Pemerintah Kaltim Perkuat Partisipasi Petani Lokal dalam Program Makan Bergizi Gratis
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melalui Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) berupaya memperkuat peran petani lokal sebagai pemasok utama dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi para petani sekaligus memastikan kualitas gizi yang diterima oleh siswa.
Kepala DPTPH Kaltim Siti Farisyah Yana menjelaskan bahwa program MBG dirancang tidak hanya sebagai solusi ketersediaan makanan bergizi bagi anak-anak, tetapi juga menjadi peluang bagi petani untuk meningkatkan pendapatan mereka. “Program ini bertujuan memberdayakan ekonomi petani sambil menjamin kualitas pangan yang diterima oleh siswa,” ujarnya.
Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan memperluas lahan garapan petani. Adanya kepastian pasar dari Sentra Pangan Pagi dan Gizi (SPPG) atau dapur umum terdekat akan mendorong petani untuk menambah luas tanam. “Petani tidak lagi kesulitan memasarkan hasil pertanian mereka karena keberadaan SPPG yang dekat akan memudahkan proses distribusi,” tambahnya.
Selain itu, partisipasi petani lokal juga membuka ruang pengawasan langsung terhadap kualitas bahan pangan. Para ahli gizi yang bekerja di setiap SPPG dapat memantau proses tanam dan berinteraksi langsung dengan petani untuk memastikan bahwa bahan baku bebas dari residu pestisida menjelang panen.
Program MBG juga mengoptimalkan sumber karbohidrat alternatif seperti singkong, ubi, dan jagung. Hal ini bertujuan untuk mendiversifikasi asupan pangan anak-anak agar tidak hanya bergantung pada nasi, sekaligus membantu menyerap hasil tani selain padi. “Langkah ini penting untuk menciptakan pola konsumsi yang lebih seimbang dan memperluas peluang pasar bagi petani,” jelas Yana.
Komitmen pemerintah daerah terhadap percepatan program MBG sangat jelas. Yana menyatakan bahwa Gubernur Kaltim bersama seluruh kepala daerah kabupaten/kota telah sepakat untuk menyiapkan lahan pembangunan SPPG. “Sebanyak 25 titik SPPG yang dibangun pemerintah pusat telah disiapkan lahannya oleh pemda setempat,” ujarnya.
Untuk wilayah dengan akses geografis yang sulit seperti Kutai Barat dan Mahakam Ulu, pemerintah tetap membangun SPPG tersendiri. Alasan utamanya adalah karena makanan bergizi tidak boleh dikonsumsi lebih dari dua jam setelah dimasak, sehingga pendistribusian dari kota besar tidak memungkinkan.
Anggaran untuk program MBG tidak mengalami efisiensi dan telah dialokasikan secara khusus. Meski demikian, peran swasta melalui dana pertanggungjawaban sosial (CSR) diperbolehkan, namun tidak dalam pengelolaan langsung SPPG. Hal ini dilakukan untuk menjaga kemandirian program yang tumbuh dari masyarakat. “Keterlibatan swasta bisa berupa dukungan dana, tetapi pengelolaan tetap dilakukan oleh pihak-pihak yang berkompeten dan terpercaya,” imbuh Yana.