Isu Sekolah Ilegal di Bandar Lampung yang Menimbulkan Kontroversi
SMA Swasta Siger, sebuah sekolah yang disebut-sebut akan menjadi solusi bagi masyarakat pra sejahtera di Kota Bandar Lampung, kini menjadi sorotan utama. Namun, keberadaannya justru memicu kontroversi besar karena aktivitasnya dianggap ilegal dan menimbulkan banyak pertanyaan.
Menurut informasi terbaru dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung, kegiatan belajar mengajar (KBM) di SMA Siger tidak memiliki izin resmi. Hal ini membuat pihak Disdikbud menegaskan bahwa operasional sekolah tersebut melanggar aturan yang berlaku. Meski begitu, pihak pengelola tetap mempertahankan kegiatan KBM tanpa dasar hukum yang jelas.
Pemimpin yayasan yang bertanggung jawab atas SMA Siger dikenal sebagai sosok yang menimbulkan rasa takut di kalangan tenaga pengajar. Bahkan, beberapa guru enggan menyebutkan namanya secara terbuka. Ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh yang dimiliki oleh orang tersebut dalam lingkungan pendidikan.
Selain itu, isu dana APBD yang digunakan untuk mendanai sekolah ini juga menjadi perhatian serius. Meskipun pihak pengelola menyatakan bahwa pendanaan berasal dari Pemkot Bandar Lampung, tidak ada dokumen resmi yang bisa membuktikan klaim tersebut. Hal ini memunculkan dugaan adanya penyalahgunaan anggaran negara yang bisa berujung pada tindakan pidana.
Jumlah siswa yang terdaftar di SMA Siger juga menjadi perhatian. Saat ini, sekolah tersebut telah memiliki 52 siswa, dan jumlah ini kemungkinan akan terus bertambah. Wakil kesiswaan yang juga seorang guru di SMP Negeri Bandar Lampung mengakui bahwa pihaknya masih menerima pendaftaran siswa baru. Namun, karena sekolah ini belum terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), maka seluruh siswa yang belajar di sana berpotensi tidak mendapatkan ijazah sah saat lulus nanti.
Meski status ilegal SMA Siger sudah diakui oleh Disdikbud, hingga kini belum ada tindakan konkret yang dilakukan untuk menutup sekolah tersebut. Pihak Disdikbud menegaskan bahwa tanggung jawab sepenuhnya ada di tangan ketua yayasan. Namun, hal ini justru memunculkan pertanyaan besar di masyarakat: mengapa tidak ada tindakan tegas untuk menghentikan kegiatan yang jelas-jelas melanggar aturan?
Banyak pihak menilai bahwa keberadaan SMA Siger hanya sebatas proyek politik yang dibungkus dengan narasi pendidikan. Julukan “The Killer Policy” mulai muncul sebagai bentuk kekecewaan terhadap kebijakan yang dianggap merugikan masa depan anak-anak pra sejahtera di Bandar Lampung.
Delapan pelanggaran regulasi penting yang diduga dilakukan oleh SMA Siger menunjukkan betapa liar dan berbahayanya aktivitas pendidikan yang dijalankan. Selain mengancam legalitas pendidikan siswa, praktik ini juga membuka celah besar terhadap potensi tindak pidana korupsi. Tidak hanya siswa yang dirugikan, tetapi juga para tenaga pengajar yang terlibat bisa ikut terseret ke dalam masalah hukum.
Publik kini mendesak agar pemerintah dan aparat penegak hukum turun tangan secara tegas. Semakin lama sekolah ilegal ini dibiarkan beroperasi, semakin besar pula risiko kerugian yang akan ditanggung siswa dan orang tua mereka. Pertanyaannya, apakah ada pihak yang berani menghentikan SMA Siger ini, atau kasus ini akan terus dibiarkan sebagai bom waktu yang suatu saat akan meledak lebih besar?