Bandung (beritajatim.com) – Penutupan Kongres XXII Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Gedung Merdeka, Bandung berlangsung khidmat dan mendapat perhatian dari pemerintah.
Hadir dalam acara tersebut Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Jawa Barat, Drs. Wahyu Mijaya, S.H., M.Si., serta Sekretaris Deputi Bidang Pelayanan Kepemudaan Kemenpora, Subroto, Ak. M.M., CA, CRGP, QIA.
Kehadiran pejabat negara dalam forum penutupan ini sekaligus menandai pentingnya GMNI sebagai bagian dari kekuatan strategis kepemudaan nasional.
Acara secara resmi ditutup oleh Deputi Kemenpora sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap kelangsungan organisasi.
Ketua Umum GMNI terpilih, Risyad Fahlefi, menyampaikan sikap dan visinya pasca-kongres GMNI XXII yang digelar selama 16 hari di Gedung Merdeka, Bandung.
Risyad menegaskan pentingnya menjadikan dinamika panjang kongres sebagai bahan pembelajaran organisasi ke depan.
“Hari ini kongres dilaksanakan sudah kurang lebih 16 hari. Saya harap ini menjadi sebuah pembelajaran untuk kader-kader GMNI dan saya rasa ini adalah proses untuk GMNI ini bisa menjadi lebih besar ke depannya,” kata Risyad saat penutupan Kongres GMNI XXII di Gedung Merdeka, Rabu (30/7/2025).
Menanggapi situasi pasca-kongres yang diwarnai dinamika internal, Risyad menyampaikan niatnya untuk segera merajut kembali persatuan. Dia mengakui bahwa kader GMNI sejatinya menginginkan kebersamaan, meskipun masih perlu ada ruang dialog yang dibangun secara kolektif.
“Tentunya GMNI sekarang memiliki dinamika-dinamika di internal seperti itu. Tapi yang saya yakini kawan-kawan sebetulnya sejatinya menghendaki yang namanya persatuan,” ujar mantan Presiden BEM Universitas Airlangga ini.
Sebagai langkah awal, dia berencana menginisiasi forum komunikasi atau majelis persatuan sebagai wadah konsolidasi. Namun, dia menekankan pentingnya komunikasi lanjut dengan seluruh pihak, termasuk para senior dan stakeholder GMNI.
“Nah, untuk itu saya berniat untuk menginisiasi rekonsiliasi di antara semua kawan-kawan yang ada di GMNI itu sendiri. Mungkin pandangan-pandangan saya kita bisa bentuk yang namanya forum komunikasi atau majelis persatuan,” tutur Risyad.
Mengenai program jangka pendek, Risyad menegaskan bahwa prioritas utamanya adalah memastikan legalitas hasil kongres, termasuk pengajuan SK ke Kemenkumham. Dia juga menekankan pentingnya menyusun kepengurusan agar roda organisasi berjalan optimal.
“Karena yang kami yakini tentu perjalanan kongres ini saya dan Bung Patra (Sekjend) mengikuti bagaimana mekanisme dan alur organisasi sebagaimana mestinya,” jelasnya.
Risyad juga mengungkap alasan di balik lamanya proses kongres yang sempat menuai sorotan publik. Menurutnya, selain dinamika kader, kendala teknis seperti perizinan Gedung Merdeka turut menjadi hambatan.
“Lalu yang kedua ada kendala-kendala teknis misalnya terkait dengan perizinan gedung merdeka. Karena mungkin kawan-kawan sangat bergairah menyambut kongres GMN ini sudah 6 tahun sudah tidak pernah ada kongres,” ungkap Risyad.
Pria asli Kota Surabaya ini menyampaikan bahwa panitia lokal dan Badan Pekerja Kongres (BPK) telah berupaya maksimal untuk mengatasi hambatan tersebut. Hingga akhirnya izin penyelenggaraan kembali diterbitkan.
“Dan pada dasarnya BPK atau panitia lokal mengusahakan yang terbaik untuk dapat bisa menerbitkan izin tersebut. Dan akhirnya alhamdulillah setelah diyakinkan izin terbit kembali,” terangnya.
Dalam konteks relasi GMNI dengan pemerintah pusat, Risyad menegaskan bahwa GMNI tetap menjadi organisasi gerakan yang berpihak pada rakyat. Meski begitu, dia tidak menutup pintu kolaborasi dengan pemerintah, selama tetap menjaga posisi sebagai mitra kritis.
“Tentunya GMNI ini sebagai organisasi gerakan ya kepada masyarakat, advokasi masyarakat dan lain sebagainya. Tapi tentunya aspek atau stakeholder pemerintah itu tidak bisa diabaikan,” jelasnya.
Risyad menegaskan, GMNI tetap terbuka pada kolaborasi dengan semangat mengawal kebijakan melalui kritik konstruktif. “Dan pandangan kepada pemerintah tentu GMNI akan menjadi mitra kritis lah dari pemerintah,” pungkas Risyad.[asg/ted]