InfoMalangRaya.com—Sebanyak 476 kasus bunuh diri dilaporkan di Singapura pada tahun 2022. Angka tersebut merupakan yang tertinggi dalam lebih dari 20 tahun, menurut Samaritans of Singapore (SOS) pada Sabtu (1/7/2023).
Yang menarik, penyebab bunuh diri tidak hanya faktor ekonomi saja, tetapi juga karena faktor asmara alias patah hati.
Jumlah kasus bunuh diri tahun lalu juga merupakan “peningkatan yang mengkhawatirkan”, setinggi 25,9 persen, dari 378 kasus yang dilaporkan pada 2021, tambah SOS, mengutip data dari Immigration and Checkpoint Authority (ICA).
SOS menjelaskan bahwa masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, serta hubungan asmara, menjadi salah satu tantangan yang sering dihadapi oleh mereka yang mencari layanannya. Peningkatan kasus bunuh diri mencakup hampir semua kelompok umur, namun paling banyak terjadi pada kalangan remaja dan lansia.
Kasus bunuh diri juga tetap menjadi penyebab utama kematian remaja berusia 10 hingga 29 tahun selama empat tahun berturut-turut, di mana sepertiga dari seluruh kematian yang tercatat untuk kelompok usia ini adalah kasus bunuh diri.
Individu berusia antara 70 dan 79 tahun mencatat peningkatan paling signifikan – 60 persen – tahun lalu dibandingkan tahun 2021. Lansia biasanya mencari bantuan untuk masalah kesehatan, keluarga dan kesepian, tambah SOS.
317 dari 476 kematian akibat bunuh diri tahun lalu, adalah laki-laki sementara 159 sisanya adalah perempuan.
“Secara global, pria yang melakukan bunuh diri secara konsisten melebihi jumlah wanita yang melakukan hal yang sama. Studi menemukan bahwa ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap hal ini, termasuk ekspektasi masyarakat dan stigma kesehatan mental,” jelas SOS.
Konsultan senior dan Kepala Connections MindHealth, Dr Jared Ng mengatakan “peningkatan jumlah kasus bunuh diri yang belum pernah terjadi sebelumnya di Singapura sangat menyedihkan.”
“Peningkatan ini menunjukkan bahwa tekanan mental, masalah yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, melanda masyarakat kita, terutama kaum muda dan orang tua,” imbuhnya kepada MediaCorp.
“Penting untuk tetap waspada terhadap isu-isu kritis yang sangat memengaruhi kesehatan mental, seperti perasaan terpinggirkan atau kesepian.”
“Waktunya telah tiba, untuk melipatgandakan upaya kita agar pencegahan dini dapat dilakukan, dan secara aktif menumbuhkan budaya saling tolong-menolong dan saling menjaga.”
Layanan Bantuan
Layanan Hotline 24 jam, pusat pencegahan bunuh diri nirlaba, dan layanan dukungan krisis ‘CareText’ menerima lonjakan panggilan sebesar 27 persen tahun lalu.
Singapura harus terus memfasilitasi akses ke dukungan kesehatan mental dan membekali responden pertama dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mengidentifikasi dan menghubungkan mereka yang berisiko dengan dukungan yang tepat, tegas SOS.
Chief Executive Officer SOS Gasper Tan mengatakan pihaknya menyadari “seriusnya situasi saat ini” dan “berkomitmen untuk terus mengambil tindakan proaktif untuk menangani masalah bunuh diri yang meningkat, serta memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan”.
“Meskipun kasus bunuh diri merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk tantangan kesehatan mental, tekanan dari masyarakat dan situasi ekonomi yang tidak pasti, upaya bersama kita untuk mengatasi akar penyebabnya tetap menjadi prioritas,” ujarnya.
“Bunuh diri dapat dicegah. Dengan misi membantu siapa pun yang menghadapi krisis, SOS ingin mengembangkan ekosistem perawatan di mana setiap individu merasa dihargai, didukung, dan diberdayakan untuk meminta bantuan saat dibutuhkan,” tambah Tan.
Konsultan senior dan Kepala Departemen Pengembangan Psikiatri di Institut Kesehatan Mental (IMH), Dr Ong Say How, mengatakan orang tua, pendidik, petugas layanan kesehatan, dan pekerja masyarakat perlu terus “bergandengan tangan membangun jaring pengaman untuk mencegah tragedi semacam itu.” (CNA/MC)
Singapura Catat Angka Bunuh Diri Tinggi, Remaja Dominasi Kasus Patah Hati Akibat Asmara
