Fenomena Biaya Royalti Musik di Struk Belanja Restoran
Baru-baru ini, sebuah struk belanja dari sebuah restoran viral di media sosial karena mencantumkan biaya royalti musik yang dibebankan kepada konsumen. Hal ini memicu perdebatan luas di kalangan masyarakat, terutama mengenai tanggung jawab pemilik usaha dalam membayar royalti musik.
Royalti musik adalah bentuk kompensasi finansial yang diberikan kepada pencipta lagu, komposer, penyanyi, produser, atau pemilik hak cipta atas penggunaan karya musik mereka. Pembayaran royalti ini dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), minimal satu kali dalam setahun. Pemilik usaha dapat mengurus perizinan dan pembayaran secara daring melalui situs resmi LMKN.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, restoran dibebankan royalti musik berdasarkan jumlah kursi per tahun. Direktur Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menegaskan bahwa semua tempat umum yang memutar musik secara komersial, termasuk restoran dan kafe, tetap wajib membayar royalti melalui LMKN, tanpa terkecuali.
Tarif Royalti yang Berlaku
Tarif royalti untuk restoran dan kafe ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu Kategori Restoran. Berikut rincian tarifnya:
- Restoran & Kafe
- Hak pencipta: Rp60.000 per kursi/tahun
- Hak terkait: Rp60.000 per kursi/tahun
- Pub, Bar & Bistro
- Hak pencipta: Rp180.000 per m²/tahun
- Hak terkait: Rp180.000 per m²/tahun
- Diskotek & Klub Malam
- Hak pencipta: Rp250.000 per m²/tahun
- Hak terkait: Rp180.000 per m²/tahun
Pembayaran dilakukan minimal setahun sekali dan bisa diurus secara daring melalui situs resmi LMKN.
Simulasi Perhitungan Royalti
Berikut contoh simulasi perhitungan royalti untuk beberapa jenis usaha:
- Kafe kecil kapasitas 20 kursi
- Hak pencipta: Rp60.000 × 20 = Rp1.200.000/tahun
- Hak terkait: Rp60.000 × 20 = Rp1.200.000/tahun
-
Total: Rp2.400.000/tahun (~Rp200.000/bulan)
-
Restoran kapasitas 50 kursi
- Hak pencipta: Rp60.000 × 50 = Rp3.000.000/tahun
- Hak terkait: Rp60.000 × 50 = Rp3.000.000/tahun
-
Total: Rp6.000.000/tahun (~Rp500.000/bulan)
-
Restoran kapasitas 100 kursi
- Hak pencipta: Rp60.000 × 100 = Rp6.000.000/tahun
- Hak terkait: Rp60.000 × 100 = Rp6.000.000/tahun
- Total: Rp12.000.000/tahun (~Rp1.000.000/bulan)
Royalti untuk Musik Lokal dan Internasional
Ketentuan ini berlaku untuk musik lokal maupun internasional. Isu pembayaran royalti musik untuk pelaku usaha kembali jadi sorotan publik setelah penegakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta semakin ketat.
Beberapa pemilik kafe dan restoran mencoba menghindari kewajiban tersebut dengan mengganti musik menjadi suara alam, seperti kicauan burung atau gemericik air. Namun, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan upaya itu tidak membebaskan pelaku usaha dari kewajiban membayar royalti.
Penjelasan LMKN Mengenai Mekanisme Perhitungan
Komisioner LMKN, Yessy Kurniawan, menjelaskan bahwa penentuan tarif royalti didasarkan pada tingkat keterisian kursi atau okupansi harian dari tempat usaha tersebut. Ia mencontohkan bahwa pengelola kafe biasanya diminta melaporkan rata-rata kursi yang terisi setiap harinya.
LMKN berharap pemilik usaha memahami bahwa pembayaran royalti bukanlah beban semata, melainkan bentuk penghargaan atas karya musik yang mereka manfaatkan.
Respons Beragam dari Masyarakat
Sebagian pengelola kafe memilih untuk menghentikan pemutaran musik demi menghindari kewajiban royalti. Namun ada juga yang tetap memutar musik, lalu membebankan biayanya langsung ke pelanggan, seperti terlihat pada struk yang viral di media sosial.
Kebijakan ini menuai pro-kontra dari masyarakat. Ada yang menilai tambahan biaya tersebut memberatkan konsumen, sementara lainnya memandangnya sebagai bentuk dukungan kepada para musisi.
Tanggapan Netizen
Biaya royalti musik yang dibebankan pada pengunjung restoran ini tak pelak menjadi sorotan dan perbincangan netizen di media sosial. Beberapa komentar antara lain:
- @Jikun: “Buka restoran di Indo itu kaya nyesek bgt ya, udh kena ppn 11 persen, pajak restoran 20 persen , setor pajak parkir ke pemda, belum lg pungli dari ormas2 setempat, eh ini ketambahan biaya royalti lagu yg ujung2nya nanti dibebankan ke konsumen.”
- @Raka Abdian: “Bukannya royalti itu bayar nya pertahun?? knp semua di bebankan ke konsumen per kedatangan??”
- @Kang_Chiep88: “Kalau ini mah, cafenya juga carik untung. Wong pajak kafe 10 persen aja gak setor full.”
- @gugugugug: “Ya itu urusan yg punya cafe lah masa konsumen ???? yg puter lagu siapa?”
Seorang pengguna juga menulis, “Kalau untuk dukung musisi sih oke, tapi jangan dimasukin ke nota makanan. Rasanya aneh aja.”