Fachruddin Al-Kahiri termasuk penulis kritis, beberapa kali ber berpolemik dengan Buya Hamka dan Soekarno, namun persahabatan tetap berjalan baik
InfoMalangRaya.com | SANGAT jarang didapat foto salah satu murid A. Hassan: Fachruddin Al-Kahiri. Di antara foto yang pernah penulis dapat adalah dalam majalah Gema Islam No. 19/20 (1961); bersamaan dengan liputan Wartawan kenamaan Rosihan Anwar saat berkunjung ke Ponpes Persis Bangil.
Tiga orang yang berdiri di depan gedung yang sampai sekarang masih lestari di Ponpes Putra Bangil itu, dari sebelah kiri: Fachruddin Al-Kahiri, Abdul Qadir Hassan dan Muhammad Sofwandhi (Seorang wartawan terkenal di Surabay). Adapun yang di bawahnya adalah santri putra Persis Bangil.
Foto lain terkait beliau bisa dilihat dalam buku “Hassan Bandung” karya Dr. Syafiq Mughni. Pada halaman 121 dimuat foto Fachruddin Al-Kahiri bersama A. Qadir Hassan dan Dr. H. Mukti Ali yang sedang berjalan di Ponpes Persis Bangil.
Menurut catatan T.M. Usman El-Muhammady, Fachruddi ini adalah intelegensia sekuler yang berubah menjadi intelek Islam. Ia keras dan tegas dalam kritik. Kesukaannya –sebagaimana TM. Usman– kare, kurma, dalca dan martabak. Ia juga menguasai beberapa bahasa asing (Keterangan ini bisa dibaca dalam Majalah Al-Muslimun No. 70, tahun 1976).
Bersama Natsir dkk, Fachruddin mendapat pelajaran langsung dari A. Hassan melalui kelompok diskusi keagamaan yang diikuti oleh pemuda Islam.
Moh. Roem ketika menyebut tokoh Persis –termasuk nama Fachruddin– dalam ceramahnya di Wisudah santri Persis Bangil tahun 1975, memberikan sanjungan, “Mereka itu di waktu mudanya mempunyai pena yang tajam, dan bicara yang tegas, dan melihat persoalan dengan pendekatan yang langsung.”
Menurut catatan Howards Federspiel dalam buku “Labirin Ideologi” (118), Fachruddin Al-Kahiri adalah seorang guru bahasa Arab di salah satu sekolah di Bandung dan juga menjabat sebagai wakil ketua Al-Irsyad Cabang Bandung.
Bersama A. Hassan dan kawan-kawannya, ia aktif mengisi artikel di majalah-majalah seperti: Pembela Islam, Al-Lisan dll. Di antara karya beliau adalah Tarikh Islam dan Kitab Zakat (ini disusun bersama A. Hassan dan Sabirin). Di ranah politik pernah bergabung bersama Masjumi menjadi Anggota Inti. Ini sekilas tentang beliau.
***
Sebagaimana cerita T.M. Usman tadi, Fachruddin termasuk penulis yang tegas dan kritis. Kekritisannya bisa dibaca saat berpolemik dengan Buya Hamka.
Ia menulis artikel khusus di Al-Lisan dengan judul “Djalan Persatoean dan Perdamaian” untuk mengomentari artikel Hamka yang dimuat dalam Pedoman Masjarakat terkait kritik terhadap Kaum Tua dan Muda yang diistilahkan “Mosoeh Perobahan” dan “Kaoem Perobahan”.
Menariknya, dari sosok beliau –demikian juga tokoh Persis lain– meski sering berpolemik di media massa bahkan berdebat, hubungan perkawanan-persahabatan tak pernah rusak dan tercabik. Tetap berkomunikasi dan tak ada dendam di antara mereka.
Dalam majalah Al-Lisan No. 29 (1938: 38) dalam topik “Polemiek dan Persahabatan”, Fachruddin menceritakan beberapa polemiknya misalnya dengan Bachtiar Efendi, Soekarno dan lain-lain.
“Tetapi,” tulisnya, “sampai sekarang tetap kita bersahabat dengan mereka!” Lebih lanjut beliau menulis, “Kita sering kritik Ir. Soekarno, pedas, tadjam, tetapi dimasa itoe djoega, kita pernah mengobrol di rumahnja sambil makan kolak.”
Meski terus berpolemik dan tak jarang melangsungkan kritik tajam, tulisnya, “Tetapi tali persahabatan tidak poetoes.” (Selesai Nukilan) Sifat-sifat demikian tercermin juga dari Sang Gurunya: Ustadz A. Hassan. Singa dalam tulisan dan lisan, tapi lembut dalam pergaulan. Rahimahumallah rahmatan waasi’ah.*/Mahmud Budi Setiawan
Leave a Comment
Leave a Comment