InfoMalangRaya.com – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa negara-negara Islam harus membentuk aliansi melawan “ancaman yang makin luas” dari ‘Israel’.Membaiknya hubungan Turki dengan negara ArabEra Baru
Erdogan juga mengecam pembunuhan terhadap seorang aktivis HAM berdarah Turki-Amerika oleh pasukan ‘Israel’ saat mengikuti demonstrasi menolak pemukiman ilegal Yahudi di Tepi Barat.
“Satu-satunya langkah yang akan menghentikan arogansi Israel, banditisme Israel, dan terorisme negara Israel adalah aliansi negara-negara Islam,” ujar Erdogan dalam sebuah acara asosiasi sekolah Islam di dekat Istanbul.
Membaiknya hubungan Turki dengan negara Arab
Erdogan menegaskan bahwa langkah Turki memperbaiki hubungan dengan Mesir dan Suriah bertujuan untuk “membentuk garis solidaritas melawan ancaman ekspansionisme yang semakin meningkat,” yang menurutnya juga mengancam Libanon dan Suriah.
Perlu diketahui, pada Rabu (04/09/2024) Presiden Erdogan menyambut kedatangan Presiden Mesir Abdel Fattah Al-Sisi di Ankara, Turki. Ini merupakan kunjungan pertama Al-Sisi sejak menjabat sebagai Presiden Mesir usai menggulingkan pemerintahan Mursi.
Erdogan mengatakan pada bulan Juli bahwa Turki akan menyampaikan undangan kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad “kapan saja” untuk kemungkinan pembicaraan guna memulihkan hubungan antara kedua negara tetangga, yang memutuskan hubungan pada tahun 2011 setelah pecahnya perang saudara di Suriah.
Menghangatnya hubungan antara kedua negara mayorias Islam membuat jengkel ‘Israel’.
Menteri Luar Negeri Zionis ‘Israel’, Israel Katz, memposting sebuah foto AI di X yang menggambarkan Erdogan sedang menembaki sebuah miniatur kota dengan pemimpin Hamas Yahya Sinwar yang sedang melihat.
“Erdogan dan Ikhwanul Muslimin telah bekerja sama dengan Iran selama bertahun-tahun untuk membasmi rezim-rezim Arab moderat di Timur Tengah,” tuduhnya. “Lebih baik bagi Erdogan untuk diam dan merasa malu.”
Era Baru
Kedua negara menandatangi 17 kesepakatan sebagian besar terkait perdagangan, menurut Al-Jazeera pada Rabu (04/09/2024). Reporter Al-Jazeera mengatakan bahwa kedua pemimpin membahas perang Israel di Gaza, dengan fokus pada pencarian solusi untuk mengkoordinasikan pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah Palestina yang terkepung.
Pertemuan ini menandai era baru dalam hubungan antara Turki dan Mesir, yang para pemimpinnya telah berselisih dalam berbagai konflik dan masalah politik selama bertahun-tahun.
“Saya pikir kebutuhan geopolitik dan tantangan keamanan yang sama telah memaksa keduanya untuk bersatu,” katanya reporter Al-Jazeera Resul Sedar.
Setelah satu dekade hubungan yang membeku, kedua pemimpin mengatakan bahwa mereka telah membuka “lembaran baru” dalam hubungan mereka pada bulan Februari, ketika Ergodan mengunjungi Kairo.
Pada tahun 2013, Ankara dan Kairo memutuskan hubungan setelah Al-Sisi, yang saat itu menjabat sebagai menteri pertahanan Mesir, memimpin sebuah koalisi untuk menggulingkan Presiden Mohamed Mursi, sekutu Turki dan bagian dari gerakan Ikhwanul Muslimin.
Erdogan mengatakan pada saat itu bahwa ia tidak akan pernah berbicara dengan “siapa pun” seperti Al-Sisi, yang pada tahun 2014 menjadi presiden negara dengan penduduk terpadat di dunia Arab.
Di Mesir, Turki dipandang sebagai salah satu musuh utama sebagai pendukung Ikhwanul Muslimin, yang ditetapkan sebagai organisasi teroris. Kedua negara saling mengusir duta besar masing-masing dan hubungan pun memburuk.
Banyak anggota oposisi Mesir yang mencari perlindungan di Turki, di mana mereka mengoperasikan saluran televisi, yang sering kali menyuarakan seruan protes di Mesir terhadap el-Sisi.
Sebagai gantinya, media Mesir mendukung upaya kudeta di Turki pada tahun 2016 dan menyesalkan kegagalannya.
Meskipun selama satu dekade terakhir hubungan keduanya renggang, perdagangan antara kedua negara terus berlanjut: Turki adalah mitra dagang terbesar kelima Mesir, sementara Mesir adalah mitra terbesar Turki di Afrika.
Hubungan di antara mereka mulai mencair pada tahun 2020 ketika Turki memulai upaya diplomatik untuk meredakan ketegangan dengan saingan regional, termasuk Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.*