Peraturan Daerah Persetujuan Bangunan (PBG) sebagai Solusi untuk Pembangunan Gedung di Kota Malang
DPRD Kota Malang sedang mengupayakan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Persetujuan Bangunan (PBG) sebagai salah satu regulasi prioritas tahun ini. Regulasi ini diharapkan menjadi solusi atas berbagai tantangan dalam pembangunan gedung dan tata ruang yang masih mengacu pada izin lama, yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Dito Nurakhmadi, menjelaskan bahwa urgensi pembentukan Perda PBG sangat tinggi karena banyak proses pembangunan gedung yang belum sepenuhnya beralih dari sistem IMB ke PBG. “Selama ini masih banyak bangunan yang proses izinnya mengacu pada IMB, padahal sekarang harusnya sudah PBG,” ujarnya.
Dengan adanya Perda PBG, akan ada kepastian hukum bagi instansi pemerintah daerah seperti Dinas PUPR maupun Dinas Perizinan dalam mengeluarkan izin. Selain itu, regulasi ini juga berpotensi menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak, retribusi, dan denda atas pelanggaran bangunan.
Dito mencontohkan, di sejumlah daerah sudah diterapkan sanksi denda bagi bangunan tanpa izin atau tidak sesuai peruntukan tata ruang. “Perda ini bisa mendorong penertiban bangunan liar yang banyak berdiri di atas fasilitas umum, sempadan sungai, atau ruang terbuka hijau. Selama ini Satpol PP masih lemah menindak karena hanya mengandalkan Perda Ketertiban Umum,” tambahnya.
Melalui Perda PBG, Pemkot Malang akan memiliki dasar hukum yang kuat untuk menindak pelanggaran secara terukur dan terarah, terutama terhadap bangunan di kawasan publik yang tidak sesuai peruntukan. Lebih lanjut, Dito menekankan pentingnya integrasi perizinan pembangunan gedung dengan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Menurutnya, bangunan yang berdiri harus sesuai dengan zona peruntukan, baik untuk kawasan permukiman, perdagangan, jasa, maupun kawasan budaya.
Di sisi lain, Ranperda PBG ini juga diharapkan menjadi instrumen perlindungan konsumen. Ia menyoroti masih adanya praktik pengembang nakal yang menjual unit hunian tanpa izin lengkap. “Banyak developer yang sudah membangun padahal PBG belum keluar, biasanya terjadi di pinggiran kota. Ini merugikan konsumen,” ungkapnya.
Melihat keterbatasan lahan di Kota Malang, DPRD juga mendorong pengaturan pembangunan hunian vertikal melalui Ranperda ini, seperti rumah susun, apartemen, maupun rumah deret. “Ke depan kami ingin hunian tidak lagi semuanya landed. Lewat PBG ini bisa juga mendorong pembangunan hunian vertikal agar lebih efisien dari sisi ruang,” jelas Dito.
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, sebelumnya juga menegaskan pentingnya regulasi terkait pembangunan gedung agar sejalan dengan visi penataan kota yang berkelanjutan. Menurutnya, kehadiran Perda PBG akan memperkuat aspek pengawasan dan penegakan aturan dalam proses pembangunan. “Kami ingin Kota Malang ini tertata rapi. Maka, semua pembangunan harus mengikuti aturan tata ruang yang berlaku. Dengan adanya Perda PBG, proses perizinan akan lebih terarah dan bisa mengantisipasi pelanggaran sejak dini,” ujar Wahyu.
Wahyu juga menyoroti pentingnya kolaborasi lintas OPD, termasuk Dinas PUPR, Dinas Perizinan, dan Satpol PP, dalam memastikan implementasi PBG berjalan maksimal. Ia menyebut, selama ini masih ada pengembang yang mengabaikan izin, sehingga keberadaan Perda ini nanti bisa menjadi alat kontrol yang lebih kuat. “Perda ini jadi dasar hukum penting untuk mendukung pengawasan pembangunan di Kota Malang. Bukan semata soal izin, tapi juga keselamatan, ketertiban, dan kenyamanan warga,” tambahnya.
Saat ini, Raperda PBG masih dalam tahap awal pembahasan. Meski sempat dilempar tahun lalu, pembahasannya belum berlanjut. Tahun ini, DPRD menegaskan komitmennya untuk menuntaskan regulasi tersebut demi penataan kota yang lebih tertib dan berkelanjutan.