IMR – Adanya dugaan pungutan yang berkedok infaq di lingkungan madrasah negeri di Kota Malang, bisa dikategorikan pungutan liar. Apalagi jika pungutan itu sampai menyebutkan nominal, ada batasan waktu dan keterikatan atau ada konsekuensinya.
Karena terminologi bahasa pungutan, yang kemudian dialihkan menjadi infaq atau syariah atau apapun istilahnya, tetap melanggar hukum, sebagaimana diatur dalam pasal 423 KUHP.
“Apalagi dalam lingkungan lembaga pendidikan Islam. Di lingkungan Kementerian Agama RI. Kami melihat hal itu tidak sesuai dengan Surat Edaran No. 734 tahun 2003. Tentang Larangan Pungutan Atas Penyelenggaraan Pendataan Pendidikan di Lingkungan Kemenag RI,” jelas Praktisi Hukum, MS Haidary, SH., MH., Rabu (13/11/2024).
Kalau pun diperlukan sumbangan dari wali murid, lanjut Haidary, pelaksanaannya pun harus dalam pengawasan Itjen Kemenag, BPKP, BPK atau aparat penegak hukum lainnya. Demi terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik terjaga.
“Jadi kalau namanya infaq itu tetap dipaksakan, bisa dipastikan itu menguat ke pungutan. Berbeda dengan sumbangan atau bantuan. Karena tidak ada batasan. Tidak mengikat maupun menyebutkan nominal. Jadi wali murid memiliki kebebasan dan keikhlasan yang tidak menetap atau terikat,” tegasnya.
Hal senada disampaikan mantan Sekretaris Komisi D DPRD Kota Malang, Ahmad Fuad Rahman. Terkait adanya infaq yang dibebankan terhadap murid baru di madrasah negeri di Kota Malang, sebaiknya madrasah tersebut mencontoh sekolah umum. Seperti SD Negeri, SMP Negeri atau sekolah negeri lainnya. Yang betul-betul gratis SPP dan Biaya Pembangunan Pendidikan (BPP).
“Kalaupun memang ada tarikan dari Komite Madrasah, yang memang kepanjangan tangan dari madrasah, harus dilakukan sukarela. Agar wali murid tidak terbebani.”
“Artinya sukarela itu, tidak ada batasan waktu, tidak menyebut nominal rupiah dan tidak ada keterikatan.”
“Jika masih ada syarat-syarat itu, pasti namanya pungutan. Sudah waktunya ditiadakan model-model seperti itu. Karena dalam aturan yang ada, sumbangan dana pendidikan tidak pernah menyebutkan nominal dan batasan waktunya, serta tidak memiliki risiko atau konsekuensi apapun jika tidak ditunaikan,” kata dia.
Pada prinsipnya, kata politisi PKS ini, pihaknya mendorong agar biaya-biaya operasional sekolah atau madrasah, jangan terlalu dibebankan ke masyarakat. Pemerintah Kota Malang dan Kemenag, harus bersinergi dn berkomitmen, untuk menyelesaikan biaya pendidikan tersebut.
Terpisah, Kepala MIN 2 Kota Malang, Nanang Sukmawan, S.Pd.,M.Pd.I., mengakui adanya tarikan (infaq) ke wali murid. Baik setiap bulannya maupun selesai PPDB bagi siswa baru.
Infaq perbulannya, kelas 1 Rp250 ribu, kelas 2 dan 3 Rp200 ribu dan kelas 4, 5, 6 adalah Rp150 ribu. Bahkan rencananya pada kelas 1 yang baru nanti, akan naik menjadi Rp275 ribu perbulannya.
“Apa yang kami laksanakan tersebut, berdasarkan kesepakatan orang tua. Termasuk setiap dana yang dihasilkan dari wali murid, pasti kami laporkan kembali ke wali murid secara berkala,” katanya.
Di tempat lain, Kasi Pendidikan Madrasah (Pendma) Kemenag Kota Malang, Abdul Mughni menuturkan, pihaknya tengah berupaya mengumpulkan semua kepala madrasah negeri, yang menjadi sorotan lantaran menarik dana infaq cukup tinggi.
“Kami mohon waktu untuk menggali informasi lebih lanjut di madrasah. In Sya Allah kami akan menyampaikan hasilnya. Kalau bisa hari ini, ya diusahakan. Jika tidak nutut waktunya, paling lambat besok Kamis (14/11/2024),” tutur Mughni saat ditemui Malang Post.
Sementara itu, wali murid MIN 1 Kota Malang, kelas 4 yakni Al menyampaikan, sebagai wali murid, pihaknya sebenarnya sangat keberatan. Tetapi saat pertemuan antara Komite Madrasah dengan para wali murid, memang tidak ada wali murid yang berani menyanggah atau bahkan menolak. Karena kuatir bakal berdampak pada anaknya.
“Waktu itu kami harus membayar Rp10 jutaan, untuk sumbangan ke sekolah. Kemudian untuk infaq bulannya Rp350 ribu. Meski berat, kami tidak berani menolak. Takutnya nanti anak kami kenapa-kenapa di sekolah,” katanya.
Tidak itu saja, AI juga berharap, pihak madrasah memberikan laporan yang transparan, terkait penggunaan dana infaq tahunan dari siswa baru. Termasuk infaq bulanan, yang selalu dibayar siswa.
“Selama ini, wali murid belum pernah menerima laporan. Kalau memang ada laporan dari komite madrasah, masa iya hanya wali murid yang sifatnya terbatas. Semoga ada keterbukaan dari semua madrasah negeri di manapun berada,” imbuhnya. (Iwan Irawan – Ra Indrata)