Asosiasi Industri Minuman Ringan Mengeluhkan Rencana Penerapan Cukai MBDK pada 2026
Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) menyatakan bahwa pihaknya belum siap dengan rencana penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang dijadwalkan dilakukan pada 2026. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Asrim, Triyono Prijosoesilo, yang mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut telah menjadi isu sejak beberapa tahun lalu, meskipun hingga saat ini belum terealisasi.
Menurut Triyono, rencana penerapan cukai MBDK sudah masuk dalam APBN beberapa tahun terakhir. Namun, hingga kini, implementasinya masih tertunda. Ia menilai bahwa kebijakan ini akan memberikan beban tambahan bagi industri dan akhirnya berdampak pada konsumen. Menurutnya, peningkatan harga produk akibat cukai MBDK dapat menyebabkan penurunan penjualan, terlebih jika kondisi ekonomi tidak stabil.
Tren pertumbuhan industri minuman siap saji dalam kemasan juga menunjukkan penurunan signifikan. Pada 2023, pertumbuhan mencapai sekitar 3,1%, kemudian turun menjadi 1,2% pada 2024. Bahkan pada kuartal pertama 2025, pertumbuhan justru negatif sebesar -1,3%. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan pelaku industri.
Triyono menilai bahwa penerapan cukai MBDK hanya bertujuan untuk meningkatkan rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Menurutnya, pemerintah seolah-olah mencari subjek pajak baru, padahal perusahaan-perusahaan yang terkena cukai ini sudah membayar berbagai jenis pajak sebelumnya.
Selain itu, ia menyoroti bahwa penggunaan cukai minuman manis di berbagai negara tidak efektif dalam menurunkan tingkat penyakit tidak menular atau obesitas. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 menunjukkan bahwa kontributor utama konsumsi kalori dalam makanan berasal dari makanan yang disiapkan di rumah, yaitu sebesar 79%. Oleh karena itu, ia percaya bahwa cukai MBDK hanya akan menargetkan sebagian kecil sumber pasokan gula dan kalori bagi masyarakat.
Sebagai informasi, wacana penerapan cukai MBDK sudah ada sejak 2020. Meski demikian, penerapannya terus ditunda. Dalam APBN 2025, pemerintah menetapkan target penerimaan dari cukai MBDK sebesar Rp3,8 triliun. Namun, sampai saat ini, implementasinya belum terealisasi.
Dalam RAPBN 2026, pemerintah menyatakan akan kembali menerapkan cukai MBDK sebagai bagian dari ekstensifikasi barang kena cukai. Tujuan dari pengenaan cukai ini adalah untuk mendukung upaya pengendalian konsumsi produk yang memiliki dampak negatif terhadap kesehatan. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat.
Namun, otoritas fiskal mengakui bahwa implementasi kebijakan ini berpotensi menghadapi risiko dari sisi kesiapan pelaku usaha. Perbedaan produk dan kompleksitas rantai distribusi bisa menjadi tantangan dalam pelaksanaan kebijakan ini. Selain itu, pemerintah juga mengidentifikasi risiko dari masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya kebijakan cukai minuman manis. Untuk itu, pemerintah siap terus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang efek negatif konsumsi gula berlebih terhadap kesehatan.