Potensi Ekonomi Syariah yang Masih Belum Dimaksimalkan
Indonesia, sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, memiliki potensi ekonomi syariah yang sangat besar. Namun, potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan dalam perencanaan anggaran negara, termasuk dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Berbagai sektor seperti keuangan syariah, makanan halal, dan pariwisata halal menawarkan peluang signifikan untuk pertumbuhan ekonomi, namun masih ada tantangan yang menghambat pengembangannya.
Abdul Hakam Naja, peneliti dari Center for Sharia Economic Development (CSED) Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menjelaskan bahwa jumlah penduduk muslim di dunia terus meningkat pesat. Pada tahun 2023, jumlahnya mencapai 2 miliar orang, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 2,2 miliar pada 2030. Bahkan, pada tahun 2050, jumlah ini diperkirakan mencapai 2,8 miliar orang atau hampir 30% dari total populasi dunia.
Menurut Hakam, Indonesia menyumbang sekitar 12% dari jumlah penduduk muslim dunia, yang setara dengan sekitar 240 juta orang. Dengan jumlah ini, potensi ekonomi syariah harus mendapat perhatian serius dalam penyusunan RAPBN 2026.
Hakam juga menyebutkan bahwa belanja umat Islam di tingkat global mencapai US$ 2,43 triliun, yang setara dengan sekitar Rp 39.441 triliun. Selain itu, sektor keuangan syariah global mencapai US$ 4,93 triliun atau sekitar Rp 80.000 triliun. Angka ini empat kali lipat dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan hampir 15 hingga 20 kali lipat dari RAPBN 2026.
Meski memiliki potensi yang besar, Indonesia masih tertinggal dalam industri perdagangan halal. Menurut data yang disampaikan oleh Hakam, Indonesia merupakan negara pengimpor terbesar dalam perdagangan halal. Pada tahun 2023, defisit perdagangan halal antar negara-negara organisasi kerja sama islam (OKI) mencapai US$ 17,31 miliar.
Hakam menjelaskan bahwa eksportir terbesar dalam perdagangan halal adalah Tiongkok, diikuti oleh India, Brasil, Rusia, dan Amerika Serikat. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih kalah dalam persaingan global di sektor tersebut.
Tantangan dan Peluang yang Harus Diperhatikan
Beberapa tantangan yang menghambat pengembangan ekonomi syariah di Indonesia meliputi kurangnya infrastruktur yang memadai, rendahnya kesadaran masyarakat, serta keterbatasan akses terhadap sumber daya dan modal. Selain itu, regulasi dan kebijakan yang belum sepenuhnya mendukung pengembangan sektor ini juga menjadi hambatan.
Namun, di balik tantangan tersebut, ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan. Misalnya, pengembangan industri makanan halal dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Selain itu, pariwisata halal juga memiliki potensi besar, terutama jika Indonesia mampu membangun destinasi wisata yang ramah bagi umat muslim.
Langkah yang Perlu Dilakukan
Untuk memaksimalkan potensi ekonomi syariah, pemerintah perlu melakukan beberapa langkah strategis. Pertama, perlu adanya kebijakan yang lebih progresif dan mendukung pengembangan sektor syariah. Kedua, perlu dilakukan investasi yang cukup dalam pembangunan infrastruktur dan fasilitas yang diperlukan. Ketiga, pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat dan peluang ekonomi syariah.
Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan lembaga keuangan syariah juga diperlukan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif. Dengan upaya bersama, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai salah satu negara dengan ekonomi syariah terbesar di dunia.