Angka Putus Sekolah di Surabaya Masih Menjadi Perhatian Serius
Surabaya masih menjadi kota dengan angka putus sekolah tertinggi di Jawa Timur. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan tahun 2024, jumlah siswa yang mengalami drop out (DO) dan lulus tidak melanjutkan (LTM) dari jenjang SD hingga SMA sederajat mencapai 22.799 anak. Angka ini menunjukkan bahwa masalah pendidikan di kota ini masih membutuhkan perhatian serius.
Daerah lain yang juga memiliki angka putus sekolah tinggi antara lain Jember dengan 21.464 anak, Bangkalan sebanyak 13.897 anak, Sampang dengan 13.654 anak, serta Surabaya sendiri mencapai 12.517 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan masalah putus sekolah harus dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Dewan Pendidikan Jawa Timur menyarankan agar setiap daerah melakukan langkah-langkah pencegahan untuk mengurangi angka putus sekolah. Salah satu anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur, Ali Yusa, menjelaskan bahwa beberapa daerah sudah memiliki instrumen yang bisa dimanfaatkan. Di Surabaya, misalnya, telah ada Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) informal yang bertujuan membantu anak-anak yang putus sekolah atau tidak mampu melanjutkan pendidikan karena kendala biaya.
Program SKB tersebut memberikan kesempatan bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan melalui Kejar Paket. Namun, menurut Yusa, program ini belum berjalan optimal karena kurangnya dukungan data yang baik dari pihak bawah. “Seharusnya data pendidikan dikumpulkan melalui kelurahan. Jika para lurah ditanyai, mereka seharusnya bisa menjawab,” ujarnya.
Selain itu, Dewan Pendidikan menduga bahwa sebagian anak melanjutkan pendidikan ke lembaga non-formal yang tidak terdaftar dalam Dapodik Non-formal. Misalnya, anak yang masuk ke pesantren tetapi pesantren tersebut tidak memiliki PKBM atau sekolah formal. Akibatnya, data siswa tersebut tidak tercatat dan termasuk dalam kategori anak yang tidak melanjutkan pendidikan.
Ali Yusa berharap Pemkot Surabaya dapat lebih memaksimalkan program SKB yang ada. Ia menyarankan agar program ini diterapkan di lima wilayah dan dilakukan branding ulang oleh Wali Kota. Dengan demikian, masyarakat akan lebih sadar akan pentingnya program SKB tersebut.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi berkomitmen untuk memperbaiki pendataan anak putus sekolah di Surabaya, khususnya pada jenjang yang menjadi wewenang Pemkot: pendidikan pra sekolah, SD, dan SMP. “Kami akan memastikan semua anak mengikuti pendidikan dari PAUD, SD, dan SMP. Program kami, jangan sampai ini terputus,” katanya.
Pemkot Surabaya akan bekerja sama dengan RT dan RW melalui Kampung Pancasila. Diharapkan, data yang terkumpul akan semakin akurat dan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan. “Dengan Kampung Pancasila, Dinas Pendidikan akan mencari. Jangan sampai ada anak yang berhenti sampai dengan SMP,” tambah Cak Eri.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Surabaya 2024 menunjukkan bahwa Rataan Lama Sekolah (RLS) Kota Surabaya mencapai 10,89 tahun atau meningkat sebesar 0,19 tahun (1,78 persen) dari tahun sebelumnya. Sementara itu, angka Harapan Lama Sekolah (HLS) penduduk Kota Surabaya mencapai 14,87 tahun (setingkat Diploma III) atau meningkat 0,02 poin dibanding tahun 2023 yaitu 14,85.
Dinas Pendidikan Surabaya akan mengoptimalkan program penuntasan Wajib Belajar (Wajar) dari yang sebelumnya 9 tahun menjadi 13 tahun. “Harapannya, angka partisipasi kita bisa mendekati 100 [persen],” kata Kepala Dinas Pendidikan Surabaya Yusuf Masruh.
Untuk memastikan keakuratan data, Dinas Pendidikan akan melakukan pencocokan antara data di lapangan dan data yang ada. “Kami memiliki data siswa di sekolah formal. Ini akan kita cek di lapangan,” ujarnya.
Pemkot Surabaya akan terus melakukan berbagai upaya preventif untuk mengurangi angka putus sekolah dan meningkatkan akses pendidikan bagi seluruh masyarakat. Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan, diharapkan kondisi pendidikan di Surabaya akan semakin baik.