Infomalangraya.com β
Terperangkap di lautan pegunungan yang dihembuskan oleh Topan Isa, 11 orang itu diselamatkan dari atol terpencil oleh Australia.
Nelayan Indonesia Badco Said Jalating tidak dapat menahan air mata saat dia bertemu kembali dengan keluarganya minggu ini setelah terapung lebih dari 30 jam di laut ketika kapal nelayan yang dia tumpangi tenggelam saat Topan Isa.
Memeluk ibunya dan menggendong putranya yang masih kecil, Badco yang berusia 40 tahun menyeka air matanya saat pulang ke Pulau Rote di Indonesia timur.
βSaya terus memikirkan anak saya,β katanya kepada Al Jazeera. βSaat saya sedang berenang di malam hari, saya mendengar suara anak laki-laki saya memanggil nama saya. Itu memberi saya kekuatan.β
Badco adalah salah satu dari 11 nelayan Indonesia yang karam di Pulau Bedwell, bentangan pasir putih yang terpencil, terbuka dan tidak ramah tanpa tempat berlindung alami atau sumber air tawar, saat Topan Isa menyapu laut lepas barat laut Australia sebelum mendarat sebagai salah satu badai paling ganas. pernah melanda negara tersebut.
Ia meninggalkan Pulau Rote bersama sembilan pria lainnya, termasuk saudara laki-lakinya, di atas kapal Putri Jaya, kapal nelayan khas Indonesia. Pihak berwenang Australia mengatakan kapal itu mungkin tenggelam dalam βkondisi cuaca ekstremβ pada 11 atau 12 April. Awak kapal lainnya diduga tenggelam.
Ibu Badco yang berduka mengatakan dia telah memohon kepada putranya untuk tidak melaut karena kondisi cuaca, tetapi mereka tidak punya banyak pilihan.
βSeperti semua nelayan di sini, mereka harus mendengarkan bos mereka,β katanya. βJika bos mengatakan kamu pergi, kamu harus pergi.β
Ketika Badco akhirnya berhasil sampai ke Bedwell, dia ditemukan oleh 10 penduduk Pulau Rote, awak Express 1, yang kandas di pulau tersebut sekitar 300 km (200 mil) di sebelah barat kota wisata pesisir Australia, Broome, di 12 April.
Wilhemus Boraβa, kapten kapal berusia 40 tahun, mengenang bahwa Badco telanjang setelah berjam-jam di laut.
βKami memberinya pakaian,β kata Wilhemus. βSaya merasa sedih (tentang apa yang terjadi pada perahu mereka) karena mereka adalah nelayan seperti kami β orang miskin.β
Ke-11 pria itu akhirnya menghabiskan enam hari di Bedwell sebelum mereka ditemukan oleh otoritas Australia yang melakukan pengawasan udara rutin dan kemudian ditarik dari pulau itu.
Wilhemus, yang memiliki empat anak termasuk seorang bayi berusia satu tahun, mengatakan mereka tidak punya makanan dan hanya minum air garam. Namun, mereka berhasil membuat tempat berlindung sederhana dari puing-puing kapal.
βAngin membawa kami sampai kandas di atol itu,β katanya. βTidak ada apa-apa di sana. Perahu kami rusak dan kami tidak makan apapun selama enam hari.β
Pihak berwenang Indonesia mengatakan mereka berterima kasih kepada Australia karena menyelamatkan orang-orang itu tetapi mengatakan mereka melaut tanpa izin.
βKalau mereka minta izin, pasti kami kasih tahu cuacanya,β kata Merry Foenay, Kepala Dinas Perikanan Nusa Tenggara Barat, di mana Rote berada. βKalau cuaca tidak bagus, izin tidak akan kami keluarkan.β
Saat perahu mereka terombang-ambing dalam gelombang raksasa, orang-orang itu ragu mereka akan berhasil pulang lagi.
Badco mengenang Putri Jaya diterpa angin kencang dan terbalik. Saat itu, para kru masih bersama.
βSaya meraih lengan saudara laki-laki saya dan saya bergelantungan di perahu,β kenangnya. βTapi sebuah batang kayu mengenai saya dan saya terpisah dari saudara laki-laki saya.β
Kemudian gelombang lain menabraknya.
βSaya kehilangan cengkeraman saya ke perahu. Saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi.β
Tanpa jaket pelampung untuk membuatnya bertahan, Badco mengatakan dia menghemat energi dengan mengikuti arus dan bergantian menggunakan kaki dan lengannya.
Bersatu kembali dengan putra yang citranya membuatnya terus melewati kegelapan, Badco memeluknya erat-erat.
βSaya akan tetap melaut, tapi saya melihat cuaca dulu,β katanya.
Dengan pelaporan oleh Eliazar Ballo di Pulau Rote, Indonesia.