Sidang Lanjutan Perkara TPPO dengan Terdakwa PT NSP Cabang Malang
Sidang lanjutan terkait dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan PT NSP Cabang Malang kembali digelar di Pengadilan Negeri Malang. Sidang yang berlangsung pada Senin (21/7/2025) ini menjadi salah satu langkah penting dalam proses hukum yang sedang berjalan.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kota Malang memperkuat dakwaannya dengan menghadirkan dua saksi ahli dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Dua saksi ahli ini memberikan penjelasan mendetail tentang status legalitas perusahaan serta prosedur yang seharusnya dilalui oleh perusahaan penyedia layanan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI).
Salah satu saksi ahli yang hadir adalah Titis Wulandari, mantan Kepala Balai Pelatihan dan Pemenuhan Hak Tenaga Kerja Migran Indonesia (BP3MI) Jawa Timur. Ia kini bertugas di kantor pusat Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) di Jakarta. Dalam kesaksianya, ia menyatakan bahwa PT NSP merupakan perusahaan yang terdaftar secara resmi dalam sistem SISKOP2MI.
“PT NSP terdaftar resmi dan memiliki legalitasnya. Keterangan yang saya sampaikan dalam sidang ini hanya memperkuat keterangan yang sudah ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebelumnya, jadi tidak ada informasi baru,” ujar Titis Wulandari.
Namun, meskipun PT NSP memiliki legalitas sebagai perusahaan, pihaknya menegaskan bahwa pendirian kantor cabang harus disertai dengan izin yang sah. Kewenangan dalam pemberian izin ini berada di tangan Dinas Penanaman Modal dan Dinas Tenaga Kerja di tingkat provinsi.
Proses penempatan CPMI tetap dilakukan oleh kantor pusat, namun kantor cabang juga wajib memiliki dasar legal yang jelas. “Jika kantor cabang melakukan promosi pekerjaan atau kegiatan seleksi penempatan, hal itu bisa dilakukan asalkan memiliki legalisasi pendirian,” tambahnya.
Sementara itu, JPU Kejari Kota Malang, Moh Heryanto, menjelaskan bahwa keterangan saksi ahli memperkuat fakta-fakta dalam perkara ini. Menurutnya, inti dari keterangan saksi ahli adalah adanya izin operasional kantor cabang PT NSP Malang yang baru keluar pada November 2024 melalui sistem OSS (Online Single Submission).
“Keterangan ahli menyatakan bahwa izin operasional cabang adalah kewenangan daerah, yaitu Dinas Penanaman Modal dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi. Jadi, izin tersebut bukan dikeluarkan oleh Kementerian,” ujarnya.
Dengan adanya keterangan saksi ahli ini, kasus TPPO yang melibatkan PT NSP Cabang Malang semakin memperkuat argumen jaksa dalam proses persidangan. Hal ini juga menunjukkan bahwa aktivitas yang dilakukan sebelum izin operasional dikeluarkan tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Proses Legalitas dan Kewenangan Daerah
Proses pengajuan izin operasional bagi kantor cabang perusahaan seperti PT NSP membutuhkan mekanisme yang jelas dan transparan. Dalam konteks ini, kewenangan untuk memberikan izin terletak di tangan pemerintah daerah, khususnya Dinas Penanaman Modal dan Dinas Tenaga Kerja. Hal ini mencerminkan pentingnya koordinasi antara lembaga pusat dan daerah dalam pengawasan serta pemberian izin kepada perusahaan.
Selain itu, proses penempatan CPMI yang dilakukan oleh kantor pusat harus didukung oleh kantor cabang yang memiliki legalitas yang jelas. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua aktivitas yang dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak menimbulkan kerugian bagi para calon pekerja migran.
Langkah-Langkah yang Harus Diambil
Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, diperlukan langkah-langkah yang lebih ketat dalam pengawasan perusahaan penyedia layanan CPMI. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
- Peningkatan pengawasan terhadap kantor cabang perusahaan.
- Peningkatan koordinasi antara instansi pusat dan daerah dalam pemberian izin.
- Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya legalitas dalam perekrutan tenaga kerja migran.
- Peningkatan sosialisasi terkait hak-hak pekerja migran dan risiko yang bisa terjadi jika tidak melalui jalur resmi.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat meminimalisir risiko perdagangan orang dan melindungi kepentingan para calon pekerja migran.