IMR – Kementerian Agama (Kemenag) Kota Batu memperkirakan, ada ratusan pasang suami istri di Kota Apel belum diakui negara. Menyusul pernikahan ratusan pasangan tersebut belum tercatat atau belum memiliki dokumen yang diakui secara hukum.
Sejumlah faktor jadi penyebab pernikahan mereka tak diakui negara. Salah satunya, pasangan belum melengkapi persyaratan saat pengajuan nikah sehingga tidak bisa diberi status resmi berdasarkan hukum positif hingga nikah siri.
Kepala Kantor Kemenag Kota Batu, Machsun Zain memperkirakan, kasus semacam ini dialami ratusan pasangan yang ada di Kota Batu. Ini terlihat dari antusias warga mengikuti isbat nikah massal yang digelar beberapa waktu lalu.
“Kami kemarin membuka pendaftaran selama kurun waktu 1,5 bulan dan hasilnya ada sebanyak 13 pasangan yang ikut karena pernikahan mereka belum tercatat,” ujar Zain, Kamis (20/2/2025).
Dia memperkirakan, apabila pendaftaran kegiatan tersebut dibuka lebih lama dan dilakukan sosialisasi lebih masif, dimungkinkan peserta sidang isbat massal di Kota Batu bisa tembus 200an.
ISBAT NIKAH: Pemkot Batu bersama Kemenag dan Pengadilan Agama saat menggelar isbat nikah beberapa waktu lalu. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Sidang isbat nikah merupakan proses hukum yang dilakukan untuk mengesahkan pernikahan yang telah sah secara agama Islam tetapi belum tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Melalui sidang ini, pasangan yang telah menikah dapat memperoleh akta nikah dan dokumen kependudukan yang sah di mata hukum.
Zain menduga, banyaknya pasangan di Kota Batu yang nikah siri atau tidak melakukan pengurusan dokumen karena alasan biaya nikah yang mahal, pengurusan administrasi yang rumit, hingga tekanan keluarga untuk segera menikah.
Selain itu, aturan batas usia minimal 19 tahun untuk menikah secara resmi juga menjadi salah satu alasan ada cukup banyak pasangan muda di Kota Batu yang memilih jalur nikah siri.
“Banyak masyarakat nikah secara siri. Ada pasangan mau menikah tapi belum sah menurut hukum negara, secara administratif padahal pencatatan bisa memberikan status resmi pasangan berdasarkan hukum positif, punya akta nikah,” terangnya.
Pernikahan yang tidak diakui negara ini berdampak kepada pasangan, karena mereka akan kesulitan saat mengurus dokumen penting seperti Kartu Keluarga, Akta Kelahiran anak dan Kartu Tanda Penduduk.
“Oleh karena itu, setiap tahun Pengadilan Agama bersama Kemenag dan Dispendukcapil menggelar kegiatan terpadu sidang isbat, pengurusan asal usul anak dan pembetulan biodata nikah untuk menyelesaikan persoalan tersebut,” tuturnya. (Ananto Wibowo)