InfoMalangRaya.com– Ratusan hingga ribuan umat Islam di berbagai negara bagian India kini menghadapi dugaan tindakan kriminal setelah menulis atau menyebarkan slogan “I Love Muhammad” dalam bentuk poster, spanduk, atau unggahan media sosial.
Pemerintah lokal dan kepolisian menetapkan tuduhan bahwa ekspresi tersebut mengganggu “ketertiban umum” dan memicu konflik antaragama.
“Di seluruh India, total 4.505 Muslim telah ditangkap. Dan 265 Muslim di India, termasuk 89 di Bareilly, telah ditangkap hingga 7 Oktober,” demikian pernyataan laporan terbaru dari Asosiasi untuk Perlindungan Hak Sipil (APCR), yang dirilis pada Jumat, 10 Oktober 2025.
Yogi Adityanath, the Chief Minister of #India’s Uttar Pradesh state, has threatened to demolish the homes of those Muslims who put up “I Love Muhammad” posters or banners in front of their houses. The authorities have also banned #Muslims from carrying “#ILoveMuhammad” posters in… pic.twitter.com/FdgtIlTHkF— Pinaki Bhattacharya (@PinakiTweetsBD) October 7, 2025
Sebuah laporan pencari fakta menuduh adanya tindakan polisi yang tidak proporsional dan penargetan administratif terhadap Muslim di Bareilly setelah demonstrasi “Saya Cinta Nabi Muhammad” yang dipimpin oleh ulama Muslim Maulana Tauqeer Raza Khan.
Kronologi mulai muncul awal September 2025, terkait perayaan Maulid Nabi di Kanpur, negara bagian Uttar Pradesh. Sejumlah warga muslim menempatkan papan lampu bertuliskan “I Love Muhammad” di rute prosesi.
Namun, beberapa kelompok Hindu mengajukan keberatan, menuduh slogan sebagai “tradisi baru” yang tidak patut ditambahkan ke perayaan lokal. Polisi kemudian mencabut papan tersebut dan mengajukan laporan polisi (FIR) terhadap 24 orang, kutip Al Jazeera.
Menurut The Times of India, ketegangan merambat ke kota Bareilly, di mana pengikut gerakan “I Love Muhammad” menggelar demonstrasi sebagai solidaritas terhadap kasus Kanpur. Aksi itu berubah ricuh setelah bentrokan dengan polisi, dan pihak berwenang merespons dengan penahanan massal, pengajuan FIR terhadap ribuan orang, dan pembongkaran properti yang dianggap terkait gerakan tersebut.
Menurut laporan Al Jazeera, hingga 14 Oktober 2025 lebih dari 2.500 orang didakwa dalam setidaknya 22 kasus yang diajukan oleh kepolisian India terkait slogan “I Love Muhammad”. Dari jumlah tersebut, sedikitnya 40 orang telah ditahan dalam bentuk penahanan formal.
Delapan orang, termasuk tokoh agama Maulana Tauqeer Raza Khan, ditangkap dan dikirim ke tahanan pengadilan selama 14 hari, setelah 2.000 orang didakwa dalam berbagai FIR.
Tuduhan Hukum dan Sanksi yang Ditetapkan
Kepolisian India menggunakan pasal-pasal dari undang-undang Bharatiya Nyaya Sanhita (BNS) dan Kitab Undang-Undang Hukum (Indian Penal Code) untuk menjerat para tersangka.
Misalnya, seorang pria berusia 26 tahun dari Muzaffarnagar dikenakan pasal BNS 152 (yang terkait merusak persatuan dan kesatuan negara) — yang bisa menjerat hingga hukuman seumur hidup — selain tuduhan provokasi dan menyebarkan informasi palsu.
Kepala Kepolisian Muzaffarnagar SP Aditya Bansal menjelaskan bahwa video yang diunggah pria tersebut berisi pernyataan provokatif dan mengidentifikasi dirinya, sehingga polisi telah melacaknya dan berencana segera menahan dia.
Di Bareilly, polisi mengajukan sepuluh FIR terhadap sekitar 2.000 pengunjuk rasa dalam empat distrik. FIR tersebut mencakup dakwaan mulai dari percobaan pembunuhan (attempt to murder), ujaran kebencian terkait agama, hingga kerusakan fasilitas publik.
“Menargetkan orang hanya karena slogan seperti ‘I Love Muhammad’, yang damai dan tanpa unsur provokasi, tidak memenuhi ambang batas pembatasan menurut konstitusi India maupun hukum HAM internasional. Kekhawatiran soal ketertiban umum harus dihadapi secara proporsional, bukan dengan penindasan terhadap identitas atau ekspresi agama,” ujar Aakar Patel, Ketua Dewan Amnesty International India.
Asaduddin Owaisi, Ketua partai AIMIM, membela slogan tersebut sebagai bagian dari hak beragama berdasarkan Pasal 25 konstitusi India: “Mengucapkan ‘I Love Muhammad’ bukanlah kejahatan,” ujarnya dikuti India Today.
Kasus ini menambah daftar panjang ketegangan agama di India dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak Partai Bharatiya Janata Party (BJP) yang berhaluan nasionalis Hindu kembali berkuasa.
Sejumlah laporan lembaga hak asasi manusia mencatat peningkatan tajam diskriminasi terhadap warga Muslim, termasuk dalam bentuk penggerebekan rumah ibadah, pelarangan jilbab di sekolah-sekolah Karnataka pada 2023, serta penghancuran rumah warga Muslim di Uttar Pradesh dan Madhya Pradesh dengan alasan “penegakan hukum” pada 2024.
Amnesty International dan Human Rights Watch menilai pola tersebut menunjukkan penggunaan aparat negara untuk menekan identitas keagamaan minoritas.*