InfoMalangRaya.com – Seorang dokter asal North Carolina, Amerika Serikat mengisahkan pengalamannya merawat anak-anak Palestina yang “terbakar” dan “dicabik-cabik” oleh serangan tentara ‘Israel’.
Mark Perlmutter, yang baru saja kembali usai menjadi relawan di Gaza, menceritakan pengalamannya kepada CBS News.
“Semua bencana yang pernah saya lihat digabungkan, 40 perjalanan misi, 30 tahun, peristiwa 9/11, gempa bumi, semua itu tidak ada yang menyamai tingkat pembantaian yang saya saksikan terhadap warga sipil hanya dalam satu minggu pertama saya di Gaza,” ujar Mark.
Ketika ditanya apakah korbannya sebagian besar adalah anak-anak, ia menjawab, “Hampir seluruhnya adalah anak-anak. Saya belum pernah melihat hal itu sebelumnya. Saya telah melihat lebih banyak anak-anak yang dibakar daripada yang pernah saya lihat sepanjang hidup saya. Saya telah melihat lebih banyak anak-anak yang dicabik-cabik hanya dalam minggu pertama.”
Ketika ditanya apa yang dia maksud dengan anak-anak yang “dicabik-cabik”, dia berkata, “Bagian tubuh yang hilang, tertimpa bangunan, itu yang paling banyak. Atau ledakan bom, mayoritas terbesar berikutnya. Kami telah mengambil pecahan peluru sebesar ibu jari saya dari anakberusia 8 tahun.”
Perlmutter yang merupakan ahli bedah ortopedi kemudian menjelaskan bahwa banyak dari anak-anak itu terbunuh oleh tembakan akurat dan disengaja para penembak jitu atau sniper ‘Israel’.
“Dan kemudian ada peluru penembak jitu. Saya pernah menemukan anak yang ditembak dua kali,” katanya.
Wartawan CBS yang mewawancarainya terkejut dengan pernyataannya dan bertanya, “Tunggu, Anda mengatakan bahwa anak-anak di Gaza ditembak oleh penembak jitu?”
Sang dokter menjawab, “Benar sekali. Saya memiliki dua anak yang saya foto yang ditembak dengan sangat sempurna di bagian dada sehingga saya tidak bisa meletakkan stetoskop saya di atas jantung mereka dengan lebih akurat dan langsung di sisi kepala pada anak yang sama. Tidak ada balita yang tertembak dua kali secara tidak sengaja oleh penembak jitu terbaik di dunia. Itu adalah tembakan akurat untuk membunuh.”
CBS News melaporkan bahwa lebih dari 20 dokter baru-baru ini di Gaza juga melaporkan telah menyaksikan luka tembak pada anak-anak. Seorang dokter AS mengatakan kepada CBS bahwa ia bahkan memeriksa CT scan untuk mengkonfirmasi apa yang ia lihat karena ia “tidak percaya bahwa anak-anak sebanyak ini bisa dirawat di satu rumah sakit dengan luka tembak di kepala.”
CBS menambahkan bahwa pada dasarnya, “beberapa penembakan telah terekam dalam video” dan menunjukkan rekaman seorang anak yang terbunuh oleh penembak jitu Israel.
Seorang dokter AS lainnya yang menjadi relawan di Gaza, Adam Hamawy, menyatakan bahwa pihak berwenang Israel mengklaim kepada mereka bahwa “bantuan sudah masuk, kami merawat warga sipil, mereka tidak menjadi sasaran. Namun, kami menyaksikan cerita yang sama sekali berbeda.”
Dokter Perlmutter, yang secara sukarela bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui Asosiasi Medis Amerika Palestina, menjelaskan bahwa ia mengoperasi seorang gadis kecil bernama Juri, yang terluka akibat bom Israel.
Dia mengatakan kepada Politico dalam sebuah wawancara terpisah, “Gadis kecil yang cantik dan lemah lembut ini kehilangan dua inci tulang paha kirinya beserta sebagian besar otot dan kulit di bagian belakang pahanya. Kedua pantatnya terkelupas, memotong daging begitu dalam sehingga tulang terendah di panggulnya terlihat. Saat kami menyapu tangan kami melalui topografi yang kejam ini, belatung jatuh bergerombol di atas meja ruang operasi.”
Namun yang paling mengejutkan bagi Dr Perlmutter adalah jumlah anak-anak yang mengalami luka tembak di kepala yang dilakukan oleh penembak jitu Israel.
“Kami mulai melihat sejumlah anak, kebanyakan praremaja, yang tertembak di kepala. Mereka kemudian perlahan-lahan mati, hanya untuk digantikan oleh korban-korban baru yang juga ditembak di kepala, dan yang juga akan mati secara perlahan-lahan.”
Perlmutter menjelaskan bahwa situasi di Gaza begitu mengerikan sehingga tidak ada yang bisa mempersiapkannya untuk apa yang dilihatnya.
“Pengemis yang terus menerus meminta-minta, penduduk yang kekurangan gizi, saluran pembuangan yang terbuka – semua itu sudah tidak asing lagi bagi kami sebagai dokter veteran di zona perang. Namun, ditambah dengan kepadatan penduduk yang luar biasa, banyaknya anak-anak yang cacat parah dan diamputasi, dengungan drone yang terus menerus, bau bahan peledak dan mesiu – belum lagi ledakan yang terus menerus mengguncang bumi – maka tak heran jika UNICEF menyatakan bahwa Jalur Gaza adalah “tempat yang paling berbahaya di dunia untuk menjadi seorang anak.”