Strategi Kebudayaan dan Identitas Dalam Perdagangan

redaksi 9k Views
3 Min Read

Khong Guan, melihat kata-kata nya jelas itu bukanlah bahasa Inggris, dan benar ternyata Khong Guan adalah bahasa mandarin yang dalam Google translet artinya adalah Stoples Kosong.

Aneh dan unik namanya stoples kosong tapi didalamnya ternyata berisi bermacam-macam bentuk kue, yang jelas bahwa kue-kue tersebut bukanlah kue tradisional dari tradisi tiongkok atau china. Kue-kue tersebut cenderung kue dari tradisi Barat, itu terlihat setidaknya dari nama-nama kue tersebut seperti Wafer dan lain sebagainya.
Ini mengingatkan kita pada nama sebuah produk yang ketika diterjemahkan, penulis yakin, bahwa akan banyak orang yang jijik atau merasa risih untuk mengkonsumsinya, nama produk itu adalah Pocari Sweat yang terjemahan adalah Keringat Yang Menyegarkan.

Keunikan yang lain dari Khong Guan adalah gambar yang dipasang dalam kemasan tersebut justru seorang ibu bule (barat) dengan dua orang anaknya, tanpa ada keluarga yang lainnya, seperti bapak atau neneknya. Gambar dan isi makanan beridentitas barat, mungkin karena pasar di indonesia sangat bangga dengan produk yang ke barat-baratan, tidak hanya produk bahkan sampai pada dasar pemikiran pun juga cenderhng ke barat-baratan. Sementara nama besar produknya beridentitas china. Sebuah strategi pasar yang menarik, namun tetap tidak meninggalkan identitas dari si pemilik perusahaan. Dan ternyata benar, pemilik perusahaan Biscuit Khong Guan adalah seorang keturunan tionghoa bernama Hartono Kweefanus yang juga pemilik dari perusahaan Mie instan dan Biscuit La Monde.

Penggabungan simbolik antara identitas pemilik dan kebutuhan strategi pasar dijadikan satu dalam kemasan, sekaligus bisa menggambarkan begitu kuatnya akar kebudayaan china merasuk ke dalam jiwa dan pikiran masyarakatnya, meskipun seseorang itu tidak lahir ditanah nenek moyangnya. Kekuatan kebudayaan melalui simbol-simbol itu tetap mereka cantumkan pada tiap produk yang mereka ciptakan, bahkan tradisi leluhur berupa penghormatan terhadap leluhurpun masih mereka usung dimanapun mereka tinggal.
Sehingga tak heran ada nama Pecinan, China Town dll di banyak negara, itu menunjukkan betapa kuatnya doktrin kebudayaan pada tiap masyarakat china.

Sangat berbeda dengan masyarakat kita yang tidak begitu kuat doktrin kebudayaannya pada tiap individu masyarakatnya, selain mungkin di karenakan faktor banyaknya suku, tradisi dan bangsa di nusantara. Akan tetapi kebanyakan dari produk yang diciptakan oleh anak bangsa selalu saja memakai nama ke barat-baratan.
Seolah alam bawah sadar masyarakat indonesia sudah dikuasai oleh doktrin bahwa peradaban dan kebudayaan dunia adalah barat.

Muhammad Nashir
(Nashir Ngeblues)

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Exit mobile version