Close Menu

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Levi Colwill: Kami Bukan Inter atau Madrid!

    13 Juli 2025

    Usai Daftar Ulang, 4 Nama Siswa Baru SMPN 2 Malang Tiba-tiba Menghilang, Sekolah Ngaku Susupan

    13 Juli 2025

    5 Spot Kuliner Recommended Dekat Terminal Arjosari

    13 Juli 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    Trending
    • Levi Colwill: Kami Bukan Inter atau Madrid!
    • Usai Daftar Ulang, 4 Nama Siswa Baru SMPN 2 Malang Tiba-tiba Menghilang, Sekolah Ngaku Susupan
    • 5 Spot Kuliner Recommended Dekat Terminal Arjosari
    • Kuliner India Menggugah Selera di Bandara Bali, Menarik Wisatawan Bollywood
    • Swifties! Ini Dia Album Taylor Swift yang Sesuai dengan Zodiakmu
    • Jenazah Perempuan Diduga Korban KMP Tunu Pratama Jaya Ditemukan di Perairan Jembrana
    • Nasi Pecel Legendaris Sleman yang Tetap Ramai Sejak 1959, Hanya 1 Jam dari Klaten
    • Harga Emas Hari Ini di Pegadaian Selasa (8/7): UBS dan GALERI 24
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    Info Malang RayaInfo Malang Raya
    • LIPUTAN KHUSUS
    • MALANG RAYA
      • KOTA MALANG
      • KABUPATEN MALANG
      • KOTA BATU
    • JAWA TIMUR
    • NASIONAL
    • OLAHRAGA
    • RAGAM
      • TEKNOLOGI
      • UNDANG-UNDANG
      • WISATA & KULINER
      • KOMUNITAS
      • IMR ENGLISH
    • OPINI
    • COVER HARIAN IMR
    • LOGIN
    Info Malang RayaInfo Malang Raya
    • LIPUTAN KHUSUS
    • MALANG RAYA
    • KOTA MALANG
    • KABUPATEN MALANG
    • KOTA BATU
    • JAWA TIMUR
    • NASIONAL
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
    • OPINI
    • RAGAM
    • KOMUNITAS
    • WISATA & KULINER
    • KAJIAN ISLAM
    • TEKNOLOGI
    • UNDANG-UNDANG
    • INFO PROPERTI & LOWONGAN KERJA
    • TIPS & TRIK
    • COVER HARIAN IMR
    • IMR TV
    • LOGIN
    Home»INTERNASIONAL»Pluralisme dan Sekularisme: Sebuah Proyek (Seri 1)
    INTERNASIONAL

    Pluralisme dan Sekularisme: Sebuah Proyek (Seri 1)

    By admin25 Juni 2025
    Facebook Twitter WhatsApp Telegram Email Copy Link
    sekularisme dan pluralisme agama

    Sekularisme bukan netralitas, tapi proyek ideologis yang menggantikan Tuhan dengan akal dan mengasingkan agama dari kehidupan publik

    Oleh: Dr. Syamsuddin Arif

    Dalam masyarakat modern yang disebut “sekuler”, tidak ada lagi kebenaran mutlak yang menjadi rujukan bersama. Semua keyakinan dianggap sama validnya. Agama tidak lagi dijadikan sumber nilai tertinggi, tetapi sekadar pilihan spiritual pribadi di antara banyak opsi lain.

    Teolog liberal Inggris, John Hick, menyatakan secara lugas: “All religions are equally true and valid” (Semua agama sama-sama benar dan sah).

    Sementara itu, Harvey Cox, teolog Harvard dan pionir teori sekularisasi, mengungkapkan: “There is no longer one single truth. There is no longer one single way to God, but a whole variety of equally good ways.” (Tidak ada lagi satu kebenaran tunggal. Tidak ada lagi satu jalan menuju Tuhan, melainkan berbagai macam jalan yang sama baiknya).

    Pernyataan-pernyataan ini mencerminkan puncak dari relativisme modern, di mana semua agama diperlakukan sama tanpa ada kebenaran yang bersifat eksklusif.

    Dalam atmosfer seperti ini, menyatakan bahwa Islam adalah satu-satunya jalan keselamatan dianggap sebagai bentuk intoleransi.

    Konsekuensi Relativisme

    Cara pandang pluralistik ini berdampak sangat serius terhadap kehidupan sosial:

    Agama tidak lagi menjadi panduan hidup bersama. Nilai-nilai agama hanya dianggap cocok untuk kehidupan privat.

    Sistem nilai harus tunduk pada “kesepakatan sosial”, bukan berdasarkan wahyu ilahi.

    Media dan pendidikan harus “netral”, artinya menjauh dari klaim kebenaran agama dan tidak boleh berpihak pada satu sistem kepercayaan.

    Akibatnya, kehidupan publik menjadi bebas dari agama, tetapi juga kehilangan fondasi moral yang kokoh. Jika semua dianggap benar, maka tak ada yang benar secara obyektif. Inilah wajah masyarakat sekuler yang sesungguhnya: membingungkan dan rentan disorientasi nilai.

    Apa Itu Sekularisme?

    Secara etimologis, kata “sekularisme” berasal dari bahasa Latin saeculum yang berarti “zaman” atau “masa kini”. Pada mulanya, istilah ini hanya digunakan untuk membedakan antara urusan duniawi dan urusan keagamaan.

    Namun dalam sejarah modern Barat, istilah ini berkembang menjadi sebuah ideologi: membebaskan manusia dari segala bentuk dominasi agama dan nilai metafisika.

    Harvey Cox menjelaskan dalam bukunya The Secular City: “Secularization is the liberation of man from religious and metaphysical tutelage, turning his attention from other worlds to this one.” (Sekularisasi adalah pembebasan manusia dari kungkungan agama dan metafisika, mengalihkan perhatiannya dari dunia lain ke dunia ini).

    Bagi Cox, manusia modern harus keluar dari “penjara” agama dan hanya fokus pada dunia fisik dan empirik. Masa lalu dan akhirat dianggap tidak relevan. Tuhan bukan lagi pusat perhatian.

    Cox bahkan menyatakan bahwa sekularisasi adalah suatu proses yang tak terhindarkan: “Secularization rolls on” (Sekularisasi akan terus bergulir).

    Solusinya bukan menolaknya, melainkan “mempelajarinya” dan berdamai dengannya.

    Empat Ciri Masyarakat Sekuler

    Agar dapat mengenali masyarakat sekuler, Dr. Syamsuddin Arif menguraikan empat ciri dominannya:

    Pertama, diferensiasi peran sosial. Dalam masyarakat tradisional, agama menjadi otoritas utama dalam seluruh aspek kehidupan—politik, hukum, pendidikan, dan ekonomi. Namun dalam masyarakat modern, otoritas ini tersebar ke lembaga-lembaga sekuler seperti parlemen, birokrasi, media, dan pasar.

    Tidak ada satu otoritas tertinggi. Semua fungsi sosial dipisahkan dari agama, dan dikelola atas dasar profesionalisme dan hukum positif. Seseorang bisa religius di rumah atau tempat ibadah, tapi di kantor dan ruang publik, nilai agama dianggap tidak relevan.

    Kedua, relativisme dan pluralisme kebenaran. Tidak ada kebenaran absolut. Semua agama dianggap “benar” menurut pemeluknya. Dalam logika ini, agama hanya punya nilai subjektif.

    Konsep kebenaran tunggal seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an:

    إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ(Sesungguhnya agama (yang benar) di sisi Allah hanyalah Islam). (QS Ali Imran: 19).

    Menjadi problematik dalam masyarakat pluralistik. Ayat ini bisa dianggap tidak inklusif oleh pandangan relativis.

    Maka pluralisme dalam sekularisme sejatinya adalah relativisme, bukan toleransi. Semua agama diperlakukan setara, bukan karena pengakuan akan kebenarannya, tapi karena kehilangan makna kebenaran itu sendiri.

    Ketiga, privatisasi agama.Agama didorong agar hanya hadir dalam ruang privat: rumah, tempat ibadah, atau hati nurani. Dalam urusan publik—politik, ekonomi, pendidikan—agama harus “diam”.

    Contohnya, kampus-kampus sekuler di Barat yang menolak keberadaan tempat ibadah dalam institusi. Bahkan jika jumlah mahasiswa Muslim mayoritas, tidak ada ruang untuk memasukkan nilai-nilai keagamaan dalam kurikulum atau visi kampus.

    Masjid-masjid seperti Salman di ITB berdiri di luar institusi kampus karena kampus tidak ingin terikat pada satu identitas agama. Bahkan jika dibolehkan, itu hanya dalam bentuk akomodasi simbolik, bukan pengakuan terhadap sistem hidup Islam.

    Empat, rasionalisme sebagai hakim tertinggi. Dalam masyarakat modern, akal dan sains menjadi satu-satunya sumber otoritas. Wahyu dianggap tidak cukup rasional dan harus dikaji ulang berdasarkan logika modern.

    Muncullah adagium: “Any belief is true only if it is accepted by reason.” (Setiap keyakinan hanya dianggap benar jika diterima oleh akal sehat).

    Logika ini tidak hanya diterapkan dalam diskusi filsafat, tetapi juga di dunia pendidikan dan kebijakan publik. Kurikulum di sekolah dan kampus menekankan pendekatan empiris dan rasionalistik.

    Ilmu agama seringkali dianggap subyektif, tidak ilmiah, dan sekadar doktrin moral—sementara ilmu “modern” (seperti fisika, biologi, ekonomi) dianggap obyektif dan netral.

    Di sinilah jebakan sekularisme: rasionalisme tidak lagi sekadar metode berpikir, tetapi berubah menjadi ideologi yang secara sistematis menyingkirkan agama dari ruang publik.

    Bahkan, sekolah-sekolah dan universitas yang dulunya dibangun oleh komunitas agama perlahan mulai meninggalkan akar spiritualnya. Mereka menggantinya dengan visi “kebebasan akademik” yang tak lain adalah ruang bebas nilai, bebas agama, dan bebas wahyu.

    Jika prinsip ini dibiarkan merasuk ke dalam sistem pendidikan umat Islam, maka akan muncul generasi Muslim yang secara intelektual “modern” namun kehilangan ikatan teologis dan spiritual dengan agamanya. Mereka akan merasa lebih nyaman dengan teori-teori barat modern daripada dengan ajaran ulama dan kitab suci mereka sendiri.

    Kenyataan ini menunjukkan bahwa sekularisme bukan hanya soal “pisah agama dan negara”, tetapi lebih dalam: membentuk cara berpikir dan cara hidup yang tidak lagi menjadikan Tuhan sebagai pusat nilai. Inilah fase paling berbahaya dari sekularisasi: ketika manusia tidak lagi merasa perlu bertanya kepada Tuhan, bahkan dalam urusan hidup yang paling mendasar.* (bersambung)

    Penulis dosen UNIDA-Gontor, anggota Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan MUI Pusat, penulis buku Islam & Diabolisme Intelektual (2017)

    Jumlah Pembaca: 27

    dan Pluralisme Proyek Sebuah Sekularisme seri
    Share. Facebook Twitter WhatsApp Telegram Email Copy Link

    Berita Terkait

    Dai Belanda Dicopot jadi Imam setelah Bertemu Presiden ‘Israel’

    13 Juli 2025

    Dai Eropa yang Diundang ke ‘Israel’ ternyata Pendukung Penjajah dan Sekularisme

    12 Juli 2025

    Sertifikasi Halal Gratis untuk Warteg? BPJPH Siapkan Skema Khusus

    12 Juli 2025
    Leave A Reply Cancel Reply

    banner 300250
    banner 300250
    banner 250250
    Search
    BERITA POPULER

    Bupati Malang Hadiri Kanjuruhan Street Race Edisi 13

    30 Maret 20241

    Ironi Psywar: Arema FC yang Dulu Dilecehkan, Kini Justru Menendang PSS Sleman

    24 Mei 20252

    10 Aplikasi Musik Tanpa Iklan Terbaik, Diunduh Jutaan Pengguna!

    25 April 2024150

    Pantun Pj. Walikota Malang Bikin Suasana Meriah di Acara Malang Raya Shopping Adventure 2024

    1 April 20242
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    • DISCLAIMER
    • INDEX BERITA
    • PEDOMAN MEDIA SIBER
    • REDAKSI
    © 2016 Infomalangraya. Designed by Mohenk.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.