Respons Ketua RW Soal Penolakan Warga Terhadap Proyek Properti Skala Besar di Blimbing

Info Malang Raya – Rencana pembangunan proyek properti berskala besar di kawasan Blimbing, Kota Malang memicu reaksi penolakan dari warga. Proyek yang digagas oleh PT Tanrise Property Indonesia ini mencakup pembangunan hotel bintang lima dan dua menara apartemen yang dirancang setinggi 197 meter di Jalan A. Yani, tepatnya di wilayah RW 10 Kelurahan Blimbing.

Luas area pengembangan mencapai 12.172 meter persegi dan berbatasan langsung dengan fasilitas pendidikan, yakni SDN 3 Blimbing. Ketua RW 10, Rahmadani, mengaku sempat terkejut ketika pertama kali mengetahui rencana tersebut. Merespons informasi tersebut, ia segera menginisiasi pertemuan warga untuk membahas langkah-langkah selanjutnya.

“Pihak pengembang datang dan menyampaikan undangan konsultasi publik terkait dokumen Amdal, yang dijadwalkan pada Maret 2025,” ujarnya, Minggu (27/4/2025).

Pada pertemuan awal tersebut, menurut Rahmadani, warga hanya menjadi pendengar tanpa ada forum dialog yang terbuka. “Saya sempat menegur pihak Tanrise karena tidak pernah memperkenalkan diri atau memberi pemberitahuan kepada warga sebelumnya,” ungkapnya.

Dari pertemuan itu, warga sepakat membentuk wadah bernama Gemas T10—sebuah kelompok perwakilan warga untuk menjadi jembatan komunikasi dengan pengembang. Setelah menjaring aspirasi dari warga, kelompok ini menyimpulkan bahwa mayoritas masyarakat menolak proyek tersebut.

“Banyak kekhawatiran yang muncul, seperti potensi dampak lingkungan, kebisingan, hingga kerusakan pada bangunan di sekitar lokasi,” tambah Rahmadani.

Ia juga mengungkapkan bahwa terdapat ketidaksesuaian informasi mengenai ketinggian bangunan. Dalam presentasi awal, disebutkan ketinggian tower mencapai 197 meter. Namun, pihak Tanrise kemudian menyampaikan klarifikasi bahwa ketinggian sebenarnya adalah 130 meter.

“Kami masih menunggu transparansi dari pihak Tanrise. Warga berharap ada sosialisasi terbuka agar semua pihak memahami rencana proyek ini secara jelas,” katanya.

Di sisi lain, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, membenarkan bahwa proyek tersebut sudah mengajukan perizinan.

“Saat ini masih dalam proses. Yang sudah diterbitkan baru dokumen KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang),” jelasnya.

KKPR merupakan dokumen awal yang menyatakan bahwa suatu kegiatan usaha sesuai dengan peruntukan tata ruang wilayah setempat. Dokumen ini menjadi syarat dasar sebelum masuk ke proses perizinan lainnya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Tanrise Property Indonesia belum memberikan tanggapan resmi atas penolakan warga. Upaya konfirmasi oleh jurnalis TIMES Indonesia juga belum mendapat respons dari pihak pengembang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *