InfoMalangRaya.com—Syeikh Salamah Abd al‑Qawi, akademisi senior dari Universitas Al‑Azhar Kairo, membedakan secara tegas antara dua konsep hukum Islam: Dzalim (pelaku kezaliman) dan kafir (yang keluar dari Islam), khususnya saat menanggapi perang Iran–‘Israel’. Penegasan ini disampaikan dalam program televisi Li Wijhatillah, yang baru ditayangkan beberapa minggu lalu.
Menurut Syeikh Salamah Iran memang berlaku dzalim (misalnya dalam kasus Suriah, red), meski demikian mereka tetap Muslim.
“Oh ini, Syeikh? Apakah Iran Muslim? Tentu saja Muslim,” ujarnya.
Pernyataan itu ditegaskan menanggapi klaim yang menyamakan Iran sebagai keluar dari Islam karena dukungan terhadap kelompok Syiah atau kebijakannya di beberapa negeri Sunni selama ini.
Meskipun kebijakan Iran dinilai kurang adil bahkan kejam, Iran tetaplah berstatus negara berpenduduk Muslim, bukan kafir. “Iran Muslim, yas, meski bisa dzalim,” tambahnya.
Selanjutnya Syeikh Salamah menjelaskan pentinya umat Islam membedakan antara dua konsep: dzalim dan kufur.
Dzalim bisa jatuh pada orang atau negara yang melakukan kezaliman atau pelanggaran—meski masih berstatus Muslim.
Sedang kufar adalah mereka yang menolak iman dan keluar dari Islam—ini kategori yang berbeda secara hukum syariat.
Dalam konteks ini, Israel, yang menurut Syeikh Salamah telah melakukan agresi terhadap umat Muslim dan wilayah suci tanpa landasan keimanan—menempatkannya pada kategori kafir dalam maqasid syariah.
Menkritik terhadap Iran tetap dibolehkan, bahkan perlu diungkap bila terjadi kezaliman, tapi tidak boleh mudah mengatakan kafir.
Baginya penjajah Israel lebih mudah dikategorikan sebagai tindakan luar nilai Islam, sehingga dalam perspektif ini, Israel dipandang kafir karena bertindak bertolak belakang dengan prinsip Islam dan nilai kemanusiaan universal.
Sebagaimana diketahui, Program Li Wijhatillah adalah acara Al‑Azhar yang kerap menyoroti isu teologis kontemporer. Syeikh Salamah dikenal sering menjelaskan pentingnya menjaga solidaritas umat Islam, tanpa terjebak narasi sektarian.
Mengutuk Penjajah
Sebelum ini, Imam Besar Al-Azhar, Syeikh Ahmad al-Tayyib, mengutuk keras agresi ‘Israel’ yang sedang berlangsung terhadap Iran, memperingatkan bahwa tindakan pendudukan tersebut bertujuan untuk menjerumuskan kawasan tersebut ke dalam kekacauan dan konflik yang meluas.
Dalam sebuah posting di X, Syeikh al-Tayyib menyatakan bahwa “serangan sistematis dan kecerobohan yang sedang berlangsung oleh entitas ini dimaksudkan untuk menyeret seluruh kawasan ke ambang ledakan, memicu perang skala penuh yang hanya menguntungkan para pedagang darah dan senjata.”
Pesan tersebut, yang ditulis dalam bahasa Persia secara khusus dan belum pernah terjadi sebelumnya, menandakan isyarat solidaritas yang signifikan dengan rakyat Iran di tengah meningkatnya ketegangan regional mengingat perang yang dilancarkan oleh rezim penjajah terhadap negara tersebut.
Imam Besar menekankan bahwa diamnya masyarakat internasional dalam menghadapi agresi penjajah ‘Israel’ sama dengan keterlibatan dalam kejahatan tersebut.
“Keheningan ini, dan kegagalan untuk mengakhiri tirani tersebut, hanya akan membahayakan keamanan global,” katanya. “Perang tidak dapat menciptakan perdamaian.”*