PALANGKA RAYA, Infomalangraya.com— Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Kalimantan Tengah (Kalteng), Leonard S Ampung, menyoroti tantangan berat yang dihadapi daerah dalam upaya mengejar target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen pada tahun 2029.
Hal ini disampaikannya saat membuka Rapat Koordinasi Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Kalteng di Aula Bapperida Kalimantan Tengah, Palangka Raya, Selasa (14/10/2025).
Target Ambisius Nasional, Beban Berat Daerah
Leonard mengungkap bahwa pemerintah pusat telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi Kalteng secara bertahap:
- 5,60 persen pada tahun 2025
- 6,03 persen pada tahun 2026
- 7,3 persen pada tahun 2029
“Pemerintah pusat menargetkan pertumbuhan ekonomi Kalteng untuk berkontribusi terhadap target pertumbuhan ekonomi nasional 8 persen pada tahun 2029,” kata Leonard.
Namun, menurutnya, target ambisius tersebut dibayang-bayangi oleh kondisi kapasitas fiskal daerah yang kian menurun, akibat berkurangnya Transfer ke Daerah (TKD).
Leonard menyatakan bahwa alasan efisiensi yang kerap digunakan pemerintah pusat untuk memangkas TKD, tidak sepenuhnya mencerminkan realitas.
“Yang kami perhatikan dan amati bukanlah efisiensi, akan tetapi pengurangan anggaran ke daerah akibat pergeseran anggaran ke pusat,” tegasnya.
Ia menilai, anggaran yang sebelumnya diberikan ke daerah, kini banyak dialihkan antar-kementerian atau ke lembaga baru dengan klaim akan langsung dinikmati masyarakat melalui Program Strategis Nasional (PSN).
Pemerataan Pembangunan Masih Belum Merata
Leonard juga menyoroti bahwa pembangunan yang diklaim merata, pada kenyataannya masih sangat terpusat di Pulau Jawa, baik dari segi infrastruktur, layanan publik, hingga SDM.
“Pemerataan pembangunan dan pengurangan kesenjangan antarwilayah akan menciptakan ‘gula’ yang mendatangkan ‘semut’,” katanya mengibaratkan.
Artinya, pembangunan yang terlalu terfokus di Pulau Jawa justru mendorong urbanisasi secara alami tanpa perlu program transmigrasi. Hal ini berakibat pada melemahnya daerah lain.
“Konsentrasi pembangunan berbasis jumlah penduduk dan kesiapan infrastruktur di Pulau Jawa akan terus menjadikannya magnet investasi. Akibatnya, daerah lain akan kehilangan basis pajak, pendapatan asli daerah (PAD) menurun, dan pembangunan makin tertinggal,” jelas Leonard.
Dasar Hukum dan Seruan Evaluasi
Leonard juga mengingatkan soal ketentuan Pasal 13 ayat (2) huruf d UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyebut bahwa urusan pemerintahan tertentu lebih efisien jika dijalankan oleh pemerintah pusat.
Namun, dalam praktiknya, justru beban besar diletakkan di pundak pemerintah daerah tanpa dukungan anggaran memadai.