IMR – Uang tunai sebesar Rp150 juta jadi salah satu barang bukti kasus pemerasan, yang melibatkan oknum wartawan dan petugas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Batu terhadap pengurus salah satu pondok pesantren (Ponpes) di Kota Batu.
Dua tersangka yakni YLA (40) orang mengaku wartawan asal Kecamatan Blimbing, Kota Malang dan FDY (51) petugas P2TP2A Kota Batu saat ini telah diamankan di Polres Batu, setelah dilakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu (12/2/2025) sekitar pukul 13.00 WIB, di salah satu Resto di Kecamatan Junrejo.
Kapolres Batu, AKBP Andi Yudha Pranata menyatakan, pemerasan berawal adanya dugaan tindak pidana pencabulan di salah satu Ponpes di Kota Batu, yang dilakukan oleh pengurus Ponpes terhadap santriwatinya.
“Salah satu keluarga korban datang ke kantor Pusat Pelayanan Keluarga Kota Batu untuk membuat laporan. Namun oleh petugas dirujuk ke P2TP2A. Selanjutnya, keluarga korban dan pihak pengurus pondok diundang tim oleh FDY selaku petugas P2TP2A dan dilaksanakan mediasi namun tidak ada titik temu,” papar Kapolres Andi, Selasa (18/2/2025).
Karena tidak ada titik temu, beberapa hari setelahnya keluarga korban dengan didampingi FDY membuat laporan di Polres Batu. Setelah dilaporkan ke Polres Batu, salah satu keluarga korban menghubungi YLA.
“Lalu YLA dan FDY saling komunikasi, dengan maksud mengawal perkara tersebut,” imbuhnya.
TUNJUKKAN BARANG BUKTI: Kapolres Batu, AKBP Andi Yudha Pranata saat menunjukkan barang bukti kasus pemerasan terhadap pengurus Ponpes di Kota Batu. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Selang beberapa hari setelah perkara tersebut dilaporkan, terjadilah pertemuan antara tersangka FDY, YLA dan pihak Ponpes. Dalam pertemuan itu, pihak Ponpes meminta agar perkara tersebut dapat diselesaikan secara baik, karena berita sudah tersebar dan pihak Ponpes merasa malu.
“Dalam pertemuan itu, YLA membuat narasi untuk menutup berita agar disiapkan uang sebesar Rp40 juta. Uang itu akan digunakan untuk semua media dan biaya pengacara. Selanjutnya, uang diterima oleh FDY dan oleh FDY diserahkan ke YLA,” bebernya.
Setelah YLA menerima uang, FDY mendapatkan bagian sebesar Rp3 juta. Kemudian Rp15 juta digunakan untuk membayar pengacara dan Rp22 juta digunakan sendiri oleh YLA.
Karena uang sebesar Rp40 juta sudah diserahkan kepada FDY dan ternyata perkara tidak kunjung selesai, serta di media masih ada berita maka pihak pengurus pondok menanyakan kepada YLA dan FDY.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, YLA membuat skenario dengan mengirimkan pesan melalui WA, berisikan ‘Perkara sudah P18 satu kali lagi pemeriksaan sudah P19 dan tersangka akan dilakukan penahanan dan hingga kini berusaha agar tidak sampai P19’. ‘Info dari Polres segera bakan ada press release sekaligus penetapan tersangka’.
Kemudian YLA dan FDY juga membuat skenario melalui WA, dengan cara YLA menyuruh FDY untuk menyimpan nomer telpon YLA dan menamainya dengan nomor keluarga korban pencabulan.
Lalu dikirmkan pesan WA berisikan, ‘Keluarga korban minta uang sebesar Rp120 juta sebagai kompensasi dan jika tidak segera di penuhi maka perkara akan di laporkan ke Polda dan melarang pihak pondok berhubungan langsung dengan keluarga korban namun harus melalui FDY’.
“Skenario tersebut dilakukan untuk membuat pengurus Ponpes ketakutan, bahwa perkaranya akan disediakan lebih banyak lagi dan pengurus Ponpes yang dilaporkan akan ditahan. Akhirnya korban mau menuruti permintaan tersangka,” ujarnya.
Karena panik, pengurus Ponpes meminta agar bertemu dan mencari solusi jalan terbaik. Selanjutnya YLA bertemu dengan pengurus pondok dan dalam pertemuan tersebut YLA mengajukan rincian biaya.
Rincian biayanya untuk korban Rp180 juta, biaya untuk penyelesaian perkara di Polres Rp150 juta dan pemulihan nama baik melalui media Rp10 juta, sehingga total biayanya Rp340 juta.
“Atas permintaan YLA, pihak Ponpes menyanggupi dengan terlebih dahulu menyerahkan uang sebesar Rp150 juta dan sisinya akan dibayar lima hari kemudian,” ungkapnya.
Lalu pada 12 Februari 2025 sekira pukul 12.30 WIB petugas kepolisian berhasil mengamankan YLA dan FDY, sesaat setelah menerima uang dari pihak Ponpes. Dalam penangkapan tersebut, uang sebesar Rp150 juta disita dari FDY.
Dalam perkara tersebut, selain mengamankan barang bukti uang Rp150 juta, Polisi turut mengamankan empat unit handphone berbagai merek, satu unit sepeda motor Honda Vario warna hitam dan satu buah tas.
“Untuk modus operandinya, kedua tersangka menakut-nakuti pihak Ponpes yang menjadi terlapor dalam perkara perbuatan cabul yang tengah ditangani unit PPA Polres Batu,” ungkapnya.
Kedua tersangka memanfaatkan status dirinya sebagai salah satu petugas P2TP2A kota Batu dan mengaku sebagai wartawan. Dengan maksud mencari keuntungan atas perbuatan pemerasan itu.
“Berdasarkan dua alat bukti yang cukup, serta barang bukti yang ditemukan. Maka kedua tersangka disangkakan melanggar pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman penjara paling lama sembilan tahun,” tegas Kapolres.
Lebih lanjut, Kapolres Andi juga menyatakan, untuk perkara dugaan tindak pidana pencabulan, yang saat ini ditangani penyidik Unit PPA Polres Batu, akan terus berlanjut dan masih dilakukan penyelidikan. Dalam hal ini, penyidik telah melakukan pemeriksaan sebanyak delapan saksi.
“Untuk dugaan pencabulan akan kami lakukan percepatan, penyidik harus segera kerja estafet dan maraton. Karena itu, kami mohon doa seluruh masyarakat Kota Batu dan orang tua, agar bisa melakukan penanganan perkara secara profesional dan transparan,” tutupnya. (Ananto Wibowo)