Sany Group Mengajukan Keberatan terhadap Denda Rp 449 Miliar dari KPPU
Sany Group, sebuah kelompok usaha besar, telah mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat setelah menerima sanksi denda sebesar Rp 449 miliar dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Sanksi ini diberikan kepada tiga anak perusahaan Sany Group karena dianggap melakukan pelanggaran terkait integrasi vertikal dan penguasaan pasar dalam penjualan truk merek Sany di Indonesia.
Permohonan keberatan dari empat perusahaan yang tergabung dalam Sany Group telah diajukan pada Senin, 25 Agustus 2025. Empat perusahaan tersebut adalah PT Sany Heavy Industry Indonesia, Sany International Development Ltd, PT Sany Indonesia Machinery, dan PT Sany Indonesia Heavy Equipment. Setiap perusahaan memiliki nomor perkara berurutan mulai dari 4 hingga 8.
Sebelumnya, Kepala Biro Humas KPPU Deswin Nur menyatakan bahwa denda ini berasal dari laporan publik mengenai praktik persaingan usaha yang tidak sehat. Dalam putusan KPPU, tiga anak perusahaan Sany Group dianggap melanggar Pasal 14 dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha.
Pasal-pasal tersebut melarang pelaku usaha membuat perjanjian yang bertujuan menguasai produksi barang atau jasa dalam rangkaian produksi, yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat atau merugikan masyarakat. Empat perusahaan yang menjadi terlapor dalam perkara ini adalah Sany International Development Ltd. (Terlapor I); PT Sany Indonesia Machinery (Terlapor II); PT Sany Heavy Industry Indonesia (Terlapor III); dan PT Sany Indonesia Heavy Equipment (Terlapor IV).
Menurut putusan KPPU, Terlapor I yang mengelola operasi internasional induk usahanya, Sany Heavy Industry Co Ltd, menunjuk dealer non-eksklusif seperti PT Pusaka Bumi Transportasi dan PT Gajah Utama Internasional. Namun, pembelian truk dan suku cadang oleh dealer harus dilakukan melalui Terlapor II dan Terlapor III. Hal ini menciptakan perlakuan diskriminatif terhadap dealer karena mereka harus membeli dengan sistem pembayaran yang berubah-ubah dan pendek, yang diatur oleh Terlapor I.
“Sistem pembayaran yang ketat dan target penjualan yang tinggi membuat dealer kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran sehingga banyak dealer akhirnya keluar dari pasar,” ujar Deswin dalam keterangan tertulis, Kamis, 7 Agustus 2025.
Berdasarkan temuan tersebut, Majelis Komisi menyatakan keempat terlapor melanggar Pasal 14 tentang integrasi vertikal. Terlapor I, II, dan III terbukti melanggar Pasal 19 huruf a dan b terkait dengan penguasaan pasar. Keempat terlapor juga melanggar Pasal 19 huruf d.
Atas pelanggaran tersebut, KPPU menjatuhkan denda dengan rincian sebagai berikut: Terlapor II sebesar Rp 360 miliar, Terlapor III sebesar Rp 57 miliar, dan Terlapor IV sebesar Rp 32 miliar. Selain denda, KPPU juga memerintahkan Terlapor I untuk memperbaiki perjanjian dealer dan saluran distribusi truk serta suku cadangnya. Seluruh terlapor diwajibkan melaksanakan putusan dalam waktu 30 hari setelah menerima pemberitahuan.
KPPU juga merekomendasikan agar Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM serta Kementerian Perdagangan mengevaluasi kegiatan usaha yang dilakukan oleh anak usaha Sany Group.
Deswin menegaskan bahwa keputusan ini merupakan bentuk penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu. Denda tersebut, menurutnya, adalah yang terbesar dalam sejarah hukum persaingan usaha di Indonesia. “Ini menjadi pelajaran bagi semua pelaku usaha, baik asing maupun dalam negeri, bahwa KPPU tegas dalam menindak praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Karena praktik seperti itu merugikan efisiensi perekonomian nasional dan menciptakan lingkungan bisnis yang tidak adil,” tambahnya.