelompok pertama yang mempresentasikan hasil kajian ini mengangkat empat masalah utama dalam sistem pendidikan di Yogyakarta. Pertama, akses teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta konten digital yang belum merata antar wilayah. Hal ini menyebabkan kesenjangan dalam penggunaan teknologi sebagai alat pembelajaran. Kedua, kemitraan pendidikan yang belum terstruktur dengan baik, sehingga menghambat kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan. Ketiga, distribusi guru yang tidak sesuai dengan kebutuhan daerah, menyebabkan ketimpangan dalam kualitas pengajaran. Keempat, disparitas mutu pendidikan antarwilayah, yang memperlihatkan perbedaan signifikan dalam standar pendidikan di berbagai daerah.
Untuk mengatasi masalah-masalah ini, kelompok ini menawarkan beberapa solusi strategis. Pertama, program Digital Learning Equity yang bertujuan memastikan akses pendidikan digital yang adil bagi semua siswa. Kedua, revitalisasi sekolah komunitas berbasis nilai lokal untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Ketiga, redistribusi guru adaptif berbasis data spasial agar distribusi tenaga pendidik lebih efisien. Keempat, Forum Integrasi Perencanaan Pendidikan lintas OPD yang bertujuan memperkuat koordinasi antar instansi dalam perencanaan pendidikan.
Inovasi dalam Penanganan Anak Tidak Sekolah di Sleman
Kelompok kedua yang memaparkan hasil kajian ini fokus pada inovasi penanganan anak tidak sekolah (ATS) di Kabupaten Sleman. Data yang dirilis pada Mei 2025 menunjukkan bahwa terdapat 2.595 ATS di Sleman. Jumlah ini terdiri dari 312 anak yang belum pernah bersekolah, 1.500 anak yang putus sekolah, dan 783 anak yang tidak melanjutkan pendidikan.
Rekomendasi yang disampaikan oleh kelompok ini mencakup beberapa langkah penting. Pertama, pembentukan Pusat Layanan Terpadu ATS Inklusif yang akan menjadi pusat bantuan bagi anak-anak yang tidak sekolah. Kedua, program Jemput Bola Digital dan Komunitas yang bertujuan mendekatkan layanan pendidikan kepada masyarakat. Ketiga, kemitraan dengan sektor swasta dan lembaga disabilitas untuk memperluas jaringan dukungan. Keempat, inovasi tambahan seperti pendirian Sekolah Rakyat dengan sistem multi entry–multi exit dan rekognisi pengalaman kerja bagi anak usia produktif.
Peran Sinergi Lintas Sektor dalam Pendidikan
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, dalam arahannya menekankan bahwa pemerataan pendidikan dan penanganan ATS hanya bisa tercapai dengan sinergi lintas sektor, pemanfaatan teknologi, serta gotong royong seluruh elemen bangsa. Ia juga menyoroti pentingnya partisipasi semesta dalam merumuskan solusi konkret atas permasalahan pendidikan. Dua hal penting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana partisipasi masyarakat dapat meningkatkan kualitas kebijakan dan bagaimana inisiatif masyarakat sering kali menjadi faktor penting dalam menjawab tantangan pendidikan.
Abdul Mu’ti juga mengingatkan bahwa solusi untuk masalah ATS tidak boleh bersifat tunggal. Banyak anak berhenti sekolah karena faktor sosial dan budaya, seperti pernikahan dini atau pilihan pragmatis di daerah pertambangan. Oleh karena itu, solusi harus multi-strategis dengan melibatkan pendekatan sosial, budaya, hingga keagamaan.
Kontribusi Policy Brief dalam Pembelajaran Kepemimpinan
Sebagai penyelenggara, Kepala PPSDM, Handjar, menekankan bahwa policy brief ini merupakan keluaran nyata dari proses pembelajaran kepemimpinan. Policy brief yang dipresentasikan peserta merupakan kristalisasi dari analisis, inovasi, dan rangkaian visitasi kepemimpinan yang dilaksanakan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman sejak April 2025. Dengan demikian, hasil kajian ini tidak hanya menjadi referensi, tetapi juga menjadi dasar untuk pengambilan keputusan yang lebih efektif dan berkelanjutan.