Proses Pengadaan Tanah Terkait Pelebaran Jalan Gondanglegi-Balekambang
Pelebaran Jalan Gondanglegi-Balekambang di Kabupaten Malang telah mengakibatkan sejumlah warga terdampak. Berdasarkan data yang diperoleh dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Timur, tercatat sebanyak 891 bidang tanah milik masyarakat yang terkena dampak dari proyek ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 494 bidang telah dibayarkan, sedangkan 397 lainnya masih dalam proses penyelesaian.
Proses pengadaan tanah untuk pelebaran jalan ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Lot 16 A dan Lot 16 B. Lot 16 A mencakup area Gondanglegi hingga Bantur, sementara Lot 16 B mencakup wilayah Bantur hingga Balekambang. Menurut Plt Kasi Pengadaan Tanah ATR/BPN Kabupaten Malang, Suhartoyo, pengadaan tanah untuk Lot 16 A dilakukan langsung oleh Kementerian PUPR, sedangkan Lot 16 B ditangani oleh Pemerintah Kabupaten Malang.
Suhartoyo menjelaskan bahwa pengadaan tanah di Lot 16 A tidak melalui tahapan yang rumit. “Pengadaan langsung berarti instansi yang membutuhkan tanah langsung berkomunikasi dengan pemilik tanah,” ujarnya. Namun, meskipun pengadaan sudah dilakukan, beberapa bidang tanah belum dapat dibayarkan karena masih dalam proses pemberkasan.
Proses Pemberkasan dan Penyebab Belum Terbayarnya Tanah
Menurut Suhartoyo, setelah pengukuran tanah dilakukan, berkas administratif seperti PNBP, sertifikat tanah, dan dokumen lainnya harus diselesaikan. Setelah itu, dokumen-dokumen tersebut akan diserahkan ke ATR/BPN untuk dikeluarkan peta bidangnya. “Karena peta bidang belum keluar, maka pembayaran tidak bisa dilakukan,” katanya.
Dari total 397 bidang yang belum dibayar, sebagian besar masuk ke dalam kewenangan Kementerian PUPR, yaitu Lot 16 A. Hal ini menyebabkan beberapa permasalahan terkait ganti rugi bagi warga yang terdampak. Sebelumnya, puluhan warga dari Desa Banjarejo dan Desa Pagelaran, Kecamatan Pagelaran, mengadu ke DPRD Kabupaten Malang. Mereka menyampaikan keluhan terkait belum diterimanya ganti rugi atas tanah yang terkena dampak pelebaran jalan.
Suhartoyo menilai bahwa mayoritas warga yang hadir merupakan bagian dari Lot 16 A. Ia menjelaskan bahwa karena pemberkasan masih berada di bawah kewenangan Kementerian PUPR, ia belum mengetahui secara detail apa permasalahan yang mereka alami. Namun, ia menduga kemungkinan besar warga tersebut memiliki bangunan di sempadan jalan. “Jika ada bangunan di sempadan jalan, maka tidak bisa diganti rugi, tetapi hanya diberikan kerohiman berupa dana santunan dari appraisal,” tegasnya.
Tantangan dan Solusi yang Diharapkan
Masalah ini menunjukkan tantangan dalam proses pengadaan tanah yang tidak sepenuhnya transparan dan cepat. Warga yang terdampak sering kali merasa tidak puas dengan proses yang terkesan lambat dan kurang koordinasi antara instansi terkait. Untuk itu, diperlukan komunikasi yang lebih baik antara pihak pemerintah dan masyarakat agar semua pihak merasa diakomodasi.
Selain itu, penting untuk meningkatkan koordinasi antara Kementerian PUPR, Pemkab Malang, dan ATR/BPN agar proses pemberkasan bisa lebih efisien. Dengan demikian, warga yang terdampak dapat segera menerima haknya tanpa harus menunggu lama. Selain itu, perlu adanya sosialisasi yang lebih luas agar masyarakat memahami hak dan kewajiban mereka dalam proses pengadaan tanah.