Islam berkembang pesat di Eropa melalui pertumbuhan populasi, dan keterlibatan generasi muda Muslim, terutama di Albanian dan Kosovo dan wilayah Balkan lain
InfoMalangRaya.com | FENOMENA Fenomena pertumbuhan Islam di Eropa terus menarik perhatian dunia. Salah satu potret paling mencolok datang dari Albania dan Kosovo, sebuah negara kecil di kawasan Balkan yang kini dikenal sebagai salah satu negara mayoritas Muslim di Eropa.
Konten kreator Muslim asal Australia, Lily Jay, baru-baru ini membagikan pengalamannya selama berada di Kosovo dan Albania melalui media sosial.
Dalam kunjungannya ke Albania, Lily Jay, seorang traveler dan konten kreator, mengungkapkan kekagumannya pada kehidupan Muslim di negara tersebut.
“Saya benar-benar terkejut melihat betapa indahnya negara ini. Masjid ada di mana-mana, masyarakatnya sangat ramah, dan budaya Islam sangat kental,” kata Jay dalam liputannya.
Ia juga mencatat bahwa meskipun Albania mayoritas Muslim, toleransi beragama sangat dijunjung tinggi. “Ada katedral besar bernama Mother Theresa Square, dan sangat indah melihat negara Muslim yang inklusif terhadap pemeluk agama lain,” tambahnya.
Menurut data terkini (2024), sekitar 56-59% penduduk Albania mengidentifikasi diri sebagai Muslim, menjadikannya negara dengan populasi Muslim terbesar di Eropa secara persentase (setelah Kosovo).
Total Populasi Albania: ±2,8 juta jiwa (World Bank, 2023) dengan populasi; 1,57–1,65 juta orang Muslim (56-59% menurut CIA World Factbook dan Pew Research Center). Mayoritas adalah Sunni (Mazhab Hanafi), dengan minoritas Bektashi (Sufi) yang unik (±20% dari Muslim Albania).
Dalam video yang telah ditonton jutaan kali, travel vlogger dan konten kreator yang dikenal dengan video-video perjalanannya –khususnya tentang kehidupan Muslim di berbagai negara— ini menyoroti bagaimana kuatnya kehidupan beragama di Kosovo serta keragaman budaya yang hidup berdampingan secara harmonis.
“Saya benar-benar terkejut dengan betapa indahnya negara ini. Masjid ada di mana-mana dan orang-orangnya sangat ramah,” ujar Lily dalam videonya.
“Setiap sudut terasa seperti harta karun — kafe yang nyaman, bangunan indah, dan budaya yang hidup.”
Dalam kunjungannya, Lily juga melihat dari dekat perkembangan di Kosovo. Kosovo memang memiliki sejarah panjang dengan Islam.
Jumlah penduduk Muslim sekitar 1,71–1,73 juta jiwa (95,6% menurut CIA World Factbook, 2023), menjadikannya salah satu negara dengan persentase penduduk Muslim tertinggi di Eropa.
Mayoritas menganut Islam Sunni dengan tradisi Hanafi. Dan minoritas kecil pengikut Tarekat Bektashi dan komunitas non-Muslim (Katolik, Ortodoks).
Jejak Kekhalifan Utsmani (Ottoman) selama berabad-abad membentuk identitas keagamaan dan budaya masyarakat hingga kini. Di ibu kota Pristina, bangunan modern berdiri berdampingan dengan masjid-masjid bersejarah yang masih aktif digunakan.
Dalam kunjungannya, Lily menunjukkan suasana Jumat (shalat Jumat) di salah satu masjid utama. Ia menggambarkan betapa penuhnya area masjid, hingga jamaah meluber ke jalanan.
“Luar biasa melihat kekuatan komunitas Islam di sini dan dedikasi mereka kepada Tuhan,” ujarnya.
Namun, Kosovo juga menunjukkan sisi inklusifnya. Di tengah dominasi Islam, simbol agama lain tetap dihormati. Lily menyoroti kehadiran Katedral Ibu Teresa yang berdiri megah di pusat kota.
“Indah sekali melihat negara Muslim yang tetap terbuka dengan keyakinan lain,” katanya.
Lily juga sempat mengunjungi toko hijab, berbincang dengan para perempuan lokal, bahkan belajar sedikit bahasa Albania. Ia berbagi momen spiritual ketika seorang anak tertidur mendengarkan lantunan Al-Qur’an.
“Kalian tidak mengerti betapa beruntungnya kalian,” ucap Lily sambil merefleksikan pengalaman religius yang ia alami.
Muslim Kosovo (Foto: TI)
Salah satu momen paling menyentuh adalah ketika seorang perempuan lokal menghampirinya dan meminta makanan.
“Ketika Tuhan memberi kesempatan untuk memberi, kamu harus ambil itu. Saya merasa sangat beruntung bisa membantu,” ujar Lily.
Tak hanya menampilkan sisi spiritual dan sosial, Lily juga mengeksplorasi tempat wisata dan situs sejarah. Ia mengunjungi makam Sultan Murad I, pemimpin ketiga Kekhalifahan Utsmanis yang gugur dalam Pertempuran Kosovo tahun 1389.
Kunjungan ini menjadi pengingat sejarah panjang Islam di Eropa Tenggara.
Seorang warga lokal bernama Sherifetin bahkan mengajak Lily dan timnya berkeliling ke tempat-tempat ikonik seperti Germia Park, taman nasional yang terkenal akan keindahan alam dan jalur hiking-nya.
“Kami sangat bangga menunjukkan siapa kami dan bagaimana Islam hidup di sini,” ujar Sherifetin saat ditemui.
Fenomena seperti yang digambarkan Lily Jay memperlihatkan bahwa Islam bukan hanya berkembang di Eropa, namun juga meresap dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Damai dan Terbuka
Kosovo menjadi contoh bagaimana identitas Islam dapat menyatu dengan tradisi lokal, modernitas, dan keterbukaan terhadap perbedaan.
Menurut Dr. Ahmet Yilmaz, pakar demografi Islam di Eropa dari Universitas Wina, menjelaskan bahwa pertumbuhan Muslim di Eropa disebabkan oleh beberapa faktor:
Pertama, tingkat kelahiran yang lebih tinggi di keluarga Muslim dibanding populasi Eropa asli. Kedua, migrasi dari negara-negara mayoritas Muslim, seperti Timur Tengah dan Afrika Utara.
Ketiga, maraknya mualaf, meskipun dalam jumlah lebih kecil. “Albania dan Kosovo adalah contoh unik karena Islam telah mengakar sejak era Utsmani. Namun, di Eropa Barat, pertumbuhan Muslim lebih banyak dipengaruhi migrasi,” jelas Yilmaz.
Menurut Dr. Enes Karic, profesor studi Islam dari University of Sarajevo, “Apa yang kita lihat di Kosovo adalah bentuk Islam Eropa yang damai dan terbuka, diwarisi dari tradisi Utsmani, namun tumbuh dalam konteks demokrasi modern.”
Perjalanan Lily Jay di Albanidan dan Kosovo menunjukkan bahwa narasi tentang Islam di Eropa tidak melulu soal politik, imigrasi, atau konflik.
Ada kehidupan nyata di balik headline — kehidupan yang penuh warna, spiritualitas, dan harmoni antarumat beragama.
“Setiap hari saya melihat dampak nyata dari apa yang saya lakukan. Itu memberi saya motivasi besar untuk terus berbagi,” tutup Lily.
Bukan Soal Demografi
Dr.Gilles Kepel, seorangp pakar politik Islam dan profesor di Sciences Po, Prancis, berpendapat bahwa perkembangan populasi umat Islam di Eropa bukan semata-mata masalah demografi, tetapi sangat terkait dengan perubahan politik, sosial, dan integrasi agama dalam ruang publik.
Dalam wawancara dan tulisannya, seperti “La Fracture” (2016), ia menjelaskan bahwa: “Islam di Eropa saat ini tidak hanya dibentuk oleh imigrasi, tapi juga oleh bagaimana generasi Muslim kedua dan ketiga mendefinisikan identitas mereka dalam masyarakat sekuler.”
Sementara Dr.Jonathan Laurence, penulis buku “The Emancipation of Europe’s Muslim: The State’s Role in Minority Integration” (2012), profesor di Boston College, melihat pertumbuhan populasi Muslim di Eropa sebagai bagian dari transformasi masyarakat pluralistik modern.
“Pemerintahan di Eropa telah beralih dari mengabaikan Islam menjadi membangun institusi untuk integrasi Islam. Tantangannya bukan pada pertumbuhan Islam, namun memastikan inklusi demokratisnya.”
Dengan suasana kehadiran masjid yang ramai, budaya Islam yang hidup, dan tingkat toleransi yang tinggi, Albania dan Kosovo menjadi contoh nyata perkembangan Islam di Eropa.
Sementara itu, negara-negara Eropa Barat terus beradaptasi dengan perubahan demografis ini, menciptakan dinamika sosial baru di benua tersebut.*