Hotel Neo Gajah Mada Pontianak Sudah Bayar Royalti Musik Sejak Tahun 2019
Sebuah isu yang sedang ramai dibicarakan di kalangan pelaku usaha, yaitu royalti musik, ternyata telah diterapkan oleh Hotel Neo Gajah Mada Pontianak sejak beberapa tahun lalu. General Manager Hotel Neo, Eksan, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah membayar royalti musik sejak tahun 2019, jauh sebelum isu ini menjadi perbincangan publik.
Royalti sendiri adalah pembayaran yang diberikan kepada pemilik hak kekayaan intelektual, seperti hak cipta, paten, atau merek dagang, atas penggunaan aset tersebut oleh pihak lain. Pembayaran ini biasanya dilakukan dalam bentuk persentase dari pendapatan atau berdasarkan jumlah penggunaan.
Eksan menjelaskan bahwa Hotel Neo sudah mengurus dan menerima tagihan terkait royalti sejak awal operasional. “Jadi sebetulnya sebelum royalti ini menjadi heboh di mana-mana, kami sudah mendapatkan tagihan dari tahun-tahun sebelumnya dan sudah melakukan pembayaran,” ujarnya saat diwawancarai di Hotel Neo pada Senin, 18 Agustus 2025.
Biaya Royalti Musik Capai Rp6 Juta Per Tahun
Dalam satu tahun, biaya royalti musik yang dikeluarkan oleh Hotel Neo mencapai sekitar Rp6 juta. Perhitungan ini didasarkan pada jumlah kamar, restoran, dan ruang publik yang tersedia di hotel. Saat ini, Hotel Neo memiliki 106 kamar dan menyediakan musik di berbagai area, termasuk kafe.
Eksan menegaskan bahwa pembayaran royalti merupakan langkah preventif agar hotel tidak menghadapi masalah hukum. “Daripada nantinya jadi masalah panjang, kami tetap sesuai role saja. Karena memang sudah kewajiban, apalagi ada live musik juga,” tambahnya.
Minim Sosialisasi Jadi Kendala
Meski demikian, Eksan menyatakan bahwa kebijakan royalti musik masih menimbulkan dilema bagi pelaku usaha karena kurangnya sosialisasi dari pihak terkait. “Yang menjadi dilema sebetulnya itu saat kami sebagai pelaku usaha tiba-tiba mendapat tagihan tanpa adanya konfirmasi atau sosialisasi terlebih dahulu. Karena tiba-tiba yang keluar itu invoice tagihan,” ungkapnya.
Sebagai anggota Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Eksan menekankan pentingnya transparansi dan kejelasan aturan. “Kalau sosialisasi sudah jelas, kebijakan juga sudah dipenuhi, pelaku usaha tidak akan kaget. Jadi ada titik terang yang membuat kami lebih terarah,” katanya.
Harapan: Regulasi Jelas dan Tidak Merugikan UMKM
Lebih lanjut, Eksan menyoroti bahwa aturan pembayaran royalti musik sebaiknya mempertimbangkan skala usaha. Menurutnya, hotel berbintang memang wajar dikenakan biaya, namun berbeda dengan UMKM kecil yang hanya sekadar memutar musik untuk menarik pengunjung.
“Kalau untuk hotel mungkin wajar, tapi kalau UMKM yang sekadar hidupin musik lalu kena tagihan, kan kasihan juga. Harapan saya semoga cepat ada titik terang, regulasinya jelas, tujuannya benar, dan tidak lagi simpang siur,” pungkasnya.