InfoMalangRaya – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) merespon adanya tudingan kepada salah satu kadernya, yakni Ali Muthohirin. Dalam hal ini, calon Wakil Wali Kota Malang nomor urut 2 tersebut dituding terlibat sebagai aktor dalam upaya pelengseran KH Abdurrachman Wahid (Gus Dur) dari kursi Presiden. Seperti yang diketahui, KH. Abdurrcahman Wahid atau lebih akrab disapa Gus Dur ini merupakan Presiden Ke 4 RI. Namun jabatannya sebagai presiden tak berlangsung lama. Bahkan hanya 2 tahun. Yakni sejak 1999 hingga Juli 2001.
Baca Juga :
Sering Dihindari, Benarkah Air Hujan Bisa Membuat Sakit? Ini Faktanya
Ketua DPD PSI Kota Malang Achmad Faried mengatakan, tudingan bahwa Ali Muthohirin sebagai aktor dibalik pelengseran Gus Dur adalah tudingan ngawur. Lebih-lebih menurutnya, tudingan itu sangat tidak beralasan. “Gus Dur itu lengsernya tahun 2001, Ali Muthohirin itu baru kuliah tahun 2005. Jadi kalau tahun 2001, Mas Ali masih sekitar SMP (sekolah menengah pertama). Jadi mana mungkin anak SMP jadi aktor pelengseran Presiden,” ujar Faried, Rabu (2/10/2024). Dirinya malah menduga, munculnya tudingan kepada kadernya tersebut tak ubahnya sebagai upaya black campaign. Sebab menurutnya, tudingan tersebut sangat tidak dapat dibenarkan. “Tentu sangat tidak dapat dibenarkan ya, bukan hanya tidak sesuai. Dari mana hubungannya,” imbuh Faried. Dirinya pun mengakui bahwa Ali Muthohirin juga sempat dikenal ketokohannya sebagai seorang aktivis. Salah satunya saat menjadi Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammaddiyah. Kendati demikian, ia juga menyangsikan jika keaktivisan Ali Muthohirin disangkutpautkan dengan lengsernya Gus Dur sebagai Presiden. Karena memang kedua hal tersebut terjadi berbeda waktu.
Baca Juga :
Pasangan WALI Serap Aspirasi Warga Kedungkandang
“Jadi berarti keaktivisan Ali Muthohirin ini seusai Gus Dur lengser dari jabatannya,” pungkas Faried. Dikutip dari berbagai sumber, lengsernya Gus Dur dipicu oleh laporan yang disampaikan Panitia Khusus (Pansus) DPR terkait dugaan penggunaan dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan Bulog sebesar 4 juta dollar AS. Selain itu, Gus Dur juga diduga menggunakan dana bantuan Sultan Brunei Darussalam sebesar 2 juta dollar AS. Berdasarkan tuduhan tersebut, Gus Dur dianggap melanggar UUD 1945 Pasal 9 tentang Sumpah Jabatan dan Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).