IMR – Doom spending, yang merupakan perilaku belanja impulsif, terjadi sebagai reaksi terhadap stres. Yang dialihkan pada kegiatan spending, yang tidak terkontrol. Penyebabnya karena keterbatasan literasi keuangan.
Itulah sebabnya, pendidikan finansial harus diberikan sejak dini. Agar anak lebih paham soal mengatur keuangan.
Penegasan itu disampaikan Financial Educator, Amang Rifai, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Sabtu (5/10/20224).
Hanya saja, sebut Amang, di Indonesia pembahasan soal literasi keuangan, masih dianggap tabu. Jika dibandingkan dengan pendidikan sex, yang sudah mulai digalakkan.
“Tentunya peran orang tua menjadi sangat penting, dalam memberikan contoh yang baik terkait pengelolaan keuangan dan pemanfaatan sosial media. Sebagai pendidikan literasi keuangan sejak dini,” katanya.
Disebutkan Amang, ada beberapa cara yang bisa diterapkan generasi muda, untuk mencegah doom spending.
Mulai dari memperbaiki kedekatan anak dengan orang tua, untuk diskusi perencanaan finansial. Kemudian mulai menunda pembelian selama 24 jam, untuk menentukan barang tersebut dibutuhkan atau sekedar keinginan.
“Selain itu juga bisa menentukan kebutuhan, dengan membuat daftar belanja berdasarkan skala prioritas. Lalu mencari alternatif dari kegiatan belanja ke hobi lain, yang lebih bermanfaat. Seperti olahraga, kursus dan lain sebagainya, sebutnya.
Amang juga menekankan, agar anak muda menyimpan pendapatan untuk tujuan masa depan. Dengan menerapkan metode ‘saving investment and protection’ dalam menentukan goals dan circle yang tepat.
Dari kacamata mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi UB, Mirel Imelda Sasella, saat ini anak muda sering menerapkan mindset YOLO (You Only Live Once). Serta menjadikan mindset memberikan self reward sebagai life style, sehingga memicu terjadinya doom spending.
Menurut Mirel, para anak muda khususnya Gen-Z, melakukan kegiatan doom spending untuk meredakan stress dan mengapresiasi diri setelah melewati hari yang dianggap berat dan menguras pikiran.
Maka dari itu, Mirel menyarankan agar anak muda memiliki self control yang baik. Melalui peningkatan literasi keuangan, untuk melakukan pengelolaan keuangan yang benar. Serta menjauhi perilaku impulsif.
Sementara itu, Dosen Psikologi Unmer Malang, Dellawaty Supraba menambahkan, perilaku doom spending dipengaruhi oleh berbagai faktor. Seperti dorongan eksternal karena terpengaruh konten yang bersifat flexing. Hingga dorongan internal seperti perasaan cemas hingga stress, yang membuat orang tersebut menanganinya dengan berbelanja.
Menurut Dellawaty, hal yang harus dilakukan untuk membentengi hal tersebut, yaitu dengan memiliki self control dan pengelolaan kecemasan yang baik. Sehingga dalam proses menangani permasalahan hingga tekanan, bisa dialihkan ke kegiatan yang lebih positif.
“Selain itu, anak muda bisa mencoba detox media sosial dan mengurangi konten flexing dari para influencer. Untuk mengeliminasi perasaan tidak menyenangkan atau pengelolaan tingkat stress.”
“Serta menanamkan pada diri, bahwa semua hal indah di sosial media belum tentu sesuai dengan kenyataan. Jadi jangan selalu meniru apa yang hanya tampak di layar kaca,” tegasnya. (Yolanda Oktaviani/Ra Indrata)