Pemerintah Menyelesaikan Dokumen NDC Kedua untuk Konferensi Iklim Global
Pemerintah Indonesia saat ini sedang menyelesaikan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) kedua yang akan diserahkan ke United Nations Climate Change Conference (UNFCCC) pada September 2025. Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup, Ary Sudijanto, menjelaskan bahwa sejak tahun 2015 dengan adanya Persetujuan Paris, semua negara diwajibkan berkontribusi dalam mengatasi krisis iklim. Indonesia juga berkomitmen untuk membantu upaya global dalam menahan kenaikan suhu rata-rata bumi tidak melebihi 2 derajat Celsius. Bahkan, target Indonesia lebih ambisius yaitu kenaikan suhu tidak lebih dari 1,5 derajat Celsius di atas suhu praindustri.
Komitmen ini dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan tujuan pembangunan ekonomi. Dalam NDC pertama, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi gas rumah kaca sebesar 31,89% dengan kemampuan sendiri dan hingga 43,2% jika mendapatkan dukungan internasional pada 2030. Saat ini, pemerintah sedang memperbarui strategi dan komitmen iklimnya untuk periode 2031–2035 melalui dokumen NDC 3.0 atau dikenal sebagai second NDC.
Dokumen second NDC tengah dalam proses finalisasi. NDC kedua menggunakan data emisi pada 2019 sebagai dasar penghitungan dan memiliki dua skenario pertumbuhan ekonomi untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Skenario pertama mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3%, sedangkan skenario kedua berdasarkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.
Selain itu, dokumen ini juga mempertimbangkan proyeksi Indonesia akan mencapai puncak emisi GRK pada 2030 kecuali sektor energi yang diperkirakan baru mencapai kondisi tersebut pada 2035 hingga 2038. Dalam jangka panjang, Indonesia menargetkan net zero emission tercapai pada 2060 atau bahkan lebih cepat pada 2050.
Pendanaan untuk Mencapai Target Emisi
Untuk mencapai target penurunan emisi, dibutuhkan pendanaan besar yaitu sekitar US$280 miliar atau setara Rp4.000 triliun hingga tahun 2030. Sektor industri memiliki target yang lebih ambisius untuk mencapai net zero emission (NZE) 10 tahun lebih awal yaitu pada 2050, yang membutuhkan dana sebesar Rp5.000 triliun.
Dana tersebut sebagian besar berasal dari pendanaan aksi iklim, dengan 20% didukung oleh APBN dan APBD. Pemerintah telah menerbitkan peraturan presiden nomor 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Beberapa skema pendanaan utama termasuk dana pembayaran berbasis hasil (Results-Based Payment), REDD+ dari Green Climate Fund (GCF), serta pendanaan dari Norwegia melalui Result Based Contribution (RBC). Selain itu, pemerintah juga berencana memasuki pasar karbon sukarela untuk menambah kebutuhan pendanaan sebesar Rp4.000 triliun.
Perdagangan Karbon dan Inisiatif Baru
Perdagangan karbon di Indonesia masih belum banyak diminati. Namun, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat volume perdagangan karbon meningkat signifikan, meskipun nilai transaksi masih rendah. Proyek berbasis efisiensi energi seperti penggunaan gas bumi dan uap menjadi dominasi pencatatan di pasar karbon nasional.
Pihak Kementerian Lingkungan Hidup berharap dapat memperluas peluang perdagangan karbon berbasis alam, yang cenderung memiliki harga lebih tinggi. Selain itu, pemerintah juga terus memperkuat kerja sama internasional seperti TFFF (Tropical Forest Forever Facility) yang digagas oleh Brazil pada COP30.
Komitmen Terhadap Kebijakan Iklim dan Transisi Ekonomi Hijau
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyatakan kesiapan meluncurkan dokumen NDC 3.0 menjelang Konferensi Perubahan Iklim COP30 di Brasil pada November 2025. NDC 3.0 menargetkan penurunan emisi sebesar 440 juta ton CO2e pada 2030 dan 525 juta ton CO2e pada 2035, menggunakan tahun acuan 2019.
Indonesia juga meminta dukungan UNFCCC untuk penguatan kebijakan, pengembangan kapasitas, serta fasilitasi dalam pengaturan pasar karbon. Transisi menuju ekonomi hijau harus dilakukan secara realistis dengan pendekatan bertahap, pendanaan besar, serta sinergi lintas sektor.
Strategi dan Aksi Nyata untuk Mencapai Tujuan Iklim
Komunitas ekonomi dan lingkungan menilai bahwa komitmen iklim Indonesia harus berlandaskan prinsip fair share, transparansi, dan akuntabilitas. Target iklim yang kuat dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berpihak pada keadilan sosial.
Data menunjukkan bahwa investasi pada energi bersih dan terbarukan dapat menciptakan jutaan pekerjaan baru. Selain itu, target net-zero emission di sektor FOLU dapat memberikan manfaat ekonomi besar hingga tahun 2045.
Komitmen iklim yang kuat dalam NDC kedua akan menjadi sinyal penting bahwa Indonesia serius dalam mengatasi krisis iklim dan memperkuat daya saing ekonomi di tingkat global. Sinyal kuat komitmen ini juga dapat menarik investasi hijau dan komitmen pendanaan iklim ke depannya.