InfoMalangRaya.com– Seorang bekas polisi Prancis, yang pernah bertugas di unit perlindungan anak di Marseille, hari Senin (1/9/2025), duduk menjadi terdakwa predator seks terhadap anak di Filipina setelah dia dilaporkan karena menggoda seorang remaja putri korban pemerkosaan.
Pria berusia 46 tahun itu, yang sekarang sudah mendekam di sel tahanan selama empat tahun, ditangkap setelah seorang ramaja putri melaporkannya kepada pihak berwenang.Remaja berusia 17 tahun tersebut, yang merupakan penyintas kasus pemerkosaan, melaporkan bahwa dirinya dikirimi pesan-pesan cabul pada larut malam oleh petugas kepolisian yang ditugaskan untuk menangani kasusnya.
Pihak kejaksaan di Marseille kemudian menindaklanjuti laporan remaja itu, dan petugas melakukan penggeledahan terhadap rumah pria tersebut pada bulan Juni 2021, di mana ribuan gambar pencabulan anak ditemukan di dalam gawai-gawai miliknya.
Pihak penyidik segera memperluas investigasi mereka hingga ke Filipina, di mana pria itu kerap bepergian ke sana dalam perannya sebagai kepala cabang Prancis dari sebuah yayasan peduli anak jalanan di FIlipina.
Nama yayasan tersebut tidak diungkapkan, lapor RFI.
Dua anak lelaki yatim, berusia 12 dan 15 tahun, kemudian memberikan kesaksian bahwa pria tersebut memberikan sejumlah uang kepada mereka untuk melakukan hubungan seks. Pertama kali pencabulan itu dilakukan di sebuah kawasan tempat pembuangan sampah dan kemudian di apartemen tempat tinggal pria Prancis itu.
“Ini merupakan skema Machiavelli – sebuah modus operandi yang belum pernah dilakukan sebelumnya yang mana dilakukan oleh seseorang berposisi sebagai duta untuk perlindungan anak,” kata Celine Astolfe, pengacara untuk Foundation for Childhood yang berbasis di Prancis, yang menjadi pihak penggugat dalam kasus ini.
Empat yayasan perlindungan anak lain juga ikut serta dalam gugatan hukum tersebut. Proses peradilan dilakukan di kota Aix-en-Provence.
Kasus ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi Filipina, di mana pencabulan dan perdagangan anak marak terjadi.
Menurut UNICEF dan pihak berwenang setempat, puluhan ribu anak Filipina menjadi korban eksploitasi seksual setiap tahun, baik di jalanan maupun daring (online). Filipina menjadi semacam ‘ladang garapan subur’ bagi para predator seksual anak, di mana pelaku sering menarget keluarga rentan di kalangan masyarakat miskin.
Pada tahun 2022 saja, Departmen Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan di Filipina melaporkan menangani hampir 13.000 kasus kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual dan perdagangan anak.
Meskipun angka itu mengejutkan, tetapi menurut para pegiat peduli anak angka itu hanya sebagian dari kenyataan di lapangan, karena banyak kasus yang dibiarkan begitu saja tidak dilaporkan ke pihak berwajib.*