Musik sebagai Bagian Penting dalam Pengalaman Wisata
Musik memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan suasana atau atmosfer yang menarik bagi pengunjung. Dari saat tamu beristirahat di hotel, menikmati makanan di restoran, hingga bersantai di kafe, musik sering kali menjadi bagian dari pengalaman tersebut. Namun, masalah terkait pembayaran royalti lagu dan musik telah menjadi tantangan besar bagi industri pariwisata, khususnya hotel dan restoran.
Banyak pengelola bisnis ini mengeluhkan aturan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Menurut Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), aturan tersebut perlu direvisi agar lebih jelas dan tidak memberatkan pelaku usaha. Ketua Umum PHRI, Hariyadi B. Sukamdani, menyebutkan bahwa banyak pengelola hotel, restoran, dan kafe merasa kesulitan karena biaya royalti yang dikenakan cukup tinggi. Bahkan, beberapa tempat diminta membayar hingga Rp 120 ribu per tahun per kursi hanya untuk memutar musik di tempat usaha mereka.
Menurut Hariyadi, musik merupakan elemen penting dalam menciptakan ambience destinasi pariwisata. Namun, jika aturan royalti tidak jelas, hal ini bisa menjadi beban bagi pelaku usaha yang sedang berjuang mendatangkan wisatawan. Ia menilai, perlu kejelasan mengenai jenis lagu dan musik yang wajib membayar royalti. Lagu-lagu daerah maupun lagu nasional seperti “Indonesia Raya” seharusnya dapat digunakan secara bebas karena sudah masuk domain publik.
PHRI menekankan bahwa pemerintah harus hadir sebagai regulator untuk menciptakan sistem yang transparan dan adil. Di era digital, pengelolaan royalti harus melibatkan tiga pihak, yaitu pengguna lagu (hotel/restoran), pencipta lagu, dan negara. Jika masalah ini tidak segera dibenahi, pengalaman wisatawan bisa terganggu. Hotel atau restoran mungkin enggan memutar musik karena takut terkena masalah hukum, padahal musik adalah bagian dari kenyamanan tamu.
Kebutuhan Regulasi yang Jelas dan Transparan
Industri pariwisata kini menunggu langkah pemerintah bersama Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) untuk menyusun regulasi yang lebih jelas. Hal ini termasuk soal daftar lagu berlisensi, mekanisme pembayaran, serta besaran tarif yang wajar. Dengan kepastian hukum, para pelaku usaha dapat tetap menghadirkan pengalaman wisata yang hangat dan menyenangkan bagi wisatawan, tanpa khawatir terbentur aturan multitafsir.
Selain itu, PHRI juga menyarankan agar pemerintah melakukan sosialisasi mengenai hak cipta kepada pelaku usaha. Dengan pengetahuan yang lebih baik, pengelola hotel, restoran, dan kafe akan lebih mudah mematuhi aturan tanpa merasa terbebani. Pemahaman yang sama antara pihak pengguna dan pencipta lagu akan membantu menciptakan lingkungan bisnis yang saling menghargai dan harmonis.
Tantangan di Era Digital
Di tengah perkembangan teknologi dan akses informasi yang semakin mudah, pengelolaan royalti juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan era digital. Sistem yang efisien dan cepat akan memudahkan pengelola usaha dalam menjalankan aktivitas mereka. Selain itu, pemerintah dan LMKN perlu memastikan bahwa mekanisme pembayaran royalti tidak terlalu rumit dan tidak memberatkan pelaku usaha kecil.
Dalam hal ini, kolaborasi antara pemerintah, lembaga manajemen kolektif, dan pelaku usaha sangat penting. Dengan kerja sama yang baik, diharapkan akan lahir regulasi yang tidak hanya melindungi hak cipta pencipta lagu, tetapi juga memberikan ruang bagi pelaku usaha untuk berkembang tanpa tekanan berlebihan.
Kesimpulan
Musik tetap menjadi bagian tak terpisahkan dalam pengalaman wisata. Namun, aturan royalti yang tidak jelas dan mahal menjadi kendala bagi industri hotel dan restoran. Untuk itu, perlu adanya revisi undang-undang dan penyusunan regulasi yang lebih transparan dan adil. Dengan langkah-langkah yang tepat, pengalaman wisatawan dapat tetap terjaga, sementara pelaku usaha dapat beroperasi dengan nyaman dan aman.