InfoMalangRaya.com – Wakil Ketua MUI Pusat Buya Anwar Abbas meminta Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Ova Emilia memberikan klarifikasi ke publik karena telah menegur Dekan FT-UGM yang mengeluarkan Surat Edaran (SE) Larangan LGBT.
“Untuk itu kita meminta rektor UGM tersebut agar merubah sikap dan tindakannya serta memberikan klarifikasi yang sejelas-jelasnya kepada masyarakat agar tidak terjadi keresahan dan kegaduhan (polemik LGBT, red),” kata Buya Anwar Abbas dalam pernyataan yang dikirim ke redaksi, Kamis (28/12/2023).
MUI mengaku menyesalkan sikap Rektor UGM yang telah menegur pihak Dekan FT-UGM yang telah menerbitkan “SE Larangan LGBT di Kampus” yang semestinya justru didukung.
“Yang menjadi pertanyaan apa yang menjadi dasar bagi sang rektor untuk bertindak seperti itu padahal konstitusi kita sudah jelas-jelas menyatakan dalam Pasal 29 ayat 1 bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujar Buya Abbas.
“Ini artinya UU dan kebijakan yang kita buat di negeri ini tidak boleh ada yang bertentangan dengan nilai-nilai dari ajaran agama,” tambah dia.
Ketua PP Muhammadiyah ini juga mengatakan,di negeri ini ada 6 agama yang diakui oleh negara: yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Dari keenam agama tersebut tidak ada satupun yang mentolerir praktek LGBT, apalagi bila dikaitkan dengan agama Islam yang merupakan agama mayoritas di negeri ini.
“Sikap dan tindakan dari rektor UGM tersebut karena apa yang dilakukannya sudah jelas-jelas tidak bisa diterima bahkan bila kita telisik lebih jauh tindakan tersebut sudah masuk ke dalam kategori melecehkan ajaran agama, tidak hanya agama Islam tapi juga lima agama lainnya,” tambahnya.
“Jjika ada seorang rektor di negeri ini yang berani berbuat seperti itu yaitu melanggar konstitusi dan melecehkan ajaran agama tentu saja apa yang dilakukannya tersebut jelas selain tidak benar juga tidak baik bila diukur dari falsafah dan hukum dasar serta budaya yang berlaku di negara kita,” ujarnya.
Baca juga: ICMI Dukung UGM Lindungi Mahasiswa dari Perilaku LGBT di Kampus
MUI menilai, ada pihak yang menekan Rektor UGM dalam kasus ini. “Ada kesan sang rektor seperti telah mendapat tekanan dari kalangan pegiat hak asasi manusia dan masyarakat sipil yang fokus kepada keberagaman gender dan seksual,” ujarnya
“Kita semua tahu konsep HAM yang mereka perjuangkan di negeri ini adalah HAM versi Barat yang itu jelas-jelas sangat berbeda dan bertentangan dengan konsep HAM yang kita junjung tinggi yaitu HAM Konstitusi yang menghormati nilai-nilai dari ajaran agama,” demikian jelasnya.
Diketahui, sebelumnya, FT UGM mengeluarkan SE Larangan LGBT di Kampus. SE itu diteken Dekan Fakultas Teknik, Selo pada tanggal 1 Desember 2023.
Aturan berisi larangan penyebarluasan paham, pemikiran, sikap, dan perilaku yang mendukung LGBT karena bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan norma yang berlaku di Indonesia.
Fakultas Teknik juga menyiapkan sanksi maksimal bagi dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan yang terbukti menyebarluaskan paham, pemikiran, sikap, dan perilaku yang mendukung LGBT.
SE dibuat setelah mendengar laporan mahasiswa tentang mahasiswa laki-laki yang masuk ke toilet perempuan.
Sekelompok mahasiswa tersebut menuding laki-laki yang masuk toilet perempuan itu sebagai LGBT.
Laporan sekelompok mahasiswa tersebut membuat pejabat fakultas setempat menyusun surat edaran sebagai payung hukum untuk menindaklanjuti mahasiswa yang mendapat tuduhan sebagai LGBT.
Setelah SE keluar kelompok berjuluk “masyarakat sipil” dan pendukung LGBT mempermasalahkan nya.*
Baca juga: AILA Ajak Masyarakat Mendukung FT UGM dari Tekanan Kelompok LGBT