Peran LMKN dalam Pengelolaan Royalti Musik
Seiring dengan semakin ketatnya aturan terkait royalti musik, banyak pelaku usaha yang mulai mempertanyakan apakah mereka harus membayar royalti untuk menggunakan suara alam seperti kicau burung atau gemericik air. Hal ini menarik perhatian Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, yang menyatakan bahwa penggunaan suara alam juga bisa dikenai royalti.
Dharma Oratmangun, yang tidak asing di dunia musik Indonesia, menjelaskan bahwa setiap rekaman suara alam memiliki hak terkait, termasuk hak produser yang merekamnya. Ia menegaskan bahwa membayar royalti adalah solusi paling adil dan sesuai hukum. Menurutnya, tarif royalti di Indonesia relatif rendah dibandingkan negara lain, sehingga tidak akan membuat usaha menjadi bangkrut.
Pentingnya Pemahaman tentang Hak Terkait
Menurut Dharma, pelaku usaha perlu memahami bahwa setiap rekaman suara, baik itu lagu, kicauan burung, maupun suara alam lainnya, memiliki hak terkait. Produser yang merekam suara tersebut memiliki hak atas rekaman fonogram tersebut, sehingga perlu dibayar. Ia menekankan bahwa tidak ada cara untuk menghindari pembayaran royalti jika menggunakan suara alam atau kicauan burung.
Selain itu, Dharma juga mengingatkan bahwa restoran atau kafe yang memutar lagu-lagu internasional tetap wajib membayar royalti. LMKN dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) telah menjalin kerja sama dengan pihak luar negeri dalam hal ini. Artinya, pelaku usaha tidak hanya wajib membayar ke dalam negeri, tetapi juga ke luar negeri sesuai perjanjian internasional yang berlaku.
Aturan Tarif Royalti untuk Pelaku Usaha
Tarif royalti musik bagi restoran dan kafe diatur dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu Kategori Restoran. Berdasarkan aturan tersebut, pelaku usaha wajib membayar:
- Royalti Pencipta: Rp60.000 per kursi per tahun
- Royalti Hak Terkait: Rp60.000 per kursi per tahun
Dharma menambahkan bahwa LMKN memperhitungkan kondisi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam penetapan tarif. Ia menjelaskan bahwa UMKM tidak dihitung berdasarkan 365 hari penuh karena memahami adanya bulan puasa dan situasi lain yang memengaruhi operasional bisnis.
Profil Dharma Oratmangun
Nama Dharma Oratmangun tidak asing di belantika musik Indonesia. Lahir pada 30 April 1959, ia dikenal sebagai penyanyi, pencipta lagu, sekaligus produser musik yang telah berkiprah puluhan tahun dalam industri musik Tanah Air. Karier Dharma di dunia musik melesat sejak ia meraih Juara I Festival Musik Pop Indonesia, yang menjadi awal kiprahnya di industri rekaman.
Tidak hanya tampil sebagai penyanyi, Dharma juga aktif menciptakan lagu dan memproduseri berbagai proyek musik penting. Salah satu momen bersejarah dalam kariernya adalah pada Oktober 2007, ketika ia dipercaya menjadi produser sekaligus penyanyi dalam album perdana Presiden Republik Indonesia (RI) ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dharma juga memiliki kontribusi besar dalam memperjuangkan hak-hak seniman. Ia dua kali menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Artis Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI), termasuk pada periode 2007–2011. Komitmennya terhadap perlindungan hak cipta berlanjut saat ia dipercaya memimpin Lembaga Manajemen Kolektif Karya Cipta Indonesia (KCI) sejak tahun 2012. Di bawah kepemimpinannya, KCI terus berupaya meningkatkan kesadaran dan perlindungan terhadap hak cipta lagu dan musik di Indonesia.