Langkah Pemerintah untuk Meningkatkan Transparansi Royalti Musik
Pemerintah Indonesia akhirnya mengambil langkah tegas dalam menangani isu transparansi royalti musik. Audit menyeluruh dilakukan terhadap Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan seluruh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Tindakan ini diambil sebagai respons terhadap tekanan publik dan para musisi yang merasa tidak puas dengan sistem distribusi royalti yang selama ini berjalan.
Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menjelaskan bahwa audit bukanlah upaya mencari kesalahan, melainkan untuk membangun sistem yang lebih adil dan akuntabel. Dalam pernyataannya di Kompleks Senayan, Jakarta (18/8), ia menegaskan bahwa audit akan menjadi alat utama dalam mengungkap mekanisme pemungutan dan penyaluran royalti yang dinilai tidak transparan.
“Tuntutan publik tidak salah. Berapa yang dipungut, bagaimana penyalurannya—itu hanya bisa dijawab lewat audit,” ujar Supratman.
Langkah ini muncul setelah beberapa musisi mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap nominal royalti yang diterima. Salah satunya adalah Ari Lasso, yang menyebut bahwa royalti yang diterimanya dari LMK Wahana Musik Indonesia (WAMI) hanya sebesar Rp765.594, jauh di bawah ekspektasi.
Reformasi Regulasi dan Keterlibatan Pelaku Usaha
Supratman juga menyebut bahwa pemerintah sedang merancang regulasi baru yang akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha. Ia menekankan pentingnya perlindungan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), agar tidak terbebani oleh kewajiban royalti.
“Saya minta LMKN undang semua pelaku usaha. Tapi yang saya mau tegaskan, tidak boleh membebani UMKM,” tegasnya.
Data dari LMKN menunjukkan bahwa total royalti yang berhasil dikumpulkan di Indonesia hanya sekitar Rp270 miliar per tahun. Angka ini jauh di bawah Malaysia yang mampu mengumpulkan antara Rp600–700 miliar per tahun. Beberapa musisi bahkan melaporkan hanya menerima Rp60 ribu per tahun, yang memicu pertanyaan besar tentang efektivitas distribusi dan validitas sistem perhitungan royalti.
Audit ini juga menjadi bagian dari upaya pembentukan komisioner LMKN yang baru. Harapan besar diarahkan pada pengembalian kepercayaan publik dan penciptaan ekosistem industri musik yang lebih sehat.
Kewajiban Royalti untuk Tempat Usaha Komersial
Pemerintah berkomitmen untuk tidak memberlakukan royalti pada pemutaran musik di ruang nonkomersial seperti acara pernikahan. Namun, pihaknya tetap menegaskan kewajiban royalti bagi tempat usaha komersial seperti kafe dan restoran.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam reformasi sistem royalti ini antara lain:
- Penyusunan regulasi baru yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
- Perlindungan terhadap UMKM agar tidak terbebani.
- Peningkatan transparansi dalam pengumpulan dan distribusi royalti.
- Pemantauan dan evaluasi berkala terhadap sistem yang berjalan.
- Pengembangan sistem perhitungan royalti yang lebih akurat dan adil.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat menciptakan lingkungan industri musik yang lebih sehat dan berkelanjutan. Selain itu, kepercayaan para musisi dan pelaku usaha terhadap sistem royalti juga akan meningkat, sehingga dapat mendorong pertumbuhan industri musik di Indonesia.